SuaraJogja.id - Asal usul rumusan Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara merupakan hasil kesepakatan bersama para pendiri bangsa yang kemudian sering disebut sebagai sebuah Perjanjian Luhur bangsa Indonesia.
Namun demikian, di balik itu terdapat sejarah panjang perumusan sila-sila Pancasila dalam perjalanan ketatanegaraan Indonesia.
Dari beberapa sumber, setidaknya ada beberapa rumusan Pancasila yang pernah muncul. Rumusan Pancasila yang satu dengan rumusan yang lain ada yang berbeda, namun ada pula yang sama.
Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara (Pasal 1 Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998 jo Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 jo Pasal I Aturan Tambahan UUD 1945).
Baca Juga:Pembukaan UUD 1945, Sejarah Hingga Rincian Makna Isi Per Alenia
Secara berturut-turut akan dikemukakan rumusan dari Ir Soekarno, Dr Supomo, Moh Yamin, Piagam Jakarta, BPUPKI, PPKI, Konstitusi RIS, UUD Sementara, UUD 1945 (Dekrit Presiden 5 Juli 1959), dan versi populer yang berkembang di masyarakat.
Rumusan I: Ir Soekarno
Usul landasan negara disampaikan pada 1 Juni 1945 yang kemudian dikenal sebagai Hari Lahir Pancasila. Soekarno mengusulkan tiga hal yang akan menjadi landasan negara adalah 5 prinsip, 3 prinsip, dan 1 prinsip. Sukarno pula yang mengemukakan dan menggunakan istilah Pancasila (secara harfiah berarti lima dasar). Oleh sebab itu, rumusan Soekarno dikatan dengan Pancasila, Trisila, dan Ekasila.
Rumusan Pancasila
1. Kebangsaan Indonesia
Baca Juga:10 Pilar Demokrasi Indonesia Sebagai Dasar Konstitusional
2. Internasionalisme (Perikemanusiaan)
3. Mufakat (Demokrasi)
4. Kesejahteraan sosial
5. Ketuhanan yang Maha Esa
Rumusan Trisila
1. Socio-nationalisme
2. Socio-demokratis
3. Ketuhanan
Rumusan Ekasila
Gotong-royong
Rumusan II: Dr Soepomo
Soepomo menyampaikan rumusan dasar negara, tetapi rumusan ini disertai penyebutan nama dasar negara pada 31 Mei 1945, yakni:
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir dan batin
4. Musyawarah
5. Keadilan rakyat
Rumusan III: Moh Yamin
Moh Yamin menyampaikan usul dasar negara di hadapan sidang pleno BPUPKI baik dalam pidato maupun secara tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI pada 29 Mei 1945. Baik dalam kerangka uraian pidato maupun presentasi lisan Moh Yamin mengemukakan lima calon dasar negara, yakni:
1. Peri kebangsaan
2. Perikemanusiaan
3. Peri ketuhanan
4.Peri kerakyatan
5. Kesejahteraan rakyat
Moh Yamin juga menyampaikan usulan tertulis mengenai rancangan dasar negara. Usulan tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI oleh Muh Yamin berbeda dengan rumusan kata-kata dan sistematikanya dengan yang dipresentasikan secara lisan, yakni:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan persatuan Indonesia
3. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan IV: Piagam Jakarta
Sebanyak 8 orang anggota BPUPKI ditunjuk sebagai panitia kecil yang bertugas untuk menampung dan menyelaraskan usul-usul anggota BPUPKI yang telah masuk. Pada 22 Juni 1945 panitia kecil tersebut mengadakan pertemuan dengan 38 anggota BPUPKI dalam rapat informal. Rapat tersebut memutuskan membentuk Panitia Sembilan bertugas untuk menyelaraskan mengenai hubungan negara dan agama.
Anggota BPUPKI terbelah dalam menentukan hubungan negara dan agama. Golongan Islam yang menghendaki bentuk teokrasi Islam, sementara golongan kebangsaan menginginkan bentuk negara sekuler, yakni negara sama sekali tidak diperbolehkan bergerak di bidang agama. Persetujuan dua golongan ini dilakukan oleh Panitia Sembilan tercantum dalam sebuah dokumen Rancangan Pembukaan Hukum Dasar yang juga disebut Piagam Jakarta (Jakarta Charter).
Rumusan rancangan dasar negara terdapat di akhir paragraf keempat dari dokumen Rancangan Pembukaan Hukum Dasar (paragraf 1-3 berisi rancangan pernyataan kemerdekaan).
Rumusan ini merupakan rumusan pertama sebagai hasil kesepakatan para pendiri bangsa.
