KPU Perbolehkan Kampanye di Kampus, Pakar Politik UGM Soroti Dampak Positif-Negatif

Model kampanye politik yang dilakukan di dalam lingkungan kampus pun harus berbeda.

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Rabu, 27 Juli 2022 | 16:11 WIB
KPU Perbolehkan Kampanye di Kampus, Pakar Politik UGM Soroti Dampak Positif-Negatif
Ilustrasi KPU (Google Maps/Aunur Rofiq)

SuaraJogja.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum lama ini menyatakan bahwa kampanye politik boleh dilakukan di lingkungan kampus. Keputusan ini menimbulkan perdebatan oleh sejumlah kalangan.

Pakar Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Wawan Masudi menilai bahwa hal itu sah-sah saja dilakukan. Namun harus dibarengi dengan konsep yang matang dalam realisasinya.

Model kampanye politik yang dilakukan di dalam lingkungan kampus pun harus berbeda. Jika kemudian dibandingan dengan kampanye di luar kampus. 

Ia menyebut jika memang dapat dilakukan secara baik akan ada benefit atau dampak positif yang dapat dirasakan. Baik oleh partai politik (parpol) maupun mahasiswa yang ikut.

Baca Juga:Meski Ditetapkan Jadi Tersangka, Mantan Ketua KPU Depok Titik Nurhayati Belum Ditahan, Ini Penjelasannya

"Jadi yang pasti dari sisi parpol dan kandidat mereka akan dipaksa untuk bisa menghadirkan ide yang memang relevan dengan kebutuhan masyarakat. Kampanye kan sekaligus merupakan political janji politik. Selain substansi juga cara berkampanye yang jauh lebih cerdas," kata Wawan dihubungi awak media, Rabu (27/7/2022).

Kemudian dari mahasiswanya, kata Wawan itu akan menjadi sangat bagus untuk bisa menghadirkan tantangan-tantangan bagi para kandidat atau parpol yang berkampanye. Serta kemudian memberikan agenda-agenda politik yang dianggap penting untuk dijalankan.

"Jadi akan ada benefit dari dua belah pihak, yang benefit yang paling tinggi adalah menyehatkan proses demokrasi kita yang lebih bagus. Sebab selama ini kan kita hanya sibuk melulu tentang proseduralnya," ujarnya.

Menurut Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (Fisipol UGM) itu kampus juga disebut sebagai tempat pemilih muda terepresentasi. Walaupun memang pemilih muda sendiri dapat berasal dari berbagai tempat.

Belum lagi melihat dari demografi pemilih muda di kampus yang terbilang cukup banyak. Sehingga tidak dipungkiri kampus menjadi salah satu tempat yang strategis. 

Baca Juga:Sejumlah Catatan PAN Soal KPU Izinkan Kampanye di Kampus

"Harus diingat dari sisi demografi politiknya nanti jumlah pemilih dari pada pemilu 2024 itu mencapai sekitar angka kasarnya 45-46 persen. Jadi anggaplah hampir separuh dari pemilih untuk 2024 itu berada di usia kategori 17-40an, itu jumlah pemilih yang sangat gede," ungkapnya.

Kampanye di kampus, kata Wawan, harus digunakan untuk mendorong model-model proses elektoral. Kebijakan tersebut akan bagus sejauh memang masih dalam kerangka programatik tadi.

Namun kemudian tidak menjadi bagus jika kemudian semata-mata hanya digunakan sebagai arena menggali suara saja. Apalagi memanfaatkan semata-mata jaringan kemahasiswaan di kampus.

"Apalagi yang kita tahu jaringan kemahasiswaan di kampus itu punya afiliasi politik. Nah itu yang kurang bagus. Jadi urut-urutan berpikirnya begitu, jangan langsung dipotong, kampus tempat kampanye, iya lalu idenya apa. Itu yang saya kira perlu diperhatikan," tandasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini