SuaraJogja.id - Perempuan berkerudung kelabu itu mengelap mulut dan hidung dua ekor sapinya yang diletakkan di Kandang Ternak Mulya Sari, Padukuhan Krebet, Kalurahan Bimomartani, Kapanewon Ngemplak, Kabupaten Sleman.
Setiap turun lelehan air liur dari sapi-sapi itu, dengan sigap disekanya hingga kering.
Dia adalah Nuning, seorang peternak yang sapinya terpapar penyakit mulut dan kuku (PMK). Nuning membeli sapi itu seharga Rp14,5 juta yang ia kumpulkan bersama suami tercinta. Satu sapi lainnya merupakan anakan dari sapi indukan miliknya.
"Pertama itu cuman flu biasa katanya. Makannya hanya sedikit-sedikit, tapi saya telateni terus," tutur Nuning, yang tak menyangka dua pekan lalu jadi waktu yang cukup pahit baginya, Rabu (22/6/2022).
Baca Juga:Bakal Debut dengan PSS Sleman, Ze Valente Curhat Soal Adaptasi dengan Lalu Lintas di Sleman
Setelah melihat sapi-sapi itu tak bernafsu makan, Nuning tak mau menerima situasi itu apa adanya. Pokoknya, kedua ekor sapinya itu harus sembuh.
Apalagi ketika kemudian tahu ternyata sapi-sapi di kandangnya itu tertular PMK, ia semakin telaten. Sapi limosin dan metal miliknya itu diberi pakan rumput dan molar.
"Dia [sapi] makannya sedikit-sedikit, maunya yang halus-halus begitu," kata dia, sembari memantau terus sapinya.
Selain itu, Nuning bersama suaminya rutin memberikan ramuan jahe, kunyit, lemon sebagai suplemen herbal penambah imunitas kedua sapi mereka.
Sapi milik Nuning dan suami terdiri dari jantan serta betina, total sekitar dua tahun ia merawat anak ternak tersebut.
Baca Juga:Gabung PSS Sleman, Ze Valente Tak Sabar Debut Bersama Skuad Super Elja
"Yang duluan sakit yang coklat. Saya telatenin sambil berdoa," ujarnya.
Ikhtiar yang dilakukan Nuning ditambah pula dengan melapor ke Puskeswan Ngemplak. Agar tim meninjau dan mengecek kesehatan sapi-sapi kecintaannya itu.
"Alhamdulillah sudah membaik," ungkapnya dengan bola mata memerah.
"Kalau sudah mau makan rumput itu, sininya [menunjuk dada] itu lega. Ayem," kata dia.
Saat dialog itu mengalir, Nuning memang memperdengarkan tawanya. Namun, mata berkaca-kaca dengan bola yang memerah menyiratkan situasi batin yang sesungguhnya dipendam ibu tiga anak itu.
Kendati demikian, masih ada yang mengganjal hatinya saat ini. Ia hanya bisa berharap sapi-sapinya sembuh, itu saja doanya. Sapi-sapi itu bukan hanya sekadar investasi, tabungan bagi Nuning dan keluarga. Melainkan seperti anggota keluarga.
"Kayak anak sendiri," suara ibu tiga anak ini tercekat di ujung kalimat. Telapak tangannya belum turun dari dada.
Ia juga tak akan menjual sapi-sapi tersebut, terlebih dalam kondisi sakit.
"Buat celengan saja. Tidak dijual, sing (yang) penting sembuh dulu," tuturnya.
Peternak lainnya di kandang kelompok yang sama juga menceritakan kegalauannya mengetahui sapi miliknya dan kerabat tertular PMK.
Slamet, lelaki 72 tahun itu mengingat-ingat, seorang dari anggota kelompok baru membeli anak sapi dari Boyolali, Jawa Tengah.
Berselang waktu, ada sejumlah sapi sakit dan berangsur kemudian jumlah ternak yang tidak sehat terus bertambah. Sapi milik Slamet dan anggota keluarganya tak terkecuali.
Padahal saat itu, satu bulan lagi, ia bisa menjual tiga sapi miliknya menyambut Iduladha 9 Juli 2022 mendatang.
“Setelah kena PMK ini, sapi-sapi saya tidak mau makan. Jadi, saya harus telaten dan sabar untuk menanganinya," ujarnya.
Menurut Slamet, ketika ternak sudah tidak doyan makan, maka daging mereka langsung jauh berkurang.
"Punya saudara saya sudah tidak terselamatkan lagi, akhirnya dijual murah. Harusnya bisa Rp25 juta tapi hanya laku Rp8 juta," tuturnya.
Slamet melihat, sebagai ternak sapi bukan hanya alat transaksi, tetapi juga bagian dari anggota keluarga.
Keluarga Slamet turun-temurun menjadikan sapi sebagai teknik berinvestasi.
"Waktu pertama tahu sapi saya kena PMK ya panik," sebutnya.
Awalnya ia tidak tahu kalau tiga sapi miliknya sudah terkena gejala PMK. Karena saat itu, sapi-sapi miliknya hanya terlihat mengeluarkan air liur begitu banyak.
"Pergilah saya ke Puskeswan dan ditanya ada apa? Saya laporkan, sapi saya kok keluar liur banyak. Mereka pun langsung mendatangi tempat saya,” kisah Slamet.
Tim dokter hewan dari Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) Ngemplak segera bertindak, hingga akhirnya kondisi tiga sapi milik dia bisa tertangani.
