SuaraJogja.id - Pendamping hukum para WBP Anggara Adiyaksa menyatakan jumlah korban dugaan penganiayaan di Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta kembali bertambah. Hingga saat ini tercatat sudah ada sekitar 58 orang yang mengaku menerima kekerasan di dalam Lapas Narkotika di Pakem, Sleman itu.
"Total 58 yang di grup, sekitar itu. Teman-teman yang berani speak up cuma 23 karena mereka ketakutan," kata Anggara saat ditemui awak media di Kantor Ombudsman RI Perwakilan DIY, Jumat (5/11/2021).
Anggara menjelaskan jumlah 58 itu juga sudah termasuk ada beberapa saksi yang menyaksikan kekejaman oknum di dalam lapas. Walaupun memang sebagian besar adalah orang yang mengalami sendiri kekerasan itu.
"Jadi 58 itu saksi dan korban tapi sebagian besar, ya 55-nya yang mengalami. Ada saksi juga yang menyaksikan kekejaman oknum (petugas) ini tadi itu istilahnya saksinya ada tapi mereka minta jangan diungkap karena sebagian masih trauma," tuturnya.
Baca Juga:Lanjutkan Pemeriksaan, ORI DIY Panggil 3 WB yang Alami Kekerasan di Lapas Narkotika
Anggara yang mendampingi tiga orang WBP berstatus CB untuk dimintai keterangan di bawah sumpah di Kantor ORI Perwakilan DIY hari ini mengaku sudah bertemu dengan perwakilan dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas). Dalam pertemuan itu, kata Anggara, Ditjenpas pun menyatakan memang menemukan kekerasan atau penyiksaan itu.
Namun disampaikan Anggara, di sisi lain para eks warga binaan yang melaporkan dugaan penyiksaan di lapas itu tidak ada keinginan sama sekali untuk menyerang secara khusus Lapas Narkotika atau Kemenkumham. Melainkan untuk membongkar kejadian yang dilakukan oleh oknum di dalam lapas tersebut.
"Jadi oknum-oknum sudah kita sampaikan sejak awal laporan. Nah sekarang oknumnya sudah ditindak oleh Kakanwil dan saya mengapresiasi Pak Kakanwil menepati janjinya pada saat kita melakukan audiensi. Pak Kakanwil menjanjikan bahwa akan menindaktegas segala bentuk pelanggaran yang berada di dalam lapas narkotika dan itu benar-benar dilakukan," ungkapnya.
Selain itu, ia juga terus berkomunikasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Tujuannya agar bisa untuk melengkapi syarat-syarat yang diperlukan untuk perlindungan eks warga binaan atas dugaan kekerasan itu.
Dalam kesempatan ini pihaknya juga meminta maaf jika laporan yang dilakukan membuat nama-nama petugas yang tidak terlibat ikut tercemar. Padahal tidak ada sama sekali maksud seperti itu.
Baca Juga:Dua Kali Tinjau Lapas Kelas II B Yogyakarta, ORI DIY Tak Temukan Bukti Kekerasan Fisik
"Kami tidak bermaksud demikian. Di lapas itu masih banyak orang yang baik. Jadi gara-gara seglintir oknum ini menjadi rusak nama baik lapas. Jadi kami juga tidak ingin diputarbalik ya," ucapnya.
"Kami melaporkan ke Ombudsman sesuai dengan jalur konstitusional tapi yang merusak nama baik lapas adalah oknum-oknum ini sendiri. Jadi saya berharap oknum-oknum ini segera ditindak tegas dan seharusnya tidak boleh dilindungi," sambungnya.
Selain melapor kepada Ombudsman dan menjalin komunikasi dengan LPSK, kata Anggara, pihaknya juga berkoordinasi bersama Komnas HAM.
"Itu konstitusional juga ya, jadi ini kan kalau bagi kami kejadian ini kan sudah nyata. Mungkin bagi Kemenkumham itu belum. Jadi kami menggandeng Ombudsman dan Komnas HAM terutama Kakanwil Kemenkumham.
Ia bahkan mendesak sejumlah pihak itu bisa berkolaborasi dalam menangani kasus ini. Sehingga bisa semakin mempercepat penyelesaian masalah ini dan tidak terulang kembali di masa mendatang.
"Kami bahkan mendesak Ombudsman, Komnas HAM, dan Kemenkumham ini Kanwil untuk kolaborasi supaya segera masalah ini selesai dan ke depan tidak terjadi lagi hal seperti ini. Harapan kami begitu," pungkasnya.
Sebelumnya, Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham DIY terus melakukan pemeriksaan terhadap lima petugas Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta yang sebelumnya terindikasi memberikan tindakan berlebihan kepada para warga binaan permasyarakatan (WBP). Terbaru, lima orang tersebut bahkan telah dicopot sementara dari jabatannya.
"Iya, kita copot (sementara) termasuk kepala keamanan kita copot karena kepala keamanan yang bertanggungjawab pelaksanaan kegiatan itu (pengenalan lingkungan)," kata Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham DIY Budi Argap Situngkir saat dihubungi awak media, Jumat (5/11/2021).
Budi menyebut bahwa pencopotan sementara kelima petugas lapas yang bertempat di Pakem, Sleman itu sebagai bentuk pertanggungjawaban mereka. Khususnya terkait dengan indikasi tindakan berlebihan yang diberikan kepada warga binaan saat masa pengenalan lingkungan (mapenaling).
Disampaikan Budi, pencopotan tersebut mengingat saat ini kelima petugas tersebut tengah menjalani proses pemeriksaan lebih lanjut oleh Kanwil Kemenkumham DIY.
"Jadi kami tarik ada lima orang petugas ke Kanwil sementara ini untuk dilakukan pemeriksaan," ujarnya.