Rumusan dengan penomoran
1.Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2.Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
3.Persatuan Indonesia
4.Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.Serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan V: BPUPKI
Pada sesi kedua persidangan BPUPKI yang berlangsung pada 10-17 Juli 1945, dokumen Piagam Jakarta dibahas kembali secara resmi dalam rapat pleno pada 10 dan 14 Juli 1945. Dokumen ini dipecah dan diperluas menjadi dua buah dokumen berbeda, yakni Declaration of Independence (berasal dari paragraf 1-3 yang diperluas menjadi 12 paragraf) dan Pembukaan (berasal dari paragraf 4 tanpa perluasan sedikit pun).
Rumusannya adalah sebagai berikut.
1.Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2.Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
3.Persatuan Indonesia
4.Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.Dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan VI: PPKI
Pada 17 Agustus 1945, wakil-wakil dari Indonesia daerah Kaigun (Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Kalimantan) menemui Soekarno menyatakan keberatan dengan rumusan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya untuk ikut disahkan menjadi bagian dasar negara.
Soekarno segera menghubungi Moh Hatta dan berdua menemui wakil-wakil golongan Islam. Setelah diadakan konsultasi mendalam mereka menyetujui penggantian rumusan Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya dengan rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sebuah emergency exit yang hanya bersifat sementara dan demi keutuhan Indonesia.
Pada 18 Agustus 1945 usul penghilangan rumusan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya dikemukakan dalam rapat pleno PPKI. Selain itu dalam rapat pleno terdapat usulan untuk menghilangkan frasa menurut dasar dari Ki Bagus Hadikusumo.
Rumusan dasar negara yang terdapat dalam paragraf keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar ini merupakan rumusan resmi kedua dan nantinya akan dipakai oleh bangsa Indonesia hingga kini. UUD inilah yang nantinya dikenal dengan UUD 1945.
Rumusannya sebagai berikut.
1. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan VII : Konstitusi RIS
Walaupun UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 tetap berlaku bagi RI Yogyakarta, namun RIS sendiri mempunyai sebuah Konstitusi Federal (Konstitusi RIS) sebagai hasil permufakatan seluruh negara bagian dari RIS. Dalam Konstitusi RIS rumusan dasar negara terdapat dalam Mukaddimah (pembukaan) paragraf ketiga. Konstitusi RIS disetujui pada 14 Desember 1949 oleh enam belas negara bagian dan satuan kenegaraan yang tergabung dalam RIS. Rumusannya, yakni :
1.Ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
2.Perikemanusiaan,
3.Kebangsaan,
4.Kerakyatan
5.Dan keadilan sosial
Rumusan VIII: UU Sementara
Hanya dalam hitungan bulan negara bagian RIS membubarkan diri dan bergabung dengan negara bagian RI Yogyakarta. Setelah melalui beberapa pertemuan yang intensif RI Yogyakarta dan RIS, sebagai kuasa dari NIT dan NST, menyetujui pembentukan negara kesatuan dan mengadakan perubahan Konstitusi RIS menjadi UUD Sementara.
Perubahan tersebut dilakukan dengan menerbitkan UU RIS No 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara (LN RIS Tahun 1950 No 56, TLN RIS No 37) yang disahkan tanggal 15 Agustus 1950. Rumusan dasar negara kesatuan ini terdapat dalam paragraf keempat dari Mukaddimah (pembukaan) UUDS Tahun 1950. Rumusannya sebagai berikut.
1.ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
2.perikemanusiaan,
3.kebangsaan,
4.kerakyatan
5.dan keadilan sosial
Rumusan IX: UUD 1945
Dengan pemberlakuan kembali UUD 1945 maka rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD kembali menjadi rumusan resmi yang digunakan. Rumusan ini pula yang diterima oleh MPR, yang pernah menjadi lembaga tertinggi negara sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat antara tahun 1960-2004. Rumusannya adalah sebagai berikut.
1.Ketuhanan Yang Maha Esa,
2.Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3.Persatuan Indonesia
4.Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5.Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan X : Versi Populer
Rumusan terakhir ini adalah rumusan yang beredar dan diterima secara luas oleh masyarakat. Rumusan Pancasila versi populer inilah yang dikenal secara umum dan diajarkan secara luas di dunia pendidikan sebagai rumusan dasar negara. Rumusan ini pada dasarnya sama dengan rumusan dalam UUD 1945. Rumusannya di bawah ini.
1.Ketuhananyang Maha Esa
2.Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.Persatuan Indonesia
4.Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Kontributor : Titi Sabanada