“Sekarang sudah mau makan. Saya telateni juga pakai empon-empon agar muncul imunitas. Hampir sembuh, tapi belum bisa kejual semua,” ujarnya.
Ketat, Transaksi Jual-Beli Sapi Banyak Daring
Sementara itu, berbeda dengan yang dilakukan Kelompok Ternak Taruna Mandiri, Padukuhan Ngalian, Kalurahan Widodomartani.
Ketua Kelompok Ternak setempat, yaitu Mintohartono menyebutkan, saat ini pihaknya lebih banyak berinteraksi dengan calon pembeli sapi lewat jalur daring.
Ia akan mengunggah dan mengirimkan foto serta video ternak yang siap jual, kepada calon pembeli. Bila ada kecocokan dan masih ingin melihat langsung, maka calon pembeli diperkenankan melihat sapi di kandang.
Namun di masa wabah PMK seperti sekarang, interaksi lebih ketat diterapkan untuk mencegah penularan kepada sapi-sapi di kandang.
"Motor dari luar tidak boleh masuk. Yang boleh masuk hanya motor milik peternak sapi di kandang," kata dia.
Demikian juga tidak boleh ada calon pembeli maupun makelar sapi masuk ke kandang.
"Blantik (makelar sapi) dan bakul (penjual sapi) jangan sampai masuk. Karena mobil mereka sudah dari pasar dan sudah ke mana-mana. Kejadian [penularan PMK] yang ada itu kan bakul masuk kandang, kena satu kena semua," tegas Minto.
Menurut dia, aturan keluar-masuk kandang lebih longgar bagi peternak kandang setempat. Karena selaku ketua ia sudah hafal dengan lalu-lintas dan mobilitas para peternak.
"Ngapunten (maaf), kalau orang asing kan dari pasar, dari jalan sudah ketemu angkutan sapi dari mana saja. Kalau di sini tidak sembarang bisa masuk," tambahnya.
Untuk mencegah penularan PMK kepada ternak di kandangnya, peternak menambahkan asupan vitamin dan mineral serta air minum lebih banyak kepada ternak.
Selain itu juga menyemprotkan ecoenzym dan cairan desinfeksi rutin.
"Desinfeksi lima hari sekali," imbuhnya.
Dokter Hewan Puskeswan Ngemplak drh.Yenni Kurniawati mengungkap, masyarakat tidak perlu panik bila menghadapi ternaknya yang terkena PMK. Karena tetap ada potensi ternak sembuh setelah terkonfirmasi PMK.
Walaupun ia mengakui, kondisi dan jangka waktu ternak untuk sembuh berbeda-beda tergantung imunitas masing-masing hewan.
"Ada yang dua hari, tiga hari, empat sampai lima hari. Ada yang di hari ke-4 makan masih sedikit tetapi hari ke-5 baru mau makan," ungkapnya.
Hanya saja kepada para pemilik ternak, ia tetap menekankan kehati-hatian. Mengingat, virus sumber PMK masih ada dalam tubuh ternak hingga dua tahun lebih.
"Jadi sewaktu-waktu masih bisa muncul dan masih bisa menularkan. Ini kan tidak ada obatnya, hanya meningkatkan daya tahan tubuh saja dan menunggu vaksin," kata dia.
Hingga pekan lalu tercatat ada 144 ekor ternak terkena PMK diwilayah Puskeswan Ngemplak. Mayoritas berjangkit di kandang besar atau komunal dan tidak banyak titik paparan.
Gejala terbanyak terlihat dari ternak PMK di wilayah ampuannya, yakni air liur berlebih, demam, tidak mau makan. Hampir sama dengan penyakit Bovine Ephemeral Fever (BEF).
"Itu demam tiga hari, hampir sama. Jadi kami biasanya evaluasi tiga hari. Kalau dalam tiga hari sembuh, artinya itu Insya Allah tidak PMK, kemungkinan hanya BEF atau gomen," sebut dia.
PMK Adalah Penyakit Kompleks
Yenni menambahkan, PMK adalah penyakit yang kompleks. Dapat menular secara langsung atau kontak antar hewan terjangkit dan berisiko; secara tidak langsung; airborne (perantara udara).
Penularan tidak langsung bisa melalui lalu-lintas orang maupun lalu-lintas ternak.
"Bahkan harus hati-hati bila kita baru saja bersama hewan terkena PMK, kita sudah cuci tangan dan bebersih. Tapi lupa, kalau tadi kita pakai HP (telepon genggam). Setelah itu kita bersama ternak sehat, nah dari virus yang menempel pada HP tadi bisa menularkan," tuturnya.
Ia menambahkan, semua bagian terbak yang terkena PMK berisiko tinggi menularkan kepada ternak sehat.
"Dari nafasnya sapi bisa menularkan, leleran (air liur) bisa menularkan, kotoran baik feses dan urin, daging bisa menularkan," kata dia.
Individu positif PMK, kala melahirkan, ada kemungkinan anaknya tidak tertolong karena minum air susu dari induk PMK.
Pasalnya, air susu atau ASI indukan juga mengandung virus PMK.
"Jadi anaknya itu ikut minum virusnya itu. Maka, kalau ada bayi anakan dari induk terkena PMK, kami sarankan agar diberikan susu formula khusus ternak," paparnya.
Kontributor : Uli Febriarni