"Kami cek di kontrak kerja, karyawan kontrak ini dilarang menuntut perusahaan. Kami konsultasikan ke Disnaker dan poin itu batal demi hukum," kata Dwi.
Akibat pemecatan sepihak itu, para jurnalis dan perusahaan sempat melakukan mediasi dengan penengahnya yakni, Disnakertrans DIY. Hal itu juga sudah dikeluarkan Surat Risalah Penyelesaian Hubungan Industrial tertanggal 13 Aprip 2023 dan Surat Anjuran dari Disnakertrans ke perusahaan pada 9 Mei 2023.
Namun kedua surat itu tak digubris oleh PT Akurat Sentra Media, dan berakhir deadlock. Sehingga 12 jurnalis didampingi kuasa hukum memperkarakan PHK sepihak itu.
Kuasa Hukum dari LBH Pers, Victor Mahrizal menganggap perusahaan main-main dengan kasus tersebut. Pasalnya di sidang pertama pihak perusahaan tak datang.
Baca Juga:TikTok Berencana Potong Gaji dan PHK Karyawan
"Ini menjadi catatan kami. Apakah pihak Akurat ini mau kooperatif atau tidak. Kalau memang tidak bisa menghadiri sidang, harapannya ya pihak tergugat atau kuasa hukumnya, segera menghubungi kami untuk bertemu membicarakan realisasinya bagaimana. Kalau tidak ya proses ini tetap berlanjut," ujar Victor.
Kualitas Berita Buruk karena Target Berita Tak Masuk Akal
Koordinator Divisi Advokasi, Gender dan Kelompok Minoritas, Nur Hidayah Perwitasari mengatakan kasus PHK sepihak yang menimpa 12 wartawan di PT Akurat Sentra Media ini menjadi preseden buruk bagi dunia pers di Indonesia.
"Target produksi berita yang tidak masuk akal itu tentu saja merusak kualitas jurnalistik. Industri media harus fair, tidak boleh ada eksploitasi pekerja media di balik ruang redaksi," katanya.
Dikatakannya, PHK bisa saja dilakukan oleh perusahaan. Namun proses PHK tersebut harus sesuai dengan aturan yang ditetapkan Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan.
Baca Juga:Nokia PHK 14.000 Karyawan Buntut Ekonomi Lesu
"LBH Pers bersama AJI Yogyakarta memperjuangkan hak para jurnalis. Hak-hak pekerja harus diberikan. Para pekerja media ini menjadi korban media yang tidak profesional," katanya.
Wita juga mengingatkan agar perusahaan media taat hukum. Apabila perusahaan tidak memenuhi kewajibannya membayarkan hak pekerja seperti upah, pesangon maupun THR, tentu ada konsekuensi sanksi.
"Ini menjadi catatan yang akan kami teruskan ke Kementerian Tenaga Kerja maupun ke Dewan Pers. Kami mendesak agar ada sanksi berat bagi perusahaan media yang melakukan pelanggaran ketenagakerjaan dan tidak taat hukum. Mulai dari teguran, pencabutan izin hingga sanksi penutupan perusahaan," kata dia.