Bicara soal Rhoma Irama, kemungkinan besar akan terlintas juga sosok Inul Daratista di kepala. Sama-sama musisi dangdut, Rhoma Irama dan Inul Daratista memang pernah mengegerkan media karena perseteruan di antara keduanya terkait kontroversi yang tak jauh-jauh pula dari dangdut.
Menurut Irfan, ketika Rhoma Irama berjuang sampai pada titik bahwa dangdut bukan lagi musik kampungan, terjadilah pertemuan dengan ketenaran dangdut koplo pada awal 2003 lewat Inul Daratista. Rhoma Irama pun sempat tidak sepakat bahwa koplo itu disebut dangdut.
"Rhoma Irama bilang, "Dangdut itu dangdut. Koplo itu koplo. Jangan campurkan," padahal secara musikal itu memang ada hubungannya," jelas dosen Pengelolaan Arsip dan Rekaman Informasi UGM itu.
Dalam penelitiannya, Irfan menemukan, selain legalitas dan identitas, ada wacana moralitas dalam upaya Rhoma Irama "menertibkan" dangdut koplo. Salah satu yang paling membekas di ingatan publik bisa dipastikan soal goyangan Inul, yang dinamai goyang ngebor. Rhoma Irama tak suka dangdut diidentikkan dengan goyangan yang menurutnya erotis.
Baca Juga:Kehilangan iPhone 13 Pro Max, Farel Prayoga: iPhone Enak, Gampang Kalau Dicari
Setelah Inul dengan goyang ngebor yang menjadi ciri khasnya, munculah bermacam-macam goyangan penyanyi dangdut: goyang patah-patah Anisa Bahar, goyang gergaji Dewi Perssik, hingga goyang itik Zaskia Gotik. Menanggapi itu, Irfan membeberkan, erotisme itu adalah ekspresi tubuh, yang bahkan juga ditampilkan dalam kesenian tradisional di daerah.
Lagi pula, betapa pun kerasnya Rhoma Irama mencoba "mendisipilinkan", pada kenyataannya, massa dangdut koplo Inul Daratista justru terus bertumbuh. Irfan pun menekankan, popularitas dangdut koplo tidak bisa dilihat hanya dengan momentum tunggal meski saklar yang ditekan Inul pada 2003 bisa ditandai sebagai salah satu tonggak kemunculan koplo ke permukaan.
"Sebelum Inul muncul ke permukaan, sebetulnya sudah banyak sekali dangdut-dangdut yang irama musiknya mencampurkan beberapa unsur musik daerah di pantai pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang memiliki karakteristik trans; itu bahkan tidak hanya di Jawa. Ada kesenian tradisional yang memiliki unsur trans. Irama musik seperti itu beberapa diadopsi dangdut yang, katakanlah, baru di tahun itu hingga membentuk irama musik yang lebih cepat dan memiliki efek trans," jelas Irfan.
Ciri khas dangdut koplo
Walaupun kini melambung hingga menjadikan kontroversinya cukup sebagai sejarah, dangdut koplo, kata Irfan, punya "utang" pada dangdut murni alias dangdut klasik. Bagaimana pun juga, koplo terbentuk dari dangdut. Hanya saja, alat musik yang digunakan dalam dangdut koplo berbeda dari orkes dangdut Rhoma Irama.
Baca Juga:Ramai Berita Kemarin, Hoaks Kabar Farel Prayoga Meninggal sampai Kekerasan di Papua Tengah
Yang tadinya sangat lengkap dengan mandolin, saxophone, hingga brass section, alat musik dangdut lebih disederhanakan oleh dangdut koplo, yakni seperti format combo band--drum, gitar, bass, dan keyboard--ditambah kendang kapsul.
"Unsur-unsur musik Melayu seperti mandolin itu enggak dibawa oleh dangdut koplo, dan dangdut koplo juga mulai menghadirkan gendang-gendang dari daerahnya. Bukan sekadar gendang kapsul, tapi gendang tradisi itu mulai muncul, sehingga bisa memberikan warna-warna yang baru," kata Irfan.
Ia menambahkan, selain alat musik, ketukan pada dangdut koplo pun jelas berbeda; temponya bisa jadi lebih cepat. Kalau susunan struktur antara "dang" dan "dut" pada musik Rhoma Irama agak seimbang, dalam dangdut koplo, banyak unsur "tak-tung"nya. Tak-tung dan dang ini mengisi di sela-sela, sehingga unsur bunyi tak-tung dari gendang lebih mendominasi, dan temponya lebih cepat.
Dengan tempo yang lebih cepat dari dangdut klasik, lantas irama tersebut seolah lebih enak didengarkan dalam kondisi tidak sepenuhnya sadar alias nge-fly, dan inilah asal usul sebutan koplo dari dangdut koplo.
"Mungkin karena temponya yang lebih cepat itu sering kali diidentifikasi dengan, mendengarkan musik itu enak dengan mengonsumsi obat-obatan seperti pil koplo, yang dulu juga banyak tersebar untuk mencapai suatu tingkat mabuk. Meskipun tidak selalu berkaitan antara musik dangdut dan penggunaan obat ini, tapi ini melekat karena iramanya seperti mengiringi orang-orang 'ngoplo'," terang Irfan. Namun ingat ya, itu hanya asal usul, bukan berarti selalu harus dikaitkan antara musik dan obat-obatan.
Setelah alat musik dan iramanya, ternyata ekspresi tutur dalam dangdut koplo juga berbeda dari dangdut klasik. Berdasarkan pengamatan Irfan, lagu-lagu dangdut koplo mengandung lirik yang bahasanya luwes dan lugas, sehingga lebih mewakili generasi muda. Sementara lagu-lagu dangdut lawas kebanyakan berisi nasihat dan dakwah dengan cara tutur yang lebih ditata.