Tunggu Supres Jokowi, Wamenkumham Beberkan Poin Alot Pembahasan RUU Perampasan Aset

Terkait progres RUU perampasan aset sendiri, kata Eddy, saat ini berada dalam tahapan harmonisasi di Kemenkumham.

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Jum'at, 10 Maret 2023 | 13:58 WIB
Tunggu Supres Jokowi, Wamenkumham Beberkan Poin Alot Pembahasan RUU Perampasan Aset
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej. [Suarajogja.id/Hiskia Andika Weadcaksana]

SuaraJogja.id - Pengesahan Rancangan Undang Undang atau RUU Perampasan Aset masih terus diusahakan. Terbaru Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih menunggu Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengirimkan surat presiden (supres) terkait RUU tersebut. 

Ditemui di Universitas Gadjah Mada (UGM), Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej membeberkan lebih jauh terkait dengan poin-poin yang dinilai cukup alot dalam pembahasan RUU itu. 


Ia menuturkan bahwa RUU perampasan aset itu berkaitan erat dengan Indonesia yang sudah meratifikasi Konvensi PBB Menentang Korupsi atau United Nations Convention Against Corruption.


Di dalam konvensi PBB tersebut ada kewajiban bagi negara untuk mengatur illicit enrichment atau peningkatan kekayaan secara tidak sah dalam peraturan hukum nasionalnya. 

Baca Juga:Siap-siap Warga Jateng! Jokowi Bakal Bagi-bagi Bansos dan Sertifikat


"Sebetulnya kan perampasan aset ini tidak terlepas dari United Nations Convention Against Corruption yang telah kita ratifikasi dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 2006. Kita berangkat dari situ ya," ujar pria yang akrab disapa Eddy kepada awak media, Jumat (10/3/2023).


Ia memaparkan selama ini perampasan aset masih berkutat pada conviction based asset forfeiture. Dalam artian perampasan aset baru bisa dilakukan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap saja.


"Artinya kan kita pakai dalam jalur pidana. Meskipun perampasan aset di berbagai negara itu tidak hanya conviction based forfeiture tapi bisa juga NCB atau Non-Conviction Based Asset Forfeiture. Artinya bisa diakukan gugatan perdata. Itu yang mungkin akan kita bahas di dalam RUU Perampasan Aset," terangnya. 


Terkait progres RUU perampasan aset sendiri, kata Eddy, saat ini berada dalam tahapan harmonisasi di Kemenkumham. Kemudian segera diserahkan presiden untuk dilanjuti dengan supresnya.


"RUU perampasan aset masih diharmonisasi. Kita akan serahkan kepada Presiden. Kemudian nanti ada supres dari Presiden," ucapnya.

Baca Juga:Bagikan 1.043 Sertifikat Tanah di Blora, Jokowi Klaim Masalah Sengketa Tanah Sudah Terselesaikan


"Kita berusaha, kan nanti ada pembukaan masa sidang minggu depan. Selasa tanggal 14. Kalau bisa sudah mulai dibahas pada masa sidang berikutnya. Kalau sudah ada surat dari presiden pasti akan ke DPR," sambungnya.


Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman, menyebut, Indonesia wajib hukumnya untuk segera mengesahkan RUU Perampasan Aset. 


Jika RUU tersebut disahkan maka illicit enrichment dan unexplained wealth atau penambahan harta secara tidak wajar dan tidak dapat dijelaskan asal-usulnya itu harus dibuktikan oleh penyelenggara negara.


"Kekayaan itu harus dibuktikan bahwa diperoleh atau berasal dari perolehan yang sah. Kalau gagal itu kemudian harta tersebut akan disita oleh negara," ujar Zaenur.


RUU Perampasan Aset dinilai akan sangat efektif untuk merampas aset penyelenggara negara yang tidak jelas asal usulnya. Sehingga KPK atau penegak hukum tidak harus mencari alat bukti terlebih dulu bahwa seorang penyelenggara negara itu menerima suap atau tidak.


"Cukup memberi kesempatan pada penyelenggara negara untuk membukti bahwa harta tersebut berasal dari perolehan yang sah. Gagal membuktikan disita untuk negara," imbuhnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini