Agus menambahkan, selain aktivitas dua lempengan tadi, potensi megathrust juga disebabkan adanya sesar gempa di Opak, dan beberapa sesar lokal lain di daerah sekitarnya.
Secara teori, keberadaan sesar ini dapat menimbulkan gempa berkekuatan magnitudo 5,5-6 di daratan.
"Kejadian gempa memang belum bisa diprediksi, di negara maju sekalipun. Tapi sudah ada upaya untuk itu. Di DIY juga ada kegiatan prekursor gempa tapi masih sebatas kajian internal," tuturnya.
Sementara itu, mengutip laman Badan Penanggulangan Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta, Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof. Dr. Danny Hilman Natawidjaja, menyatakan bahwa Sesar Mataram bukan sesar yang benar-benar baru. Sebab, Sesar Mataram bagian timur sebelumnya sudah dikenal sebagai sesar Dengkeng.
Konon, keberadaan sesar Mataram berpapasan dengan Sesar Opak, dimulai dari utara Candi Boko dan memanjang di sekitar selokan Mataram. Sesar Mataram adalah kelanjutan Sesar Dengkeng yang melintas dari timur ke barat.
Temuan awal itu didukung dengan pemetaan topografi dan juga survei lapangan. Data-data tersebut kemudian diteliti dengan metode geolistrik untuk memindai kondisi bawah permukaan.Selama ini belum ditemukan sejarah aktivitas kegempaan di sepanjang sesar Mataram.
Berdasarkan catatan BMKG, sepanjang periode 2009 sampai 2021, wilayah yang dilalui Sesar Mataram tidak menunjukkan aktivitas kegempaan. Meski demikian, temuan ini jelas tak bisa diabaikan begitu saja.
Kontributor : Uli Febriarni
Baca Juga:Minggu Ini Ada Gerhana Matahari Hibrida, BMKG Minta Masyarakat Waspadai Banjir Rob