Soroti Dugaan Tahanan Temui Pimpinan KPK, Pukat UGM: Tak Cuma Pelanggaran Etik tapi Pidana

mencuat informasi adanya pertemuan antara pimpinan KPK dengan tahanan di lantai 15 gedung Merah Putih

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Kamis, 14 September 2023 | 12:21 WIB
Soroti Dugaan Tahanan Temui Pimpinan KPK, Pukat UGM: Tak Cuma Pelanggaran Etik tapi Pidana
Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Jumat (7/7/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]

SuaraJogja.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadi sorotan publik. Kekinian terkait dengan dugaan informasi pertemuan pimpinan KPK dengan seorang tahanan di lantai 15 gedung Merah Putih.

Menyoroti hal ini, Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman menyatakan bahwa tindakan tegas harus dilakukan jika informasi tersebut memang terbukti. Sebab itu tak hanya merupakan pelanggaran etik tapi juga tindak pidana.

"Di dalam Pasal 36 undang-undang KPK itu sangat jelas bahwa ada larangan bagi pimpinan KPK untuk mengadakan hubungan, baik langsung maupun tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain," kata Zaenur saat dikonfirmasi, Kamis (14/9/2023).

Menurutnya jika memang informasi itu benar maka kasus ini menunjukkan keroposnya lembaga anti rasuah itu. Pasalnya kasus semacam ini bukan kali sekali ini saja terjadi.

Baca Juga:Buka Suara soal Kabar Tahanan Temui Pimpinan KPK di Lantai 15, Eks Penyidik: Mau Gunakan Alasan Apalagi?

Zaenur menyebut dulu ada kasus Lili Pintauli Siregar yang diketahui menjalin komunikasi dengan pihak yang berperkara di KPK. Jika terulang lagi, maka berarti tidak ada perbaikan apapun dari lembaga yang dipimpin Firli Bahuri tersebut. 

Disampaikan Zaenur, ada beberapa faktor yang menyebabkan kasus ini terulang. Pertama akibat sikap yang lembek dari Dewan Pengawas (Dewas) KPK dalam menindaklanjuti kasus sebelumnya.

"Adanya sikap remisif dengan putusan dewas yang sangat lembek di kasus LPS (Lili Pintauli Siregar hanya sanksi sedang) itu, kemudian tidak membuat jera pihak lain, pihak lain ya berani mengulangi perbuatan lah wong Dewas-nya lembek begitu," ujarnya.

Kemudian, kedua tidak sekadar sanksi lembek tetapi juga tidak ada proses penegakan hukum secara pidana. Jadi dari sisi pidana tidak ada pelaporan dari KPK kepada penegak hukum lain, misalnya dalam hal ini kepolisian atau bahkan ditangani sendiri oleh KPK.

Padahal pada Pasal 65 Undang-undang KPK tertulis bahwa saat ada pelanggaran terhadap Pasal 36, yakni pimpinan KPK menjalin komunikasi dengan pihak berperkara diancam dengan pidana paling lama 5 tahun.

Baca Juga:Tanahan Korupsi Temui Pimpinan KPK di Lantai 15 Gedung Merah Putih, Dewas KPK: Laporan Sudah Masuk dan Diproses

"Nah karena yang pertama sanksi dari dewas lembek, kedua tidak ada pelaporan dan penindakan secara pidana maka kemudian ini terulang kembali," tuturnya.

Sebagai tindaklanjut, kata Zaenur, Dewas KPK harus melakukan pemeriksaan lebih jauh terkait informasi ini. Menurutnya ini adalah hal yang mudah bagi KPK untuk ditindaklanjuti. 

"Saya percaya ini hal yang mudah ya level KPK untuk menindaklanjuti informasi seperti ini mah sangat kecil. Ada yang bilang periksa CCTV, ada banyak saksi, ada banyak petugas yang di KPK itu semua by sistem. Bahkan untuk masuk ke ruangan saja itu kan ada aksesnya," terangnya. 

"Di KPK di semua ruangan ada cctvnya, untuk masuk ke ruang-ruang itu ada kartu aksesnya. Sehingga bisa ditrace siapa saja yang melakukan akses terhadap ruang-ruang tersebut. Sangat mudah untuk melakukan pemeriksaan kalau ada kemauan," sambungnya.

Setelah pemeriksaan dan jika memang terbukti, maka sanksi tegas dan berat harus dijatuhkan kepada yang bersangkutan. Serta ditambah dengan diproses secara pidana.

"Kalau itu tidak dilakukan ya masyarakat semakin yakin bahwa di KPK semuanya itu rusak semua, termasuk Dewas yang berisi nama-nama mentereng itu, rusak semua kalau sampai Dewas di kesempatan yang kesekian kalinya ini tetap lembek," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak