SuaraJogja.id - 3 hewan ternak milik warga Padukuhan Kayoman Kalurahan Serut Kapanewon Gedangsari Gunungkidul, S mati mendadak. Kamis (7/3/2024) kemarin seekor sapi dan 2 ekor sapi mati secara mendadak. Diduga ketiganya terpapar antraks.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Kabupaten Gunungkidul, Wibawanti mengatakan kematian 3 hewan ternak milik S diduga memang ada kaitannya dengan dirawatnya S di RSUD Prambanan. Sebab berdasarkan laporan Dinas Kesehatan, S diduga terpapar antraks.
"S masuk rumah sakit dengan diagnosa antraks tersebut karena sebelumnya S membawa dan mengkonsumsi daging kambing milik warga Sleman yang juga mati mendadak,” ungkap Wibawanti di kantornya pada, Jumat (8/3/2024).
Kamis (7/3/2024) siang menjelang sore, pihaknya mendapat informasi dari Dinas Kesehatan yang menyebutkan jika ada warga Kayoman yang dirawat di RSUD Prambanan Sleman. Warga Kayoman tersebut dirawat karena suspect antraks.
Baca Juga:Ketua DPRD Gunungkidul Endah Subekti Tumbang, Banyak Wajah Baru Duduk di Kursi Dewan
Mendapat informasi tersebut, pihaknya langsung terjun ke lapangan pada, Kamis sore hingga malam hari. Petugas dari DPKH langsung melakukan survailance awal di dusun Kayoman tersebut guna menelusuri kronologi masuknya antraks di Gedangsari.
"Teman-teman mengumpulkan informasi di sana. Dan tadi pagi saya baru dapat laporan lengkapnya," tambahnya.
Berdasarkan informasi yang didapat anak buahnya di lapangan menyebutkan, peristiwa tersebut bermula ketika tanggal 24 Februari 2024 lalu, warga yang diduga terpapar antraks, S tersebut menyembelih kambing yang telah mati milik W, warga Gayamharjo Sleman. S menyembelih kambing tersebut di rumah W bersama W.
Kambing tersebut lantas dibawa pulang ke rumahnya karena memang akan dikonsumsi bersama keluarga dan tetangganya. Sesampai di rumah, S mengajak tetangganya untuk menguliti kambing tersebut dan daging mereka konsumsi bersama-sama.
"Nah kami telusuri siapa yang makan daging kambing itu," ungkapnya.
Beberapa hari kemudian, S merasakan gejala mengarah ke antraks. Hingga akhirnya S memeriksakan diri ke Puskesmas dan dirujuk ke RSUD Prambanan pada (6/3/2024). S harus menjalani rawat inap di RSUD Prambanan dengan kasus dugaan antraks.
Selang sehari pasca S dilarikan ke RSUD Prambanan, Kamis (7/3/2024) dinihari, sapi milik S tiba-tiba mati. Oleh keluarga S, sapi tersebut kemudian disembelih namun belum sempat dikonsumsi.
"Kemudian pagi harinya, 1 dari 4 ekor kambing milik S ikutan mati, " kata dia.
Keluarga S kemudian berniat ingin menyelamatkan hewan lain sehingga membawa 3 ekor kambing milik S ke rumah M warga Gayamharjo Sleman. Saat di rumah M, justru 1 ekor kambing itu mati lagi dan sempat disembelih namun akhirnya dikubur. 2 kambing yang masih hidup itu dibawa kembali ke rumah S di Gedangsari.
Pihaknya kemudian melakukan desinfektan pemberian formalin di lokasi-lokasi hewan-hewan mati tersebut diurus warga. Tujuannya untuk mengantisipasi penyebaran antraks di Padukuhan Kayoman. Dua kambing yang masih hidup juga telah disuntik vitamin dan obat lainnya.
Desinfektan dan formalin tersebut disemprotkan di lokasi penyembelihan kemudian lokasi penguburan dan lokasi bekas untuk nyeret sapi ke lokasi penguburan. Karena memang kan sapinya mati dari kandang lalu diseret keluar.
"Artinya kan kita merunut supaya ini disiram dengan formalin,” terangnya.
Selain itu, pihaknya juga menyiramkan formalin di semua lokasi yang tercemar seperti di kandang dan di lokasi pengulitan serta mengambil sample tanah. Saat ini sampel tersebut dibawa ke laboratorium BBVet Wates.
Tanggapan Bupati Gunungkidul
Bupati Gunungkidul Sunaryanta menanggapi munculnya kembali kasus antraks di wilayahnya. Pensiunan TNI AD ini menyebut semuanya bermula ketika masyarakat Gunungkidul belum menghilangkan kebiasaan lama mereka, membrandu (menyembelih) hewan yang sakit atau mati untuk dikonsumsi bersama-sama.
Sunaryanta mengatakan, kasus antraks sudah pernah muncul di Gunungkidul. dalam setahun dan dua tahun terakhir wilayahnya sempat dihebohkan dengan paparan antraks terhadap hewan ternak dan manusia.
"Itu terjadi di beberapa kapanewon yang ada di sini," tutur dia
Salah satu penyebabnya adalah karena warga nekat mengkonsumsi hewan yang sakit atau sudah mati. Dan untuk kasus dugaan antraks kali ini juga karena hal yang sama yaitu mengkonsumsi kambing atau sapi yang sakit ataupun mati.
Sejak dulu, di Gunungkidul memang ada tradisi porak atau brandu hewan ternak yang sakit atau mati. Porak atau brandu adalah memyembelih hewan termak yang sakit atau mati dan kemudian dagingnya dikonsumsi bersama-sama dengan tetangga. Tetangga kemudian memberi sejumlah uang untuk meringankan kerugian karena hewannya mati.
"Kita sudah berkali-kali menghimbau ke warga untuk tidak konsumsi daging hewan yang sudah sakit atau mati. Tapi ya masih ada saja warga yang mengkonsumsinya," kata dia, .
Dia sudah memerintahkan Dinas Kesehatan Hewan untuk segera melakukan antisipasi agar kasus antraks tidak meluas. Langkah antisipasi diperlukan untuk meminimalisir jumlah hewan ternak yang terpapar.
Di samping itu dia juga meminta kepada Dinas Kesehatan untuk segera bertindak sesuai prosedur di mana agar tidak ada warga lain terpapar. Meski tidak penularan dari manusia ke manusia, namun dia meminta dinas tehnis untuk melakukan langkah pencegahan.
"Tadi saya sudah perintahkan Dinas Peternakan dan juga Dinas Kesehatan mengambil langkah yang diperlukan," kata dia.
Sebenarnya untuk peternak yang hewan ternaknya mati karena antraks, pemerintah pernah menggagas bakal memberikan kompensasi terhadap mereka. Hal tersebut bertujuan untuk mengurangi kerugian yang diderita peternak.
Namun karena keterbatasan anggaran maka program tersebut urung dilaksanakan. Sehingga program tersebut belum bisa mereka laksanakan dan belum mengetahui bakal dilaksanakan atau tidak.
Kontributor : Julianto