SuaraJogja.id - Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta menggelar prosesi jamasan Pusaka Tombak Kanjeng Kyai Wijaya Mukti pada Kamis (4/8/2022). Prosesi jamasan tersebut ternyata juga memiliki makna tersendiri di dalamnya.
Kepala Dinas Kebudayaan Kota Jogja Yetti Martanti mengatakan bahwa jamasan tombak pemberian Sri Sultan Hamengku Buwono X itu tidak sekadar pembersihan saja, tetapi juga ada makna lebih bagi Pemkot Yogyakarta.
"Jadi ini memang kita membersihkan pusaka yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Yogyakarta dan ada makna juga selain kita membersihkan pusaka-pusaka yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Yogyakarta," kata Yetti kepada awak media, Kamis (4/8/2022).
"Bagaimana kemudian kita memaknai jamasan pusaka ini sebagai pemerintah sebagai abdi masyarakat sebagai pelayan masyarakat. Tentunya memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat, supaya kita juga bersih," sambungnya.
Baca Juga:Melihat Prosesi Jamasan Pusaka Tombak Kyai Wijaya Mukti di Balai Kota Yogyakarta
Laiknya menjamas atau mencuci benda pusaka yang dibuat pada tahun 1921, tepatnya pada masa pemerintahan HB VIII tersebut, kebersihan perlu dimaknai juga oleh seluruh pihak yang ada di pemerintahan Kota Jogja.
"Bersih diri untuk juga bisa memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat yang tujuannya juga bisa menyejahterakan masyarakat," terangnya.
Dengan jamasan pusaka ini, Yetti berharap masyarakat dapat lebih memahami makna dari budaya itu sendiri; tidak hanya dimaknai sebagai ritual saja, tetapi juga lebih dari itu ada makna untuk masyarakat.
"Jangan sampai masyarakat enggak tahu apa sih makna dari jamasan pusaka itu. Jangan hanya dilihat sebagai ritual pembersihan benda saja tapi bagaimana makna di balik itu, yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Jogja untuk masyarakat itu sendiri," tandasnya.
Prosesi jamasan sendiri berlangsung di halaman air mancur Balaikota Yogyakarta secara khusyuk. Pejabat (Pj) Wali Kota Yogyakarta Sumadi sendiri yang secara langsung melakukan jamasan pusaka tersebut dibantu oleh para abdi dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Baca Juga:Peringatan 1 Suro di Candi Borobudur, Mengembalikan Nilai Sakral