Potensi Kasus Mafia Tanah Makin Marak, PKHPKP Usulkan Ada Pengadilan Khusus Pertanahan

pengadilan khusus dibutuhkan untuk menangani kasus mafia tanah yang rumit

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Selasa, 11 Juli 2023 | 14:56 WIB
Potensi Kasus Mafia Tanah Makin Marak, PKHPKP Usulkan Ada Pengadilan Khusus Pertanahan
Ketua Umum Perkumpulan Konsultan Hukum, Pertanahan, Konstruksi dan Properti, Chrisna Harimurti (baju putih) memberikan keterangan kepada awak media, Selasa (11/7/2023). [Suarajogja.id/Hiskia Andika Weadcaksana]

SuaraJogja.id - Perkumpulan Konsultan Hukum, Pertanahan, Konstruksi dan Properti (PKHPKP) mengusulkan adanya pengadilan khusus pertanahan di Indonesia. Hal ini mengingat potensi mafia hingga sengketa tanah yang rumit untuk ditangani.

Ketua Umum Perkumpulan Konsultan Hukum, Pertanahan, Konstruksi dan Properti, Chrisna Harimurti, menuturkan bahwa sejauh ini memang belum peradilan secara ad-hoc khusus untuk pertanahan. Padahal kasus pertanahan tidak bisa dianggap remeh di Indonesia.

"Peradilan tersebut sangat penting karena banyaknya sengketa pertanahan di Indonesia jarang tersentuh secara baik. Sebab peradilan umum tersebut masih global," ujar Chrisna, Selasa (11/7/2023).

"Dari kasus pertanahan ini harus digaris bawahi, masyarakat akan bertambah secara terus menerus, tetapi tanah tidak akan bertambah. Di situ akan muncul konflik atau permasalahan," imbuhnya.

Baca Juga:4 Film Action Indonesia, Ada Kisah Lawan Mafia Tanah sampai Partai Korup

Diungkapkan Chrisna, ada sejumlah urgensi dari Pengadilan Khusus Pertanahan dengan hakim ad-hoc itu perlu dibuat. Di antaranya selama ini dinilai masih ada putusan di peradilan umum yang belum memberikan kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan bagi masyarakat atau korban.

Selain itu penyelesaian sejumlah kasus pertanahan juga terlampau berlarut- larut tidak kunjung selesai. Sehingga menimbulkan kontradiktif bagi masyarakat pencari keadilan.

Kekhususan peradilan pertanahan juga penting untuk menghindari permasalahan ketidaksinkronan antara misalnya putusan di Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), Perdata dan Pidana.

Di samping itu status kepemilikin tanah juga menjadi dasar konstitusi yang sangat besar baik dari aspek hukum maupun aspek religius. Serta tak lupa sumber daya agraria dan tata ruang dapat diperluas dalam sengketa pertanahan.

"Mengenai sengketanya, tidak hanya kepidanaan saja karena pertanahan atau agraria itu luas cakupannya. Bisa jadi mengenai terkait dengan masalah perizinan atau mengenai tentang ganti rugi, dan sebagainya," paparnya.

Baca Juga:Mangkir, Polda Metro Ultimatum Tersangka Kasus Mafia Tanah Senilai Rp1,8 Triliun: Penuhi Panggilan Penyidik!

Dalam hal ini, kata Chrisna sengketa pertanahan nanti tetap dapat diusulkan di dalam badan peradilan di bawah mahkamah agung di setiap pengadilan negeri. Namun mempunyai kekhususan atau kanalisasi tersendiri yang lebih spesifik.

Sengketa pertanahan diselesaikan dengan hakim ad hoc agar dapat menghindari tumpang tindih putusan. Baik putusan perdata, pidana maupun tata usaha negara.

Chrisna mengatakan bahwa saran atau gagasan tentang peradilan pertanahan dengan hakim ad-hoc ini merupakan hasil temuan hukum antara akademisi dengan praktisi. Naskah akademis pun sudah mulai dirancang melibatkan sejumlah akademisi dan praktisi.

"Jadi harapan kami namanya sengketa pertanahan secara ad-hoc itu menyeluruh. Sengketa agraria, bisa jadi kalau mau lebih luas lagi ya agraria itu bisa perkebunan atau kehutanan dan sebagainya. Pertanahan itu luas secara agraria karena memang itu belum ada undang-undangnya," tandasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak