SuaraJogja.id - Alat deteksi COVID-19, GeNose yang dikembangkan UGM sudah mulai dipakai banyak pihak. Selain PT KAI, alat tersebut banyak dilirik instansi lain untuk dimanfaatkan sebaga deteksi COVID-19.
Persoalan limbah kimia pun muncul seiring tingginya pemanfaatan alat tersebut. Karenanya instansi yang menggunakan GeNose harus menyediakan pengolahan limbah plastik yang dihasilkan.
"Semua instansi pengguna GeNose wajib bekerjasama dengan pengelola sampah medis sehingga tidak akan dibuang sembarangan,” ungkap anggota tim pengembang GeNose UGM, Fitriana di Balai Senat UGM disela bertemu Komisi IV DPR RI, Senin (15/02/2021).
Menurut Fitriana, kantong plastik GeNose yang dipakai untuk mengetes COVID-19 dari setiap instansi harus dikumpulkan. Limbah kimia yang ditempatkan dalam wadah berwarna kuning atau oranye tersebut diserahkan ke pengelola sampah medis.
Baca Juga:Walkot Tangsel Airin Pesan 100 GeNose, Dinkes: Baru Lisan Belum Dianggarkan
Setiap daerah memiliki kerjasama dengan pengelola limbah medis. Karena itu dipastikan limbah medis GeNose pun bisa diolah dengan baik.
“Limbah sampah plastik saat tes GeNose dijamin tidak mengandung virus. Seluruh virus telah tersaring dan disimpan di mesin pengetes di alat Hepaa Filter,” jelasnya.
Sementara Ketua Tim Pengembang GeNose, Kuwat Triyana mengungkapkan Hepaa filter bisa menampung virus Covid-19 yang berukuran nano. Karena itu dipastikan limbah GeNose tidak akan menyebar.
“Jadi selama terjebak di Heppa filter ini virus tidak akan menyebar dan main kemana-mana,” jelasnya.
Kuwat menambahkan, timnya terus melakukan evaluasi dan kontrol pada mesin pengetes GeNose. Dengan demikian tidak tidak menimbulkan penularan baru.
Baca Juga:Pasien Umum RSUP Dr Sardjito Wajib Tes Kesehatan dengan GeNose
Evaluasi dilakukan untuk pendataan tingkat akurasi, presisi, sensitivitas dan keamanan implementasinya di lapangan. Sehingga alat tersebut dapat dimanfaatkan dengan lebih optimal.
- 1
- 2