Jaringan Organisasi Disabilitas DIY Tolak Raperda Pendidikan Khusus, Ini Alasannya

Jaringan organisasi disabilitas DIY tolak raperda pendidikan khusus

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Selasa, 21 September 2021 | 17:57 WIB
Jaringan Organisasi Disabilitas DIY Tolak Raperda Pendidikan Khusus, Ini Alasannya
Konferensi pers jaringan organisasi dan pegiat disabilitas di Kantor Komite Disabilitas DIY, Selasa (21/9/2021). [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

SuaraJogja.id - Jaringan organisasi disabilitas di Yogyakarta dengan tegas menolak pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pendidikan Khusus oleh DPRD DIY. Pasalnya Raperda tersebut dinilai tidak mencerminkan komitmen pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas di DIY. 

Ketua Komite Disabilitas DIY Farid B Siswantoro menuturkan Raperda yang rencananya akan disahkan pada 24 September 2021 tersebut tidak mencerminkan komitmen yang tegas. Khususnya dalam pemenuhan hak pendidikan sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Disabilitas Nomor 8 tahun 2016

"Terdapat sejumlah catatan muncul terkait dengan adanya ketidakharmonisan baik dalam proses penyusunan maupun substansi dalam draft ranperda tersebut," kata Farid saat menggelar konferensi pers di Kantor Komite Disabilitas DIY, Selasa (21/9/2021).

Dijelaskan Farid, saat ini Pemda dan DPRD DIY tengah berproses untuk mengamandmen Perda nomor 4 tahun 2012 yang dianggap tidak lagi sesuai dengan kebijakan nasional tentang pemenuhan hak difabel. 

Baca Juga:Gubernur DIY Minta Penerapan Kebijakan Anak di Bawah 12 Tahun ke Mall Harus Hati-hati

Upaya ini sebenarnya patut diapresiasi sebab dari sana terdapat kesempatan partisipasi bagi organisasi penyandang disabilitas. Dalam hal ini untuk memberikan masukan yang mengedepankan pada prinsip hak asasi manusia.

Namun justru ketika proses revisi Perda tersebut belum sepenuhnya rampung. Seketika bergulir inisiatif dari Dewan untuk menyusun dan hendak mengesahkan Raperda Pendidikan Khusus.

Ia menilai bahwa Raperda Pendidikan Khusus itu juga tak jelas secara substansi serta yang tidak kalah penting minimnya partisipasi difabel sebagai pemangku hak.

"Terkait hal ini, patut kiranya kami mempertanyakan, siapa sebenarnya yang berkepentingan dengan PERDA ini, ketika partisipasi difabel bahkan sangat dibatasi," tegasnya.

Sejak tahun 2019, kata Farid, jaringan organisasi dan pegiat disabilitas telah berupaya untuk mengawal substansi serta norma hukum yang diatur di dalamnya. Namun hingga hari ini di dalam draft raperda tersebut tidak nampak perubahannya.

Baca Juga:Berbarengan dengan PTS, Sekolah di DIY Batal Gelar Pembelajaran Tatap Muka

Malah justu proses diskusi yang terus berjalan tidak dibarengi dengan pemberian ruang partisipasi difabel. Sebab terus dibatasi untuk dapat memberikan masukan yang konstruktif.

"Penyusunan Raperda Pendidikan Khusus yang sedang berjalan itu tidak efektif dan telah mencederai asas dan prinsip partisipasi penyandang disabilitas. Kami, sebagai rights holders hanya dilibatkan dalam beberapa konsultasi, sementara tidak ada di antara tim penyusun dari perwakilan organisasi maupun pegiat penyandang disabilitas," ungkapnya.

Selain itu, disampaikan Farid dalam catatan yang lebih substantif sudah seharusnya pendidikan bagi penyandang disabilitas sebagaimana yang diatur dalam pasal 10 UU 8/2016 maupun PP 13/2021 adalah pendidikan inklusif

Dalam artian kebijakan penyelenggaraan pendidikan bagi peserta didik dengan disabilitas, sebagai bagian dari hak penyandang disabilitas sudah cukup diatur bersama-sama dalam Perda Disabilitas yang saat ini sedang direvisi.

Ditambah dengan semangat dan prinsip untuk pendidikan inklusi. Sehingga sudab seharusnya juga penyusunan Raperda Pendidikan Khusus itu tidak perlu dilanjutkan lagi.

PO Advokasi OHANA Nuning Suryatiningsih menuturkan sebenarnya Raperda itu sudah dimulai DPRD periode yang lalu sekitar tahun 2018-2019. Namun memang keterlibatan organisasi atau pegiatan penyandang disabilitas itu sangat minim.

"Beberapa waktu yang lalu kami menolak. Bagaimana kalau ini ditunda dulu pembahasannya karena Perda nomor 4 tahun 2012 juga akan diamandemen," ucap Nuning.

Menurutnya menunggu revisi atau amandemen Perda nomor 4 tahun 2012 itu lebih bijak untuk dilakukan. Sebab di dalamnya juga sudah diatur tentang pendidikan inklusi itu sendiri sehingga dikhawatirkan akan terjadi overlap aturan.

"Karena di Perda nomor 4 tahun 2012 itu juga diatur tentang pendidikan inklusi. Sehingga nanti akan terjadi overlap antara Perda 4 tahun 2012 dengan Perda Tentang Pendidikan khusus ini," ungkapnya. 

Dalam hal ini jaringan organisasi dan pegiat disabilitas di Yogyakarta meminta agar DPRD DIY dan Gubernur DIY membatalkan penyusunan Raperda Pendidikan Khusus. Serta dapat segera menuntaskan revisi Perda 4 tahun 2012 yang telah berjalan. 

Adapun substansi pengaturan mengenai hak atas pendidikan bagi penyandang disabilitas cukup diatur bersama-sama dalam revisi tersebut.

Tidak lupa mereka meminta agar dalam penyusunan revisi Perda 4 tahun 2012 yang saat ini tengah berjalan itu dapat memastikan dan menjamin partisipasi penuh organisasi
dan pegiat disabilitas. Tujuannya untuk turut mengawal substansi dari draft yang tengah disusun.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini