SuaraJogja.id - Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta (ORI DIY) mendatangi Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Berbah (SMP N 1 Berbah), Kapanewon Berbah, Kabupaten Sleman, Senin (19/9/2022).
Kedatangan ORI DIY ke sekolah tersebut berdasarkan laporan masyarakat, yang peduli dengan aksesibilitas bagi siswa difabel. Aksesibilitas berupa jalur untuk kursi roda maupun ramp, didapati belum ada di sekolah yang dimaksud.
Asisten ORI Perwakilan DIY, Muhammad Rifqi menuturkan, ada dua siswa kelas VII yang berkebutuhan khusus kategori keterbatasan fisik di sekolah itu.
Satu anak masih bisa menggunakan kakinya untuk berjalan normal, namun tidak demikian dengan kaki yang sebelah lagi. Sementara satu anak berikutnya, sama sekali tidak bisa menggunakan kakinya, dalam beraktivitas sehari-hari.
Baca Juga:Ruang Kelas SD Lombok Timur Bau Apek Karena Banyak Siswa Tidak Mandi ke Sekolah
"Dari yang kami lihat, sekolah belum memiliki fasilitas bagi mereka yang berkebutuhan khusus ini," ucapnya, di depan sekolah setempat, Senin.
Berdasarkan keterangan sekolah, ini adalah pengalaman kali pertama mereka menerima siswa anak berkebutuhan khusus (ABK) kategori fisik.
"Tapi karena diinstruksikan sebagai sekolah inklusi, semestinya sekolah sudah bersiap sedari sekolah buka [memulai ajaran baru]," kata dia.
Anak yang satu, menurut Rifqi, masih bisa mengikuti aktivitas seperti biasa di sekolah. Karena ia masih bisa melakukan banyak aktivitas sendiri.
Namun satu anak lainnya, harus membutuhkan bantuan orang tua bila akan berpindah ruangan.
Baca Juga:Ganjar Kagum dengan Komunitas Disabilitas Satu Hati di Klaten: Mereka Sangat Peduli
"Jadi kalau ke laboratorium, orang tua datang dan menggendong anak itu. Kalau waktunya pulang sekolah, dia dijemput," tuturnya.
"Anak itu kalau di rumah katanya ada kursi roda, tapi tidak dibawa. Karena kalaupun dibawa, susah. Belum ada aksesnya," tambah Rifqi.
Usai kunjungan ke sekolah, ORI DIY belum bisa memberikan rekomendasi apapun. Sebab, saat ini masih tahap awal mengumpulkan data. Selanjutnya, pihaknya akan berkomunikasi dengan sejumlah pihak, setelah itu baru menyusun kesimpulan dan rekomendasi dapat dilihat dari tahap tersebut.
"Sekolah ada rencana membangun [jalur aksesibilitas difabel fisik], tapi mungkin di internal sekolah akan ada pembicaraan juga," imbuhnya.
Menurut Rifqi, sekolah perlu menyediakan akses ramah ABK, karena mereka punya hak sama untuk dilayani dalam pendidikan, sama seperti anak lainnya yang non difabel.
Bahkan harapannya, dengan adanya fasilitas penunjang, siswa ABK bisa mandiri tak terlalu bergantung pada bantuan orang lain.