Kisah Marsma Wahyu Hidayat Sudjatmiko Danpaspampres Pertama dari Korps TNI Angkatan Udara, Sempat Ditentang Sang Ayah

Pengangkatan Wahyu Hidayat Sudjatmiko sebagai Komandan Paspampresmerupakan sejarah baru bagi

Galih Priatmojo
Senin, 18 Juli 2022 | 15:36 WIB
Kisah Marsma Wahyu Hidayat Sudjatmiko Danpaspampres Pertama dari Korps TNI Angkatan Udara, Sempat Ditentang Sang Ayah
Wakil Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) Marsekal Pertama (Marsma) TNI Wahyu Hidayat Sudjatmiko. ANTARA/Muhammad Zulfikar/am.

Akan tetapi, tumbuh besar di lingkungan tentara membuat Wahyu membulatkan tekadnya untuk menjadi seorang tentara. Meski memperoleh tentangan dari Djatmiko, Wahyu tetap mendaftarkan diri untuk masuk ke Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau AKABRI.

Selain mendaftarkan diri di AKABRI, Wahyu juga sempat mendaftarkan diri sebagai bintara polisi. Usai pengumuman kelulusan dan ia dinyatakan lulus di AKABRI dan Polri, Wahyu memilih untuk mengikuti cita-citanya menjadi anggota TNI.

Tahun 1990, tuturnya mengisahkan, ia berangkat ke Magelang, Jawa Tengah, tepat setelah ia menuntaskan pendidikannya di jenjang SMA.

Jerih payahnya dalam menjalani seleksi lantas menghasilkan buah manis; Wahyu terpilih untuk menjadi anggota TNI Angkatan Udara, matra yang menjadi pilihan pertama pria dengan zodiak Virgo ini.

Baca Juga:Jet Tempur TNI AU Paksa Daratkan Pesawat Asing di Lanud Soewondo Medan

Terinspirasi oleh sosok yang kala itu menjadi pengasuhnya saat berada di tingkat tiga, yakni mantan Komandan Komando Pasukan Gerak Cepat Marsda TNI (Purn) Eris Widodo Yuliastono, Wahyu pun memilih untuk menjadi bagian dari Korps Pasukan Khas (Paskhas), yang saat ini bernama Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat).

Dari titik tersebut, kariernya pun dimulai.

Istri yang menguatkan

Wahyu mengecap hidup penuh ketegangan ketika ia menjadi bagian dari Paskhas. Ia ikut terjun dalam penanganan konflik di Aceh, kerusuhan di Ambon, gejolak di Timor Timur, konflik di Papua, serta guncangan keamanan di berbagai sudut Indonesia lainnya.

Tas selalu siap untuk dibawa pergi bertugas. Bahkan, kalau bisa, pakaian bertugas pun selalu melekat pada tubuh karena dirinya harus selalu di dalam kondisi siaga. Tidak ada yang tahu kapan kerusuhan akan meledak dan panggilan untuk bertugas dapat datang sewaktu-waktu.

Baca Juga:Basarnas dan TNI AU Evakuasi Korban Kecelakaan Pesawat Susi Air di Timika

Terlebih, saat itu personel pasukan elit TNI AU ini tidak terlalu besar, hanya sekitar 2.000 orang.

Situasi tersebut mengakibatkan Wahyu kerap harus meninggalkan istrinya,  Neneng Roheni, dokter gigi PNS di TNI AU, untuk bertugas. Sebaliknya, Neneng tak pernah meninggalkan Wahyu. Saat mengandung anak pertama pun, Neneng lebih memilih tinggal di rumah dinas meski sendirian, ketimbang pulang ke rumah orangtuanya.

“Saya melewatkan kelahiran anak pertama saya. Saat yang kedua lahir juga saya nggak nungguin,” tuturnya.

Ketika Wahyu pulang dari bertugas, anak pertamanya sudah bisa berjalan. "Saya dipanggil Om," kata Wahyu.

Tekanan ketika berpisah dari keluarga merupakan salah satu penyebab gundah yang ia rasakan saat bertugas.

Dalam situasi seperti itu, Sang Istri menjadi sosok yang menenangkan bagi Wahyu. Neneng Roheni merupakan sosok yang tangguh dan mandiri, begitulah Wahyu menggambarkan istrinya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini