SuaraJogja.id - Jaringan organisasi disabilitas di Yogyakarta dengan tegas menolak pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pendidikan Khusus oleh DPRD DIY. Pasalnya Raperda tersebut dinilai tidak mencerminkan komitmen pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas di DIY.
Ketua Komite Disabilitas DIY Farid B Siswantoro menuturkan Raperda yang rencananya akan disahkan pada 24 September 2021 tersebut tidak mencerminkan komitmen yang tegas. Khususnya dalam pemenuhan hak pendidikan sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Disabilitas Nomor 8 tahun 2016
"Terdapat sejumlah catatan muncul terkait dengan adanya ketidakharmonisan baik dalam proses penyusunan maupun substansi dalam draft ranperda tersebut," kata Farid saat menggelar konferensi pers di Kantor Komite Disabilitas DIY, Selasa (21/9/2021).
Dijelaskan Farid, saat ini Pemda dan DPRD DIY tengah berproses untuk mengamandmen Perda nomor 4 tahun 2012 yang dianggap tidak lagi sesuai dengan kebijakan nasional tentang pemenuhan hak difabel.
Baca Juga:Gubernur DIY Minta Penerapan Kebijakan Anak di Bawah 12 Tahun ke Mall Harus Hati-hati
Upaya ini sebenarnya patut diapresiasi sebab dari sana terdapat kesempatan partisipasi bagi organisasi penyandang disabilitas. Dalam hal ini untuk memberikan masukan yang mengedepankan pada prinsip hak asasi manusia.
Namun justru ketika proses revisi Perda tersebut belum sepenuhnya rampung. Seketika bergulir inisiatif dari Dewan untuk menyusun dan hendak mengesahkan Raperda Pendidikan Khusus.
Ia menilai bahwa Raperda Pendidikan Khusus itu juga tak jelas secara substansi serta yang tidak kalah penting minimnya partisipasi difabel sebagai pemangku hak.
"Terkait hal ini, patut kiranya kami mempertanyakan, siapa sebenarnya yang berkepentingan dengan PERDA ini, ketika partisipasi difabel bahkan sangat dibatasi," tegasnya.
Sejak tahun 2019, kata Farid, jaringan organisasi dan pegiat disabilitas telah berupaya untuk mengawal substansi serta norma hukum yang diatur di dalamnya. Namun hingga hari ini di dalam draft raperda tersebut tidak nampak perubahannya.
Baca Juga:Berbarengan dengan PTS, Sekolah di DIY Batal Gelar Pembelajaran Tatap Muka
Malah justu proses diskusi yang terus berjalan tidak dibarengi dengan pemberian ruang partisipasi difabel. Sebab terus dibatasi untuk dapat memberikan masukan yang konstruktif.