SuaraJogja.id - Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PP Muhammadiyah mengusulkan tanggal 13 Agustus sebagai Hari Pers Muhammadiyah.
Usulan ini berdasarkan tanggal terbitan Suara Muhammadiyah (SM) milik organisasi itu untuk edisi kedua pada 1915 yang terbit di tanggal yang sama hingga enam periode terbitan lainnya.
"Untuk menggairahkan media Muhammadiyah dan afiliasi Muhammadiyah, kami mengusulkan menetapkan 13 agustus sebagai hari pers Muhammadiyah," papar Ketua MPI PP Muhammadiyah, Dr Muchlas, dikutip Kamis (24/8/2023).
Menurut Muchlas, edisi pertama SM belum ditemukan. Karenanya mereka menggunakan informasi tanggal dari enam periode terbitan setelah edisi pertama untuk melacak tanggal terbitan pertama.
Baca Juga:Wow! Universitas Muhammadiyah Malang Luluskan Tiga Mahasiswa Tanpa Skripsi
Edisi kedua majalah SM saat ini berada di Perpustakaan Leiden, Belanda. Majalah itu diterbitkan dalam tahun hijriyah atau tahun masehi pada 13 Agustus 1915.
"Namun usulan ini tidak jadi tandingan hari pers nasional, hanya melengkapi dari Muhammadiyah," ujarnya.
Selain Hari Pers Muhammadiyah, Suara Muhammadiyah juga diusulkan jadi Warisan Budaya Benda dan Tak Benda ke Kemendikbudristek. Usulan ini bukan tanpa alasan, karena majalah milik Muhammadiyah itu telah menjadi saksi sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia.
"Kami juga mengusulkan suara Muhammadiyah pada pemerintah sebagai heritage, warisan budaya benda dan tak benda," kata dia.
Sementara Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir, mengusulkan 13 Agustus tidak hanya sebagai hari pers, tanggal 13 Agustus juga bisa ditetapkan sebagai hari literasi. Sebab, kehadirannya tidak hanya menjadi media yang punya dimensi pers untuk memberi informasi dan menyerap informasi, tetapi dalam konteks gerakan Muhammadiyah untuk bangsa yang memiliki fungsi untuk gerakan literasi dan menghidupkan tradisi membaca dan menulis.
Baca Juga:Bacaan Sholat Subuh Muhammadiyah, Lengkap dengan Tulisan Arab, Latin dan Terjemahannya
"Itu usul yang sangat bagus dan bisa disaturangkaikan saja, biar tidak berbeda dan fastabiqul khairat jadi Hari Pers dan Literasi Publik Muhammadiyah," kata Haedar.
Haedar menambahkan, Suara Muhammadiyah memiliki sejarah penting dalam memperkenalkan bahasa Indonesia. Salah satunya dengan terbitan pertama bahasa Indonesia pada 1921 dan sebelum Sumpah Pemuda 1928 yang memiliki edisi berbahasa Jawa.
"Walaupun SM bahasa Jawa isinya sudah membaharu. Tentunya punya dampak luas untuk pers lain, juga membangun tradisi literasi. Bahkan luar biasa bisa memperkenalkan bahasa Indonesia," ujar dia.
Kontributor : Putu Ayu Palupi