SuaraJogja.id - Dugaan pelecehan seksual yang dialami Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo, di Magelang dapat diproses apabila didukung alat bukti, seperti disampaikan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Polisi Agus Andrianto.
Ia menyayangkan, dugaan pelecehan tersebut tidak dilaporkan oleh Putri maupun Inspektur Jenderal Polisi Ferdy Sambo ke Polres setempat pada hari kejadian, sehingga tidak ada olah tempat kejadian perkara dan pengambilan bukti-bukti terkait kejadian itu.
“Sepanjang didukung dengan alat bukti ya kami proses. Sayangnya mereka tidak melaporkan kejadian tersebut kepada kepolisian (Polres), sehingga tak ada olah TKP dan pengambilan bukti-bukti terkait kejadian tersebut,” ujar dia, kepada wartawan di Jakarta, Senin.
Andrianto pernah menyampaikan, hanya Allah SWT, Candrawathi dan Almarhum Brigadir J yang tahu pasti apa yang terjadi di Magelang itu. Penyidik yang menelusuri di Magelang tidak menemukan alat bukti, bahkan tidak ada CCTV di rumah tersebut.
Baca Juga:Lagi, Kejagung Kembalikan Berkas Perkara Tersangka Kasus Brigadir J, Kali Ini Putri Candrawathi
Putri pernah membuat laporan dugaan pelecehan seksual oleh Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J ke Polres Metro Jakarta Selatan, Jumat (8/7) dengan TKP Kompleks Polri Duren Tiga. Diduga laporan itu sebagai skenario untuk mengaburkan peristiwa yang sebenarnya, yakni penembakan terhadap Brigadir J.
Laporan itu dihentikan penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri pada 12 Agustus 2022, karena tidak ditemukan peristiwa pidananya. Putri ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan Brigadir J.
Belakangan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menemukan dugaan kekerasan seksual Brigadir J kepada Candrawathi, istri Sambo.
Dari laporan hasil pemantauan dan penyelidikan Komnas HAM, dugaan kekerasan seksual terjadi di Magelang, Kamis (7 Juli 2022). Peristiwa itu terjadi setelah Chandrawati merayakan hari ulang tahun pernikahan sekitar pukul 00.00 WIB.
Merujuk pada UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual satu alat bukti, yaitu keterangan korban dapat dilaporkan dan diproses hukum. Hal ini berbeda dengan pola pemidanaan di mana perlu dua alat bukti yang sah.
Baca Juga:Kuasa Hukum Keluarga Brigadir J Meradang, Temuan Komnas HAM Dinilai Menyesatkan
Andrianto mengakui UU TPKS sedikit menyulitkan penyidikan. Namun, ia menegaskan bahwa apapun yang dinarasikan, penyidik harus didukung dengan alat bukti yang ada. “Apapun yang dinarasikan bagi kami penyidik ya harus didukung alat bukti yang ada,” kata Andrianto.
- 1
- 2