7 Alasan Indonesia Gagal Menjadi Negara Sepak Bola, Diantaranya Anarkis dan Faktor Keamanan yang Kurang

Insiden yang terjadi di Stadion Kanjuruhan telah menimbulkan perspektif baru jika Indonesia gagal menjadi negara sepak bola.

Galih Priatmojo
Senin, 03 Oktober 2022 | 12:54 WIB
7 Alasan Indonesia Gagal Menjadi Negara Sepak Bola, Diantaranya Anarkis dan Faktor Keamanan yang Kurang
Sejumlah penonton membawa rekannya yang pingsan akibat sesak nafas terkena gas air mata yang ditembakkan aparat keamanan dalam kericuhan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022) malam. [ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto]

SuaraJogja.id - Insiden yang terjadi di Stadion Kanjuruhan Malang (1/10/2022) telah merenggut korban jiwa sebanyak 125 nyawa orang tak bersalah melayang.

Tragedi berdarah tersebut telah menyita banyak perhatian publik, tidak hanya nasional bahkan kabar duka yang terjadi seusai derby Jatim antara Arema FC vs Persebaya Surabaya tersiar sampai ke mancanegara.

Kejadian yang telah memakan banyak korban nyawa telah menimbulkan perspektif baru di kalangan waarganet. Mereka sepakat berasumsi jika Indonesia telah gagal menjadi negara sepak bola. Karena menurut warganet, modal basis suporter dan fanatisme yang besar ternyata tidak cukup untuk menyandang predikat tersebut.

Berikut 7 alasan terkuat mengapa Indonesia dianggap gagal untuk menjadi negara sepak bola seperti dikutip dari @lingkarfootball. 

Baca Juga:Bela Aksi Tembak Gas Air Mata di Tragedi Kanjuruhan, Nikita Mirzani: Daripada Polisi Mati Konyol

1. Suporter Anarkis 

Disadari atau tidak, fanatisme yang besar bisa menyebabkan pola hidup yang anarkis. Hal itu tergambar jelas dalam dunia sepak bola Indonesia, meski tidak semua seperti itu. Namun klub dengan basis suporter besar kerap terlibat bentrok antar suporter, pemain, atau manajemen klub.

2. Ingin Menang Terus dan Menyandang Status Juara

Kebiasaan yang terjadi di Indonesia, banyak suporter yang menginginkan klubnya selalu memenangkan pertandingan dan semua ingin meraih gelar juara. Padahal gelar juara hanya akan diperoleh oleh satu klub saja. Kurangnya kedewasaan dan kesadaran terhadap prinsip kalah dan menang, akan memicu tindakan anarkisme di kalangan suporter.

3. Tim Keamanan dan Para Aparat Kepolisian Bikin Bahaya

Baca Juga:FIFA Kibarkan Bendera Setengah Tiang

Tim keamanan dan aparat kepolisian terkadang mengambil tindakan tidak sesuai SOP yang berlaku dalam dunia sepak bola. Hal ini disebabkan karena minimnya sosialisasi regulasi yang dilakukan oleh PSSI selaku induk sepak bola Indonesia kepada pihak yang berwajib.

4. Stadion Belum Standar FIFA

Masih banyak stadion klub peserta Liga Indonesia yang belum memenuhi standr FIFA. Hal ini menjadi catatan penting bagi warganet yang menganggap jika Indonesia gagal menjadi negara sepak bola.

5. Ada Campur Tangan Politik

Isu politik dalam dunia sepak bola Indonesia bukanlah hal yang baru lagi. Setiap peralihan kepemimpinan, isu politik tak bisa dijauhkan dari sepak bola Indonesia. Padahal sepak bola seharusnya harus dijauhkan dengan isu politik.

6. TV Hanya Mengedepankan Rating Daripada Keselamatan Pemain dan Suporter

Banyak yang menyayangkan pemilik hak siar Liga Indonesia lebih mengutamakan rating penonton. Padahal keselamatan para pemain dan suporter seharusnya lebih diutamakan. Kick-off pertandingan yang terlalu malam telah menimbulkan rasa kecewa di kalangan warganet.

7. Panpel Hanya Mengejar Keuntungan

Warganet mengklaim jika Panitia Pelaksana (Panpel) hanya sibuk mencari keuntungan. Beberapa kali Panpel tertangkap basah menjual tiket pertandingan lebih banyak daripada kapasitas stadion yang tersedia.

Kontributor : Moh. Afaf El Kurnia

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak