Kisah Bambang Kehilangan Penglihatan, Ditinggal Istri hingga Tak Dapat Bantuan Pemerintah

Bambang mulai tidak bisa melihat tahun 2008 yang lalu karena ada perawat sebuah klinik yang salah memberinya obat.

Eleonora PEW
Selasa, 05 Oktober 2021 | 09:25 WIB
Kisah Bambang Kehilangan Penglihatan, Ditinggal Istri hingga Tak Dapat Bantuan Pemerintah
Bambang, warga Pddukuhan Waduk, Kalurahan Pengkok, Kapanewon Patuk, Gunungkidul. - (Kontributor SuaraJogja.id/Julianto)

Bambang mengaku terpukul dengan kenyataan dirinya menjadi buta. Selama dua tahun ia terpuruk, hanya mengurung diri di dalam kamar. Ia menyesali hidupnya yang terpuruk tersebut bahkan terlintas ingin bunuh diri. Apalagi, tahun 2010 istrinya meninggalkan dirinya untuk menikah dengan orang lain.

Upaya dirinya membangun rumahnya yang ambruk akibat gempa bumi 2006 juga harus mandeg di tengah jalan. Batu bata yang terpasang belum sempurna kini justru satu persatu ambrol karena lapuk ditempa sinar matahari dan diguyur hujan.

"Oleh anak saya kemudian dikirim ke panti khusus tunanetra di Sewon Bantul. Di situlah saya kenal Yeni dan kami memutuskan menikah siri tahun 2010,"kenangnya.

Setelah lulus dari Panti, keduanya memutuskan untuk kembali ke rumah milik Bambang yang berada di padukuhan Waduk. Untuk menyambung hidup keduanya membuka jasa panti pijat di rumah mereka.

Baca Juga:Viral Anggota Satpol PP Gunungkidul Langgar Prokes, Timbulkan Kerumunan Saat Gelar Hajatan

Pasangan suami istri ini sampai saat ini memang masih terpisah kartu keluarganya. Mereka tidak tercover bantuan dari pemerintah seperti program keluarga harapan (PKH). Namun selama pandemi ini mereka mendapatkan bantuan sembako sebagai korban covid 19.

"Hanya dapat dua kali kalau tidak salah,"terangnya.

Tahun 2011 yang lalu Bambang resmi bercerai dengan istri sah-nya dan kini berstatus suami siri dari Yeni. Selain membuka jasa pijat pasangan suami istri ini juga menekuni usaha pembuatan telur asin. Bahan telur yang mereka dapatkan berasal dari kiriman anaknya yang tinggal di kawasan Candi Prambanan.

Sekali produksi pasangan ini menghabiskan 300 butir telur. Untuk pemasarannya pun sudah diambil oleh pedagang lain yang bersimpati dengan mereka. Tak jarang penemu atau Camat patok juga ikut memasarkan telur asin produk mereka.

"Tetapi pandemi ini kami berhenti produksi lha tidak ada yang beli,"ungkapnya.

Baca Juga:Tragis, Pria Ini Meninggal di Kamar Pacarnya Saat Hendak Lamaran

Untuk mengisi waktu dan juga mendapatkan penghasilan Bambang mencoba bercocok tanam dengan polybag. Meskipun sangat terbatas mobilitasnya ia mencoba tidak menggantungkan hidupnya dari bantuan orang lain.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak