SuaraJogja.id - Mahkamah Konstitusi (MK) saat ini tengah melakukan Judicial Review (JR) terhadap Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu lebih khusus terkait batas minimal usia capres-cawapres. Setidaknya ada tiga perkara yang tengah diproses dengan permintaan menurunkan batas usia minimum capres-cawapres dari 40 tahun menjadi 35 tahun.
Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Muhammad Busyro Muqoddas menyoroti lebih jauh hal tersebut. Ia khawatir bahwa keputusan soal batas usia itu nanti akan semakin melanggengkan pemerintahan yang oligarki.
"Ada (kekhawatiran oligarki). Tidak ada JR dari LBH-nya PSI ke MK saja sekarang ini nepotisme sudah berjalan, sudah dibangkitkan kembali, ada reinkarnasi itu loh," kata Busyro ditemui di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Kamis (31/8/2023).
"Apalagi ketika nanti MK memutuskan dan jika ada putusan yang walaupun kemungkinan besar tidak akan utuh pasti akan ada kemungkinan besar akan ada dissenting opinion (perbedaan pendapat) tapi itu menggambarkan bahwa kiamat konstitusional justru dikumandangkan oleh Mahkamah Konstitusi yang seharusnya menunjukkan penghormatan yang seksama terhadap moralitas konstitusionalisme itu sendiri," sambungnya.
Baca Juga:Dukung Penuh PKB Gabung Dukung Ganjar, PPP Singgung Soal Kekuatan Islam Nasionalis
Selain kekhawatiran terkait pemerintahan yang oligarki, Busyro turut menyinggung soal nepotisme yang kembali memprihatinkan di Indonesia. Apalagi nepotisme yang berbasis pada keluarga pejabat.
Belum lagi ada sosok-sosok yang juga muncul dari keluarga presiden. Misalnya saja ada nama Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang digadang-gadang berpotensi maju menjadi calon wakil presiden jika memang gugatan tersebut dikabulkan.
Ada pula, Kaesang Pangarep yang disebut-sebut sebagai bakal calon Wali Kota Depok. Walaupun Jokowi sendiri beberapa waktu lalu sudah memastikan putra bungsunya tak akan maju pada pemilihan wali kota.
Namun hal itu tak lantas menutup kemungkinan Kaesang untuk terjun ke dunia politik. Mengingat sebelumnya ia sendiri telah menyampaikan keinginannya tersebut.
"Tanpa ada permohonan JR itupun sekarang kan nepotisme yang menjadi dinasti nepotisme yang berbasis pada keluarga pejabat itu kan dipelopori oleh presiden," tuturnya.
Baca Juga:Jokowi Kasih Lampu Hijau Prabowo Soal Nama Koalisi Indonesia Maju: Gak Ada Patennya
"Itu contoh yang tidak baik, enggak pernah mau belajar dari rezim orde baru dulu. Salah satu remuknya negeri era orde baru itu karena KKN itu salah satunya nepotisme. Nah sekarang nepotisme dibangkitkan kembali," imbuhnya.
Belum lagi, Busyro menilai, korupsi yang semakin sistemik dan lebih berat dari zaman orde baru lalu. Masih ditambah dengan kolusi yang dapat dilihat secara gamblang sekarang ini.
"Kolusinya bisa dilihat, berapa orang yang dulu menjadi tim suksesnya presiden Jokowi itu juga dapat proyek-proyek. BUMN dibagi-bagi sampai pada sejumlah aktivis, ilmuwan yang dibungkam lewat jabatan-jabatan komisaris," ujarnya.
Menurutnya keadaan saat ini sungguh memprihatinkan.
"Itu para penikmat-penikmat ketika rakyat sedang mengalami derita, itulah bisa muncul dari sejumlah aktivis tokoh dan sebagian ilmuwan. Itu situasi yang mengerikan sungguh sangat mengerikan, menyedihkan," pungkasnya.