SuaraJogja.id - Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada (UGM) melakukan kajian perihal Rancangan Undang-undang Data Pribadi (RUU PDP). Tujuan kajian itu, sebagai upaya mengangkat isu pelindungan data pribadi di Indonesia.
Manager Digital Intelligence Lab CfDS UGM Paska Darmawan mengatakan, kajian dilakukan lewat survei diikuti dengan diskusi setelahnya. Sementara itu, survei dilakukan pada 21 Oktober hingga 1 November 2021, melibatkan 2.401 responden dari 34 provinsi dengan rentang usia 13-80 tahun.
"Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa 99,5 persen masyarakat Indonesia merasa perlindungan data pribadi (PDP) merupakan hal yang penting. Mereka juga khawatir, data pribadi mereka dapat disalahgunakan oleh berbagai pihak," ungkapnya, Rabu (1/12/2021).
Paska menyebutkan, selain data umum tadi, dijumpai pula terdapat 28,6% responden tidak mengetahui tentang Rancangan Undang-undang PDP. Selanjutnya, maraknya berbagai kasus pencurian data pribadi oleh instansi pemerintah maupun korporasi, sebanyak 98,2% warga memandang setuju RUU PDP disahkan.
Baca Juga:Pakar UGM Sebut Covid-19 Omicron Belum Terbukti Lebih Bahaya dari Delta: Tetap Waspada
Mayoritas responden, yakni 99,7% meyakini bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjamin keamanan data pribadi masyarakat Indonesia.
"Namun pada kenyataannya, sebesar 14,9 persen responden tidak percaya dengan kemampuan pemerintah mengelola dan menjaga keamanan data pribadi," ujarnya.
CfDS menilai hasil survei itu menunjukkan bahwa, terdapat kelompok masyarakat yang meyakini bahwa pemerintah wajib menjamin keamanan data pribadi masyarakat, tetapi menyangsikan kemampuan pemerintah saat ini.
Penelitian ini menemukan beberapa poin penting lain yang menjadi perhatian warganet terkait RUU PDP, yaitu: lembaga pengawasan yang independen; larangan penggunaan dan transfer data pribadi tanpa persetujuan subyek data; dan sanksi dan akuntabilitas bagi pengendali data.
Dari hasil survei dan kajian tadi, maka CfDS memberikan beberapa rekomendasi kebijakan. Mulai dari upaya peningkatan literasi digital untuk masyarakat Indonesia dengan pendekatan multi-stakeholder baik oleh pemerintah, lembaga pendidikan tingkat dasar hingga universitas, sektor privat atau platform teknologi, serta lembaga masyarakat.
Baca Juga:Dianggap Menjijikkan, Belatung Diubah Mahasiswa UGM Jadi Makanan Kucing Protein Tinggi
Kemudian, adanya keterbukaan pemerintah sebagai pengemban kebijakan, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika serta DPR RI, untuk menerima masukan dalam proses perumusan hingga nantinya mencapai evaluasi implementasi.
"Khususnya yang berdampak pada kelompok UMKM, korporasi maupun lembaga publik lain," ungkap dia.
Paska juga menambahkan, CfDS juga merekomendasikan agar pemerintah membuat badan publik independen yang membawahi UU PDP di Indonesia, untuk mengevaluasi dan memonitor implementasi kebijakan bagi kepentingan publik.
Kontributor : Uli Febriarni