SuaraJogja.id - Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) "Luminescene" 2023 telah resmi ditutup, Sabtu (2/12/2023) kemarin. Film berjudul "Monisme" didapuk sebagai film terbaik JAFF yang ke 18 dan mendapatkan Golden Hanoman.
Monisme adalah film Indonesia satu-satunya yang berkompetisi di program Kompetisi Utama. Film eksperimental yang disutradarai oleh Riar Rizaldi berkisah tentang beberapa aktor profesional dan non-aktor profesional yang menggambarkan dinamika hubungan manusia dan alam di salah satu gunung berapi paling aktif di dunia, Gunung Merapi.
Selain Monisme, ada film lain yakni Oasis of Now karya sutradara Chia Chee Sum dan Dreaming & Dying karya sutradara Nelson Yeo yang masing-masing meraih Silver Hanoman dan Special Jury Mention.
JAFF18 yang sudah digelar selama delapan hari sejak 25 November hingga 2 Desember 2023 itu mencatat 20.444 pengunjung. Hal ini menunjukkan pencapaian menggembirakan dari industri film Asia yang terus bergeliatnya dari tahun ke tahun.
"Kedewasaan JAFF yang memasuki tahun ke-18 ikut terasa melalui antusiasme penonton dan semua pesertanya tahun ini. Semoga semangat yang ditunjukkan oleh semua yang hadir dan berpartisipasi ikut menjadi penggerak gairah perfilman kita di tahun ke depan," kata Direktur Jogja-NETPAC Asian Film Festival, Ifa Isfansyah, dalam keterangannya, Sabtu malam.
Tak hanya puluhan ribu pengunjung yang hadir menikmati dan mendukung sinema asia, ada pula 3.000 peserta yang turut berpartisipasi dalam program-program non penayangan, baik itu public lecture, workshop, forum komunitas, maupun Film & Series Lab.
Partisipasi yang besar itu menandai minat publik terhadap perkembangan seni budaya yang tidak hanya melibatkan praktisi dan akademisi. Namun juga bakat-bakat baru dan publik secara umum.
Lebih spesial lagi, JAFF18 juga menghadirkan sederet program baru yang selalu mencuri perhatian. Misalnya saja seperti Nocturnal yang merukana penayangan film-film di jam menjelang tengah malam atau midnight show.
Serta ada Special Events, seperti Rimpang Dilayarkan dan Dirayakan, yang merupakan penayangan lima video musik dari album terbaru Efek Rumah Kaca. Hingga menyuguhkan live musik di dalam bioskop.
Baca Juga:Menguak Kepedihan di Balik Eksotisme Pulau Rote Lewat Film Women from Rote Island
"Special events seperti penayangan video musik dan penampilan Efek Rumah Kaca, serta Rapsodi: Fragments of Happiness adalah salah satu upaya kami untuk selalu beririsan dengan bentuk seni lain dan juga mendapatkan respon positif yang membuat kami semakin bersemangat. Semoga ke depannya dapat kami pertahankan dengan menghadirkan bentuk-bentuk baru yang semakin menyegarkan," ujar Ajish Dibyo, Direktur Eksekutif JAFF.
Tak ketinggalan penyelenggaraan bioskop bisik yang dimulai pada tahun lalu, kembali dihadirkan pada JAFF tahun ini dengan menayangkan sebuah film besar tahun ini, yaitu Petualangan Sherina 2 (Miles Films, 2023).
"Setiap tahun kami ingin selalu menjaga inklusivitas festival dan tahun ini kami kembali menghadirkan Bioskop Bisik untuk teman-teman buta dan tuli," ujar Intan Nadya Maulida, Manajer JAFF.
Pencapaian JAFF18 lainnya adalah mempertemukan para pemangku kepentingan industri film dalam sebuah Focused Group Discussion (FGD). Tujuannya untuk memperkuat rencana JAFF menyelenggarakan JAFF Market yang ditargetkan akan digelar pada JAFF berikutnya.
"Tahun depan akan menjadi tahun penting di mana kami akan mulai menggelar JAFF Market yang akan menjadi wadah yang mempertemukan bakat baru, project baru, cerita baru dengan para profesional dan seluruh ekosistem perfilman dengan lebih strategis dan terukur. Semoga FGD ini memperkuat rencana tersebut agar menjadi kepentingan bersama," tutur Budi Irawanto, Presiden JAFF.
JAFF18 menunjukkan bahwa perhelatan festival tidak hanya menjadi sebuah perayaan dan apresiasi bagi para pelaku sinema tapi juga sebuah bentuk karya dan kerja yang memiliki kontribusi pada masyarakat dan lingkungan.