SuaraJogja.id - Proyek pembangunan tol Jogja-Bawen seksi I di Kabupaten Sleman berdampak satu cagar budaya Ndalem Mijosastran. Tepatnya berada di wilayah Padukuhan Pundong II, Kalurahan Tirtoadi, Kapanewon Mlati.
Cagar budaya berbentuk rumah limasan tersebut masih berdiri di area Izin Penetapan Lokasi (IPL) proyek karena belum resmi dilakukan pembebasan lahan.
Keluarga Pemegang Hak Waris Bangunan Cagar Budaya Ndalem Mijosastran, Widagdo Marjoyo, menyebut, pihak keluarga seluruhnya bersepakat menginginkan Ndalem Mijosastran diperlakukan khusus selayaknya bangunan cagar budaya.
"Terutama berkaitan appraisal, enilaian publiknya harus melibatkan pihak berwenang yang mengurusi cagar budaya," tegasnya, Minggu (4/9/2022).
Baca Juga:Pemerintah Gelontor Rp5 Triliun, Pembayaran Ganti Lahan Tol Jogja-Solo Ditarget Kelar Akhir Tahun
Menurut Widagdo, hingga saat ini belum ada kepastian kapan bangunan tersebut akan dilakukan pembebasan.
Namun, pihak PPK tol Jogja-Bawen sudah mendatangi pihak keluarga untuk membicarakan mekanisme pembebasan.
Ia berharap, perselisihan yang melatarbelakangi belum direlokasinya Ndalem Mijosastran bisa segera didapatkan solusinya sesegera mungkin.
Hal itu tentunya juga untuk mendukung agar pembangunan konstruksi tol bisa dilakukan.
Tetapi sekali lagi, ulangnya, karena rumah keluarganya itu merupakan cagar budaya, maka pemerintah harus punya komitmen menjaga rumah tersebut.
Baca Juga:30 Kalurahan di Tiga Kabupaten Akan Dilintasi Trase Tol Jogja-YIA
"Direlokasi utuh. Karena nilai cagar budaya, harus dijaga kemanfaatannya. Kalau tidak utuh maka bisa hilang pula maknanya," kata dia.
Ia meyakini pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki komitmen itu, terlebih sudah ada undang-undang yang mengaturnya.
Kepala Kundha Niti Mandala sarta Tata Sasana (Dinas Pertanahan dan Tata Ruang) Daerah Istimewa Yogyakarta Krido Suprayitno mengatakan, lahan Ndalem Mijosastran masuk pengadaan tanah proyek jalan tol Jogja-Bawen tahap pertama.
Bila proses pengadaan tanah tahap pertama ini belum selesai, maka tim persiapan pengadaan tanah tidak akan memproses rencana penambahan lahan tol.
"Ini harus selesai dulu. Kami selaku tim persiapan tidak akan memproses. Sehingga [supaya] nanti kami tidak punya tunggakan," kata dia.
Krido menyatakan, pembangunan jalan tol tidak boleh melewati cagar budaya. Artinya, keberadaan cagar budaya harus dilindungi.
Terkait Ndalem Mijosastran, mengingat bangunannya berupa rumah limasan tradisional, maka Pemda DIY merekomendasikan agar tim proyek merelokasi secara utuh bangunan yang menjadi cagar budaya tersebut.
"Pertanyaannya, yang menjadi cagar budaya tanah atau bangunannya?Jika bangunan, maka harus diperlakukan sebagai cagar budaya. Yaitu, harus direlokasi utuh. Jika cuma direlokasi setengah, akan menghilangkan cagar budaya-nya," tuturnya.
Diketahui, Ndalem Mijosastran di masa lampau memiliki sejarah sebagai pos Tentara Indonesia, di masa penjajahan.
Pada 2015, bangunan ini mendapatkan penghargaan anugerah budaya Pelestarian Cagar Budaya dari Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, dan pada 2017 melalui Surat Keputusan Bupati Sleman, No:14.7/Kep.KDH/A/2017 tertanggal 6 Februari 2017 ditetapkan menjadi cagar budaya,
Bangunan tersebut saat ini berdiri tepat bersisian dengan area lahan proyek yang sudah dibersihkan.
Karena masih berdiri walaupun alat berat sudah beroperasi di sekitarnya, pagar bangunan Ndalem Mijosastran juga sempat tak sengaja terkena alat berat sampai mengalami kerusakan.
PPK Proyek Tol Jogja-Bawen Mustanir mengungkap, pihaknya berkomitmen untuk segera menyelesaikan tahap pembebasan lahan di kawasan proyek tol Jogja-Bawen.
Termasuk pembebasan lahan pada tanah karakter khusus, seperti tanah wakaf maupun Tanah Kas Desa (TKD).
"Target khusus, di 2023 selesai," kata dia.
Kontributor : Uli Febriarni