Satu dari Tiga Remaja Indonesia Miliki Masalah Kesehatan Mental, Terbanyak Alami Gangguan Cemas

I-NAMHS menunjukkan bahwa satu dari tiga remaja Indonesia memiliki masalah kesehatan mental

Galih Priatmojo
Kamis, 20 Oktober 2022 | 17:33 WIB
Satu dari Tiga Remaja Indonesia Miliki Masalah Kesehatan Mental, Terbanyak Alami Gangguan Cemas
Ilustrasi kesehatan mental, link kalkulator kesehatan mental. (Pixabay/anemone)

SuaraJogja.id - National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) merupakan survei kesehatan mental nasional pertama di Indonesia yang mengukur angka kejadian gangguan mental pada remaja 10 – 17 tahun di Indonesia. I-NAMHS merupakan bagian dari National Adolescent Mental Health Survey (NAMHS) yang juga diselenggarakan di Kenya (K-NAMHS) dan Vietnam (V-NAMHS). Penelitian ini dikerjakan melalui kerja sama antara Universitas Gadjah Mada (UGM), University of Queensland (UQ) Australia, Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health (JHSPH) Amerika Serikat, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes), Universitas Sumatera Utara (USU) dan Universitas Hasanuddin (Unhas).

I-NAMHS berfokus untuk menghitung beban penyakit (prevalensi) enam gangguan mental yang paling umum di antara remaja, yaitu fobia sosial, gangguan cemas menyeluruh, gangguan depresi mayor, gangguan perilaku, gangguan stres pasca trauma (PTSD), dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD). I-NAMHS juga mengidentifikasi faktor risiko dan pelindung yang berhubungan dengan gangguan mental remaja seperti perundungan, sekolah dan pendidikan, hubungan teman sebaya dan keluarga, perilaku seks, penggunaan zat, pengalaman masa kecil yang traumatis, dan penggunaan fasilitas kesehatan.

Pengumpulan data dilaksanakan di tahun 2021 oleh enumerator yang telah terlatih untuk melakukan wawancara kepada remaja dan pengasuhnya. Semua proses pengumpulan data dilakukan dengan mengikuti protokol kesehatan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 5.664 remaja dan pengasuhnya berpartisipasi dalam I-NAMHS. I-NAMHS menunjukkan bahwa satu dari tiga remaja Indonesia memiliki masalah kesehatan mental sementara satu dari dua puluh remaja Indonesia memiliki gangguan mental dalam 12 bulan terakhir. Angka ini setara dengan 15.5 juta dan 2.45 juta remaja. Remaja dengan gangguan mental mengalami gangguan atau kesulitan dalam melakukan kesehariannya yang disebabkan oleh gejala gangguan mental yang ia miliki. Remaja dalam kelompok ini adalah remaja yang terdiagnosis dengan gangguan mental sesuai dengan panduan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Edisi Kelima (DSM-5) yang menjadi panduan penegakan diagnosis gangguan mental di Indonesia.

Baca Juga:Benarkah Mahasiswa UGM Lakukan Demonstrasi Tolak Pernyataan Rektor soal Ijazah Jokowi? Ini Faktanya!

Gangguan mental yang paling banyak diderita oleh remaja adalah gangguan cemas (gabungan antara fobia sosial dan gangguan cemas menyeluruh) sebesar 3.7%, diikuti oleh gangguan depresi mayor (1.0%), gangguan perilaku (0.9%), dan gangguan stress pasca-trauma (PTSD) dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD) masing-masing sebesar 0.5%. 

I-NAMHS juga mengungkap bahwa meskipun pemerintah sudah meningkatkan akses ke pelbagai fasilitas kesehatan, hanya sedikit remaja yang mencari bantuan profesional untuk masalah kesehatan mental mereka. Hanya 2,6% dari remaja yang memiliki masalah kesehatan mental menggunakan fasilitas kesehatan mental atau konseling untuk membantu mereka mengatasi masalah emosi dan perilaku mereka dalam 12 bulan terakhir. Angka tersebut masih sangat kecil dibandingkan jumlah remaja yang sebenarnya membutuhkan bantuan dalam mengatasi permasalahan mental mereka.

Temuan I-NAMHS juga memperlihatkan bahwa kebanyakan (38.2%) pengasuh remaja memilih untuk mengakses layanan kesehatan mental dari sekolah untuk remaja mereka. Di sisi lain, Dari semua pengasuh utama yang menyatakan bahwa remaja mereka membutuhkan bantuan, lebih dari dua perlima (43.8%) melaporkan bahwa mereka tidak mencari bantuan dikarenakan mereka lebih memilih untuk menangani sendiri masalah remaja tersebut atau dengan dukungan dari keluarga dan teman-teman.

Pengaruh pendemi COVID-19 terhadap kesehatan mental remaja

Pengumpulan data penelitian ini dilakukan di tengah pandemi COVID-19 sehingga I-NAMHS berkesempatan untuk mengumpulkan data mengenai pengaruh kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan pembatasan kontak sosial selama pandemi COVID-19 terhadap kesehatan mental remaja. Sebanyak 1 dari 20 remaja melaporkan merasa lebih depresi, lebih cemas, lebih merasa kesepian, dan lebih sulit untuk berkonsentrasi daripada sebelum pandemi COVID-19.

Baca Juga:Menelisik Profil Amanda Zahra, Lulusan UGM yang Terlibat Isu Perselingkuhan hingga Kembali Jadi Trending di Twitter

Masa depan kesehatan mental remaja di Indonesia

Berdasarkan Sensus Penduduk 2020, hampir 20% dari total penduduk Indonesia berada dalam rentang usia 10 – 19 tahun. Populasi remaja memiliki peran penting bagi perkembangan Indonesia, terutama untuk meraih bonus demografi dan merealisasikan visi Indonesia Emas 2024.

Guru Besar FK-KMK UGM, Prof. dr. Siswanto Agus Wilopo, SU, M.Sc., Sc.D yang sekaligus sebagai peneliti utama I-NAMHS menekankan pentingnya ketersediaan data prevalensi berskala nasional seperti I-NAMHS. “Selama ini, data yang kita punya tidak merepresentasikan Indonesia atau tidak berdasarkan diagnosis sehingga perencanaan program dan advokasi mengenai kesehatan mental remaja menjadi tidak tepat sasaran. Harapannya I-NAMHS bisa membantu Pemerintah dan pihak lain yang terkait dengan kesehatan mental remaja dalam mendesain program dan advokasi yang lebih baik bagi remaja kita”, ungkapnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak