SuaraJogja.id - Diduga adanya penyalahgunaan pengadaan rapid test antibody pada Pemiliham Kepala Daerah (Pilkada) 2020 lalu, Kejaksaan Negeri Bantul lakukan pemeriksaan terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU), Dinas Kesehatan (Dinkes), dan 27 puskesmas.
"Terdapat informasi tentang pengadaan rapid test Pilkada 2020 terhadap KPPS. Ada 2 kali tahapan, pertama KPU dengan Dinkes, yang kedua KPU dengan 27 puskesmas," papar Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Bantul, Muhandas, Senin (19/9/2022).
Ia menjelaskan, kronologi tersebut berawal saat dana mengenai rapid test belum masuk ke KPU, karena situasi mendadak peralatan rapid test disupplay oleh Dinkes pada 27 puskesmas dan menggunakan stok yang tersisa di setiap puskesmas.
Melalui pengadaan rapid test tersebut puskesmas mengajukan penagihan atau invoice ke KPU. Setelah dana dicairkan dari KPU, oleh puskesmas dana tersebut masuk ke Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
Baca Juga:Duh, Dua Oknum Bawaslu Kota Depok Tilap Dana Hibah Pemilu untuk Hiburan Malam
"Pertanyaannya, boleh enggak ini masuk dalam BLUD? Karena sejatinya puskesmas tidak mengeluarkan dana apa pun," terangnya.
Ia menyebutkan dana yang terlibat atas dugaan kasus ini mencapai Rp4 milyar. Karena diduga ada penyelewengan pibak Kejari melakukan pemeriksaan terhadap KPU dan seluruh puskesmas yang terlibat.
"Kita selesaikan dengan KPU, dari bendahara berapa yang ditagih. Begitu juga dengan puskesmas, rekening serta dana BLUD semua kita cek," katanya.
Setelah dilakukan pemeriksaan Kejari Bantul mendapatkan prosedur dan bukti yang jelas tanpa adanya penyelewengan, sehingga pemeriksaan dihentikan dan kasus ini ditutup pada 15 Agustus 2022.
"Dari pemeriksaan dana berasal dari BLUD, jadi negara tidak dirugikan sama sekali. Kemudian kasus ini dihentikan," pungkasnya.
Baca Juga:PCR Dihapus, Penumpang Kereta Api Mulai 30 Agustus Wajib Booster