SuaraJogja.id - Pemkot Yogyakarta melarang pengamen angklung tampil di kawasan Malioboro. Larangan ini bukan tanpa alasan.
Sebab angklung bukan merupakan alat musik tradisonal Yogyakarta sehingga tidak bisa serta merta ditampilkan di kawasan Malioboro. Apalagi Pemda DIY tengah melakukan penataan kawasan Malioboro sebagai bagian dari Sumbu Filosofi yang diajukan sebagai Warisan Dunia Tak Benda ke UNESCO. Karenanya sejumlah indikator harus dipenuhi Pemda, termasuk
"Jogja sudah mengajukan delapan tahun [pengajuan sumbu filosofi]. Ini sudah diverifikasi. Artinya pemerintah pusat pun perhatian dari tim unesco melakukan verifikasi dan ada catatan-catatan yang harus dipenuhi," ungkap Penjabat (Pj) Walikota Yogyakarta, Sumadi saat dikonfirmasi, Selasa (21/03/2023).
Meski tak bisa bermain lagi di Malioboro, menurut Sumadi, bukan berarti mereka dilarang tampil di seluruh Kota Yogyakarta. Rencananya pengamen angklung yang biasanya tampil di Malioboro akan dipindahkan ke kawasan lain.
Baca Juga:Gantikan Becak Kayuh, Pemda DIY Siap Berlakukan Becak Listrik di Malioboro
Pemindahan dilakukan setelah proses kurasi dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Cagar Budaya Malioboro. Rencananya mereka akan tampil di Teras Malioboro 1 dan 2.
Pemkot saat ini tengah berkoordinasi dengan Pemda DIY dalam proses pengajuan Sumbu Filosofi. Diharapkan pada tahun ini sudah ada keputusan dari UNESCO terkait kawasan tersebut sebagai Warisan Dunia Tak Benda sehingga proses kurasi bisa segera dilakukan.
"Kita tunggu kurasi dulu ya dari upt[cagar budaya malioboro]," tandasnya.
Ditambahkan Kepala UPT Kawasan Cagar Budaya Malioboro, Ekwanto mengungkapkan, larangan angklung di kawasan Malioboro merupakan tanggapan Pemkot akan adanya keluhan akan tampilnya angklung di Malioboro yang bukan asli dari Yogyakarta. Padahal ada alat musik tradisional seperti gamelan yang bisa ditampilkan.
"Kadang-kadang kami dibully netizen, angklung bukan dari Jogja [alat musiknya]," jelasnya.
Baca Juga:Perluas Teras Malioboro 1, Pemda DIY Siapkan Anggaran Rp40 Miliar Bebaskan Lahan di Beskalan
Karena itu UPT melakukan kurasi angklung dari sisi tampilan, pementasan dan musik yang ditampilkan. Kedepan alat musik tersebut akan dikombinasikan dengan alat musik asli Yogyakarta seperti gamelan agar kesenian yang ditampilan akan lebih bernuansa Yogyakarta.
"Kami beri kolaborasi dengan musik ala Jawa seperti bonang, saron, apapun yang bernuansa jogja," jelasnya.
Dengan adanya kolaborasi angklung dengan alat musik asal Yogyakarta, para pengamen nantinya bisa tampil sesuai dengan jadwal yang ditentukan di kawasan yang sudah ditentukan. Saat ini UPT masih mengurus proses kurasi agar Lebaran nanti mereka sudah bisa tampil.
"Proses kurasi masih berjalan dan ditargetkan segera bisa tampil, setidaknya saat lebaran," paparnya.
Sementara Koordinator Grup Angklung Carekhal, Setiadi mengungkapkan mereka akan berusaha untuk bisa tetap tampil. Menggandeng kuasa hukum, mereka berharap pemkot segera memberi lampu hijau untuk tampil.
"Kalau mau tampil di situ harus dikombinasikan ya tidak apa-apa. Iya saya minta seperti itu [segera lampu hijau dari pemerintah]," paparnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi