SuaraJogja.id - Pemkot Yogyakarta mengusulkan segera menaikkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk gas LPG bersubsidi atau gas 3 kilogram di tahun 2022. Melalui Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Yogyakarta, bahwa HET gas LPG 3 kilo belum mengalami penyesuaian sejak 2015 lalu.
Kepala Bidang Ketersediaan, Pengawasan, dan Pengendalian Perdagangan Disdag Kota Yogyakarta, Sri Riswanti menjelaskan, Disdag sedang mengajukan rencana kenaikan harga gas LPG 3 kilogram yang saat ini dihargai Rp15.500.
"Kami mengusulkan kepada Pemda DIY dan gubernur setempat untuk melakukan penyesuaian HET gas LPG 3 kilogram yang saat ini seharga Rp15.500 di pangkalan. Ini berbeda cukup jauh dibandingkan dengan harga di daerah lain semisal Jawa Barat yang mematok sebesar Rp19.000 di tingkat pangkalannya," kata Risnawati kepada wartawan, Rabu (9/3/2022).
Ia menyatakan, upaya ini dilakukan untuk mengamankan stok LPG subsidi di wilayah setempat. Dengan menaikkan HET, ketersediaan barang itu sedikit aman untuk wilayah yang saat ini masih satu area distribusi dengan Jawa Tengah, Solo dan juga Klaten.
Baca Juga:Harga Gas LPG Nonsubsidi Kian Mahal, Pengusaha Roti Keluhkan Ongkos Produksi Bengkak
"Harapannya agar kuota di DIY-Jateng yang satu area regional ini bisa aman. Yang kita khawatirkan nanti kalau daerah tetangga harganya lebih tinggi, justru lari ke sana semua stoknya setelah sampai ke pangkalan. Memang ketika HET disesuaikan, harapan kami nanti kuota di DIY khususnya Kota Jogja aman," ujarnya.
Disdag juga telah mengetahui resiko ketika HET LPG subsidi ini dinaikkan. Terutama berpengaruh ke bahan pokok dan komoditas di pasaran.
Namun hal ini harus ditempuh mengingat kenaikan harga juga dialami oleh LPG subsidi 12 kilogram yang saat ini terhitung Rp195.000-Rp200.000 di pasaran. Disdag juga ingin mengantisipasi celah kecurangan berupa penyulingan dari gas 3 kilogram subsidi ke 12 kilogram.
"Memang itu yang dikhawatirkan juga nanti, ketakutan kami selaku pengawas misalkan muncul lagi soal penyulingan dari 3 ke 12 kilogram karena disparitas harganya terlalu jauh. Maka dari itu upaya kami segera saja menyesuaikan harganya sebagai langkah awal. Kami juga tidak ingin ada peralihan penggunaan dari non subsidi kemudian jadi beralih ke subsidi karena harganya cukup jauh," jelas dia.
Terpisah, Ketua Dewan Pertimbangan Hiswana Migas DIY, Siswanto mengungkapkan fenomena kenaikan harga gas non subsidi memang disebabkan oleh faktor global.
Baca Juga:Harga Gas Non Subsidi Tembus Rp190 Ribu, Masyarakat Dikhawatirkan Beralih ke Gas Subsidi
Menurutnya ketersediaan stok harus dipastikan dan pemerintah harus berperan aktif dalam proses monitoring agar peralihan penggunaan dari non subsidi ke gas subsidi bisa dicegah sedikit mungkin.
Di sisi lain, ia menyebut bahwa pengguna gas subdisi juga harus diawasi agar peruntukkannya sesuai dengan yang diharuskan. Jangan sampai ada pihak-pihak yang sengaja memanfaatkan fenomena kenaikan gas subsidi tersebut dengan tindakan yang menyalahi aturan dan berpotensi merugikan masyarakat banyak.
"Untuk stok kami juga tidak bisa bicara banyak karena hanya perpanjangan tangan dari pemerintah dalam hal penyaluran. Sebenarnya, jatah dan kuota per wilayah secara nasional sudah ditetapkan dan sudah terencana perbulannya berapa. Namun kami pastikan bahwa stok aman dan tersedia dalam jumlah cukup khususnya untuk DIY," ungkap Siswanto.