Desi menjelaskan jika pihaknya juga melakukan evaluasi penataan, guna mencegah konsumen salah mengambil kebutuhan pangan atau tidak menguntungkan produknya. Misalnya saja, ditemukan produk yang mengandung babi dilarang bercampur dengan produk lain.
"Walaupun ditulis, tetapi berdekatan tanpa sekat. Itu bisa salah konsumen mengambil," imbuhnya.
Ia menerangkan jika produk yang mengandung babi tidak hanya bisa ditulia tapi juga perlu diberikan gambar. Sebab tidak semua orang bisa membaca. Jika mungkin tidak terbaca, saat melihat gambar langsung tahu.
Dari 53 sarana yang sudah diperiksa, diperkirakan 36% dinyatakan kadaluwarsa. Kemudian 55% produk ilegal yang tidak memiliki ijin edar. Desi menjelaskan jika masa-masa bulan puasa menjadi kesempatan produsen untuk melepas produknya meski tak memiliki ijin edar. Selanjutnya 8,5% pangan rusak sebelum kadaluwarsa.
Baca Juga:Berlaku Hari Ini, Aturan Tes PCR Penumpang KA dari Yogyakarta Berubah
Nilai ekonomisnya dinilai tidak terlalu besar, yakni Rp 1.055.573 dari 37 sarana yang diperiksa. Desi menghimbau kepada masyarakat untuk bisa teliti sebelum membeli. Masyarakat bisa mengakses langsung atau melihat apakah sebuah produk terdaftar di BPOM atau tidak.
Pengawasan juga dilakukan dengan sasaran utama penjualan pangan takjil. Yaitu makanan siap saji, termasuk lauk pauk untuk berbuka puasa. Dari sampling pengujian di lima lokasi, yakni Pasar Kotagede, Jogokaryan, Alun-alun Wates, Alun-alun Wonosari dan taman kuliner Imogiri dari 108 sampel ada 4 diantaranya tidak memenuhi sarat.
"Lanting merah, mengandung Rhodamin B dan Lempeng Gendae mengandung boraks," ujarnya.
Selama kurun waktu antara Januari sampai Maret 2021, juga telah dilakukan pengawasan perederan produk obat dan makanan secara daring dan pengusulan penuruan link platform e-commerce sebanyak 107. BPOM Yogyakarta berkomitmen untuk mengawal keamanan pangan dan melindungi kesehatan masyarakat.
Baca Juga:Menggugah Selera, Intip Promo Terbaru di The Manohara Hotel Yogyakarta