ORI DIY Datangi SMP N 1 Berbah, Soroti Fasilitas Sekolah yang Belum Berikan Akses Bagi Siswa Difabel

Terdapat satu siswa yang masih bisa mengakses fasilitas sekolah, namun satu siswa lainnya sangat sulit mengakses sarana di sekolah setempat.

Muhammad Ilham Baktora
Senin, 19 September 2022 | 18:20 WIB
ORI DIY Datangi SMP N 1 Berbah, Soroti Fasilitas Sekolah yang Belum Berikan Akses Bagi Siswa Difabel
Ilustrasi disabilitas / difabel (pixabay.com)

SuaraJogja.id - Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta (ORI DIY) mendatangi Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Berbah (SMP N 1 Berbah), Kapanewon Berbah, Kabupaten Sleman, Senin (19/9/2022).

Kedatangan ORI DIY ke sekolah tersebut berdasarkan laporan masyarakat, yang peduli dengan aksesibilitas bagi siswa difabel. Aksesibilitas berupa jalur untuk kursi roda maupun ramp, didapati belum ada di sekolah yang dimaksud.

Asisten ORI Perwakilan DIY, Muhammad Rifqi menuturkan, ada dua siswa kelas VII yang berkebutuhan khusus kategori keterbatasan fisik di sekolah itu.

Satu anak masih bisa menggunakan kakinya untuk berjalan normal, namun tidak demikian dengan kaki yang sebelah lagi. Sementara satu anak berikutnya, sama sekali tidak bisa menggunakan kakinya, dalam beraktivitas sehari-hari.

Baca Juga:Ruang Kelas SD Lombok Timur Bau Apek Karena Banyak Siswa Tidak Mandi ke Sekolah

"Dari yang kami lihat, sekolah belum memiliki fasilitas bagi mereka yang berkebutuhan khusus ini," ucapnya, di depan sekolah setempat, Senin.

Berdasarkan keterangan sekolah, ini adalah pengalaman kali pertama mereka menerima siswa anak berkebutuhan khusus (ABK) kategori fisik.

"Tapi karena diinstruksikan sebagai sekolah inklusi, semestinya sekolah sudah bersiap sedari sekolah buka [memulai ajaran baru]," kata dia.

Anak yang satu, menurut Rifqi, masih bisa mengikuti aktivitas seperti biasa di sekolah. Karena ia masih bisa melakukan banyak aktivitas sendiri.

Namun satu anak lainnya, harus membutuhkan bantuan orang tua bila akan berpindah ruangan.

Baca Juga:Ganjar Kagum dengan Komunitas Disabilitas Satu Hati di Klaten: Mereka Sangat Peduli

"Jadi kalau ke laboratorium, orang tua datang dan menggendong anak itu. Kalau waktunya pulang sekolah, dia dijemput," tuturnya.

"Anak itu kalau di rumah katanya ada kursi roda, tapi tidak dibawa. Karena kalaupun dibawa, susah. Belum ada aksesnya," tambah Rifqi.

Usai kunjungan ke sekolah, ORI DIY belum bisa memberikan rekomendasi apapun. Sebab, saat ini masih tahap awal mengumpulkan data. Selanjutnya, pihaknya akan berkomunikasi dengan sejumlah pihak, setelah itu baru menyusun kesimpulan dan rekomendasi dapat dilihat dari tahap tersebut.

"Sekolah ada rencana membangun [jalur aksesibilitas difabel fisik], tapi mungkin di internal sekolah akan ada pembicaraan juga," imbuhnya.

Menurut Rifqi, sekolah perlu menyediakan akses ramah ABK, karena mereka punya hak sama untuk dilayani dalam pendidikan, sama seperti anak lainnya yang non difabel.

Bahkan harapannya, dengan adanya fasilitas penunjang, siswa ABK bisa mandiri tak terlalu bergantung pada bantuan orang lain.

Harapannya dengan fasilitas penunjang, siswa ABK bisa mandiri, tak terlalu tergantung dengan orang lain.

Wakil Kepala Sarana Prasarana SMP N 1 Berbah, Joko Triyono membenarkan bahwa ini kali pertama sekolah menerima siswa ABK fisik. Sebelumnya mereka pernah menerima ABK, namun kategori difabel intelektual.

Saat menerima anak difabel yang saat ini menempuh pendidikan di kelas VII, sekolah sudah berkomunikasi dan menanyakan beberapa poin kepada orang tua yang bersangkutan.

Anak yang masih bisa berjalan, ia akan beraktivitas seperti anak lain, mandiri dan tidak membutuhkan banyak bantuan. Berbeda dengan anak yang satu lagi.

"Kami tanya, misalnya kalau mau ke belakang [toilet] bagaimana? Kalau aktivitas mau pindah-pindah bagaimana? Dari keterangan mereka, anak itu akan menelepon orangtuanya, selanjutnya dia digendong orangtua," tuturnya.

Namun ia menyatakan, hingga kini sang anak belum pernah meminta pertolongan untuk menuju ke toilet. Sehingga tidak menjadi persoalan.

Bukan hanya itu, anak difabel ini diberi dispensasi tak mengikuti mata pelajaran (mapel) olahraga di luar kelas dan boleh tidak mengikuti upacara bendera.

"Dapat tugas mapel olahraga secara digital dari gurunya," ucapnya.

Mengakui sekolah belum punya jalur akses bagi siswa ABK fisik, Joko menyebut sekolah telah menganggarkan dana untuk itu, namun diperkirakan baru bisa digunakan pada tahun depan.

Selain itu, pihaknya juga sudah melapor ke Dinas Pendidikan Sleman soal kondisi sekolah yang belum memberikan akses penuh bagi ABK fisik.

Kepala SMP N 1 Berbah, Noor Rohmah menyatakan, anak-anak difabel yang duduk di bangku kelas VII A ini ditempatkan di satu kelas yang sama.

Sekolah tetap menerima anak-anak difabel ini dan memberi mereka hak sama dalam menerima pelajaran di sekolah. Bahkan sekolah memberi kesempatan dan informasi bagi keduanya, agar mengikuti sejumlah kompetisi, sebagai upaya membangun kepercayaan diri mereka.

Kendati begitu, ia mengakui sekolah belum memenuhi sarana untuk menyiapkan fasilitas yang lebih mudah diakses bagi keduanya.

Untuk mengubah dan membangun akses jalur kursi roda atau ramp bagi siswa ABK tersebut, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Dinas Kebudayaan Sleman, mengingat gedung sekolah merupakan cagar budaya.

Kepala Bidang SMP, Dinas Pendidikan Sleman, Dwiwarni Yuliastuti menyebut, hingga siang tadi pihaknya belum menerima informasi maupun dokumen tentang kunjungan ORI DIY terkait ketiadaan akses jalur untuk ABK di SMP N 1 Berbah.

"Nanti kami coba cari tahu, minta klarifikasi dulu ya," kata dia.

Kontributor : Uli Febriarni

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak