SuaraJogja.id - Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Yogyakarta memastikan tetap bertindak secara objektif terhadap kasus klitih yang terjadi di Jalan Ngeksigondo, Kelurahan Prenggan, Kecamatan Kotagede, Kota Yogyakarta pada Rabu (14/4/2021) lalu. Hal itu sesuai dengan tugas dan fungsi Bapas yang ada selama ini.
"Jadi Bapas, dalam hal ini akan bergerak objektif. Kita tidak membela anak [pelaku]. Fungsi kita menyampaikan fakta melalui penelitian kepada hakim, penyidik, penuntut umum supaya dapat dijadikan pertimbangan," kata pembimbing Kemasyarakatan BAPAS, Farid E. Susanta, saat jumpa pers di Mapolsek Kotagede, Selasa (20/4/2021).
Farid menjelaskan bahwa selain KPAI yang sempat dituduh mempengaruhi penyidikan hingga dilepaskannya pelaku pelemparan batu. Bapas tidak luput dari pemberitaan yang simpang siur tersebut.
Padahal Bapas dalam hal ini tidak pernah terlibat apalagi menyarankan untuk melepas pelaku. Sebab memang sudah ada aturan lain yang mengatur mengenai hal tersebut.
Baca Juga:Gelar Pameran Klitih, Yahya Suguhkan Puluhan Senjata Tajam Pelaku Kejahatan
"Kita tidak pernah menyarankan untuk setiap kasus anak misalnya untuk dilepas dan sebagainnya. Itu adalah murni dari koridor undang-undang atau kewenangan dari penyidik," tegasnya.
Lebih lanjut, disampaikan Farid bahwa sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang ada di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Bapas memiliki empat tugas utama yakni penelitian kemasyarakatan, pendampingan, pembimbingan dan pengawasan.
Sehingga setiap ada kasus anak yang dinyatakan tersangka oleh pihak penyidik, Bapas pasti akan diundang untuk melakukan pendampingan terlebih dulu.
"Ketika penyidikan juga dilakukan pendampingan oleh Bapas. Kenapa dilakukan pendampingan? Agar anak-anak itu yang terlibat tidak diintimidasi, dianiaya, kemudian anak juga menjadi lebih tenang. Intinya memberikan ketenangan terhadap anak," ungkapnya.
Setelah pendampingan itu dilakukan, kata Farid, nantinya pihak penyidok juga akan meminta kepada Bapas untuk melanjutkan dengan penelitian. Bukan sembarangan penelitian yang dilakukan Bapas dalam setiap kasus anak itu.
Baca Juga:Remaja Diduga Pelaku Klitih Tabrak Mobil dan 4 Berita SuaraJogja
Namun lebih kepada mencoba mencari fakta-fakta di lapangan yang membentuk anak tersebut melakukan hal-hal tidak baik. Mulai dari melihat latar belakang keluarga, kehidupan sehari-hari si anak di masyarakat, hingga jika memang anak itu masih sekolah Bapas juga akan datang ke sekolah untuk mencari track record anak tersebut di sekolah.
"Ini nanti akan kita diskusikan, bukan semata-mata kita membuat laporan sendiri. Kita akan diskusikan di dalam namanya Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) kalau di kantor bapas itu," jelasnya.
Tim yang ada sendiri juga berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda-beda. Semisal hukum, psikologi, sosial dan bidang lainnya.
Dari situ nantinya terwujud satu laporan final yang di dalamnya memuat sebuah rekomendasi. Jadi, kata Farid, rekomendasi itu nanti sudah merupakan hasil kesimpulan secara umum, hasil diskusi, hasil pembahasan dan lain sebagainya.
"Itu kita berharap rekomendasi itu menjadi yang terbaik untuk anak. Namun kalau misal rekomendasi dan lain-lain dari kita tidak dipakai ya tidak masalah. Kita hanya memberikan rekomendasi berdasarkan perspektif bapas. Berdasarkan perspektif yang kita godok dalam sidang TPP itu," ungkapnya.
Mengenai kasus penganiayaan atau pelemparan batu di Kotagede tersebut, Farid menyebut hanya ada dua dasar perlakuan yaitu diversi atau pengadilan anak.
Jika memang pasal ancaman yang diberikan di bawah 7 tahun berarti kasus tersebut masuk ke dalam diversi. Dengan berbagai syarat yang sudah ditentukan salah satunya belum melakukan pengulangan tindak pidana.
"Diversi sendiri merupakan pengalihan penyelesaian kasus anak dari pengadilan formal. Di dalam diversi ini yang hadir juga lengkap sekali, bisa mendatangkan gurunya, ketua RT-nya, korban, dan kuncinya kalau di dalam diversi itu berhasil atau tidak tetep ada di korban," tuturnya.
Artinya, jika memang korban menghendaki untuk dilanjutkan proses pengadilan dan tidak bisa melakukan diversi proses akan tetap berlanjut.
"Kalau pun toh nanti ada saling memaafkan, ada restorative justice, ada kesepakatan dan sebagainnya di tingkat penyidikan, ini di tingkat penyidik masih mengajukan kepada hakim, kepada pengadilan," terangnya.
Kemudian kalau semisal, disampaikan Farid, ancaman di atas 7 tahun maka pihaknya tidak akan menyarankan diversi. Namun harus dibawa ke ranah pengadilan.
"Dengan catatan tadi untuk diversi cuma sekali, kalau pernah diversi, atau dipidana anak tidak bisa diversi lagi," imbuhnya.
Farid memastikan proses hukum tetap berjalan meski tidak dilakukan penahanan.
Sehingga Farid juga menegaskan bahwa anggapan bahwa anak tidak ditahan akibat peran bapas yang ada di situ sama sekali tidak benar.
"Kemudian anggapan bahwa bapas menjadi pembela itu juga tidak benar. Kita menyampaikan fakta," tandasnya.