PSBB Jawa-Bali, Ganjar Pranowo: Pariwisata Maaf ya, Anda Akan Rugi

Ia juga menekankan kenyataan bahwa sektor pariwisata akan merugi.

Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Mutiara Rizka Maulina
Kamis, 07 Januari 2021 | 16:06 WIB
PSBB Jawa-Bali, Ganjar Pranowo: Pariwisata Maaf ya, Anda Akan Rugi
Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo (Dok Humas Pemprov Jateng)

Selain dengan kota-kota yang sudah disampaikan, Ganjar tidak menutup kemungkinan agar kebijakan itu di terapkan di wilayah-wilayah lainnya. Jika nanti hasilnya masih belum baik, tidak mustahil jika kebijakan diperluas penerapannya hingga kepada satu pulau Jawa. Selama beberapa minggu terakhir, Ganjar sendiri tengah membahas tenaga kesehatan di Semarang yang mulai berkurang sedangkan kebutuhannya semakin meningkat.

Setelah berbincang dengan Menteri Kesehatan, Ganjar menyampaikan adanya dua solusi. Yakni, pertama dengan meminta program dari pelajar di bidang kesehatan. Selain itu, adalah dengan meminjam tenaga kesehatan dari wilayah lainnya yang memiliki kasus tidak sebanyak zona merah. Tidak hanya itu, ada juga kemungkinan untuk dibutuhkannya relawan dalam menghadapi kurangnya jumlah tenaga kesehatan.

"Sehingga Nakes ini betul-betul kita jaga, agar mereka bisa bekerja cukup. Iya kan, cukup waktu, cukup tenang, gitu kan. Tidak tertekan lebih banyak," imbuhnya.

Sementara itu, Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Wiku Bakti Bawono Adisasmito menyampaikan ada empat indikator utama yang menjadikan suatu daerah perlu mengikuti kebijakan PPPM. Wiku melihat di beberapa daerah masih memiliki angka yang tidak sesuai dengan nasional. Misalnya saja angka kasus positif atau angka kematiannya masih di atas rata-rata nasional.

Selain angka kematian yang harus diturunkan, faktor kedua adalah keterisian ranjang di rumah sakit. Terlihat saat ini rata-rata sudah di atas 70% di berbagai daerah. Menurutnya, hal itu sangat berbahaya. Sebab, bisa saja ranjangnya tersedia, tapi tidak dengan Sumber Daya Manusianya. Dengan angka kematian tenaga kesehatan yang cukup tinggi, sulit untuk bisa memiliki dokter dalam jumlah yang banyak. Jika tidak di rem, masyarakat tidak akan mendapatkan layanan kesehatan di rumah sakit.

Baca Juga:Kunci Menang Perang, Publik Harus Patuhi PSBB Jawa-Bali 11-25 Januari

"Untuk memiliki dokter yang jumlahnya banyak itu sulit. Apalagi jumlah kematian dokter juga semakin tinggi," terang Wiku.

Selain itu, angka pasien positif di berbagai daerah juga harus benar-benar ditekan di bawah angka nasional. Kemudian, jumlah angka sembuhnya harus meningkat sesuai dengan angka rata-rata nasional. Baik pemerintah daerah maupun masyarakat harus bisa membaca data. Masyarakat harus mengerti jika seluruh pihak harus mulai berinvestasi dalam hal kesehatan. Hal tersebut akan berdampak pada kondisi ekonomi kedepannya.

Tidak perlu dikonflikkan, dua sektor tersebut sama-sama pentingnya. Namun, saat masyarakat perlu untuk menginvestasikan kesehatan. Sebab, dibutuhkan waktu juga untuk mendinginkan suasana dan menekan kasusnya. Sehingga masyarakat bisa lebih sehat untuk bisa menghadapi kenyataan. PPPM rencananya akan berlangsung selama dua minggu. Menurut Wiku setiap daerah memiliki cara belajarnya sendiri.

Saat ini masyarakat harus serius karena pengendalian kasus ini bisa terjadi secara ping pong dengan daerah-daerah di sekitarnya. Wiku melihat di berbagai kabupaten dan kota yang jaraknya berdekatan, kasusnya bisa saling mendorong dan fasilitas kesehatan akhirnya digunakan oleh masyarakat sekitar. Ia berharap, karena dari pemerintah sudah bisa membaca datanya, untuk betul-betul bisa mengendalikan kasus di wilayah masing-masing.

"Ini harapannya harus ada kerjasama. Harus ada kesepakatan di tingkat masyarakat dan pemerintah daerah untuk melakukannya," ujar Wiku.

Baca Juga:Ganjar: Kesehatan dan Ekonomi Tak Bisa Jalan Bareng, Jangan Tipu-tipu Lagi

Hanya dalam kurun waktu dua minggu, Wiku menganggap semuanya harus berjalan dengan efektif. Sebab, pernah dalam kurun waktu yang diberikan tidak efektif. Sehingga masyarakat harus benar-benar serius dalam menghadapinya. Pemerintah dinilai memiliki kebijakan lebih ketat untuk menghadapi situasi pandemi saat ini. Pengalaman dari tahun sebelumnya, 10 hingga 14 hari setelah libur panjang pasti ada lonjakan kasus.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak