SuaraJogja.id - Nikah di KUA belakangan ramai dibicarakan di media sosial. Hal ini bermula dari cuitan akun odongpejjj mengenai pernikahannya gratis karena dilakukan di KUA, bahkan foto pernikahan bareng istri pun hanya berlatar pohon pisang.
Cuitan tersebut kemudian menuai pro kontra. Beberapa pihak berpendapat jika hal seperti itu tidak mudah, mengingat kemauan orang tua atau keluarga yang tidak selalu sama. Ada juga yang berpendapat jika pernikahan sederhana seperti ini bukan masalah, bahkan biaya pernikahan dapat dialihkan ke kebutuhan lainnya. Sebab, hal terpenting adalah calon pengantin dapat menjadi sepasang suami istri yang sah secara agama dan negara.
Pernikahan adalah sesuatu yang sakral. Konsep acara tentu perlu dipertimbangkan dengan matang karena melibatkan dua keluarga. Beberapa hal ini bisa menjadi pertimbangan dalam menentukan keputusan untuk menikah hingga bagaimana acara pernikahan diadakan.
1. Keadaan Psikologis dan Keluarga
Baca Juga:Prilly Latuconsina Ungkap Alasan Masih Enggan Menikah, Belum Siap Mental?
Keinginan menikah tentu sebaiknya hadir dari diri sendiri dan pasangan, bukan karena desakan orang tua atau malah orang-orang sekitar. Ini juga perlu mempertimbangkan kesiapan diri sendiri, kesiapan mental, hingga keadaan keluarga, apakah keluarga menyetujui, apakah memungkinkan jika pernikahan dilakukan dalam waktu dekat, dan lainnya.
2. Mempertimbangkan Keinginan Diri Sendiri, Pasangan, & Keluarga
Calon pengantin perlu mempertimbangkan keinginan diri mereka sebagai orang yang mengadakan acara, apakah ingin dilakukan secara sederhana atau meriah. Calon pengantin juga dapat mendiskusikan keinginan mereka dengan kedua keluarga. Tak dapat dipungkiri, latar belakang sosial budaya dalam hal ini amat menentukan, misal apakah perlu mengadakan pernikahan secara adat atau bisa di KUA saja.
Jika terdapat perbedaan pendapat, calon pengantin dapat mengutarakan alasannya kenapa mereka memutuskan hal seperti itu. Bisa juga mencari jalan tengah yang bisa diterima pihak keluarga, misal saat ini nikah KUA tetapi bisa mengadakan upacara adat di keluarga mertua, saat pindahan, atau prosesi lainnya.
3. Kemampuan Pembiayaan
Baca Juga:Full dengan Warna Warni, Ini 6 Tamu Artis yang Hadir di Pernikahan Patricia Gouw dan Daniel Bertoli
Calon pengantin juga perlu melihat kemampuan, terutama dalam pembiayaan. Ada beberapa pengantin lebih memilih melakukan pernikahan sederhana dan mengalokasikan dana lainnya untuk keperluan kehidupan berumah tangga. Ada pula yang merasa mampu dan menganggap jika pernikahan yang hanya dilakukan satu kali seumur hidup ini perlu diadakan dan dirayakan dengan sanak saudara juga teman-teman secara meriah.
Pembahasan mengenai pernikahan tidak hanya menjadi topik yang banyak dibicarakan akhir-akhir ini, namun juga sudah menjadi tema yang banyak diangkat oleh para penulis Indonesia dalam sebuah karya. Seperti di platform menulis dan membaca digital Cabaca, tidak sedikit karya penulisnya yang mengangkat topik pernikahan.
Contohnya, novel Git and Ran’s Marriage karya Signaturecoffee yang mengisahkan tentang Brigita, seorang cucu dari konglomerat Aswindo, dipertemukan dalam ikatan perjodohan dengan Pangeran yang juga merupakan anak konglomerat. Dalam keadaan saling membutuhkan satu sama lain, mereka menyepakati untuk menikah. Namun, pernikahan dengan tujuan bisnis itu semakin hari semakin tidak wajar. Ada satu titik di mana keduanya harus bisa menelaah perasaan dan komitmen masing-masing.
Ada pula novel berjudul Untouchable Wedding Dress karya Oktaehyun, lalu Infinity Fate karya Tyanhardiana, Wedding Dress for My Ex karya Revenura, The Resident karya Nathaalzahidi, dan lainnya.
"Bisa dibilang novel tentang pernikahan adalah topik nomor satu di platform Cabaca. Hal ini wajar sebab pernikahan kan momen yang diharapkan hanya terjadi sekali dalam seumur hidup dan novel adalah bangunan dunia sederhana yang kurang lebih menggambarkan kehidupan nyata," ungkap Fatimah Azzahrah, Co-Founder Cabaca, dikutip dari siaran pers, Rabu (8/2/2023).
Banyak orang mencari jawaban atas kegelisahan mereka tentang kehidupan pernikahan, termasuk dari dalam novel.
"Nikah karena perjodohan dari dulu sudah ada, dari zaman Siti Nurbaya. Nggak lantas sekarang cerita pernikahan jadi hilang. Konteks sosial budaya dan ekonominya saja yang berubah, mengikuti yang dipahami masyarakat," ujar Fatimah Azzahrah kemudian.