SuaraJogja.id - Sampah masih menjadi masalah utama di berbagai daerah, terutama di DI Yogyakarta (DIY) tidak terkecuali Kabupaten Sleman. Apalagi sampah plastik yang tak dapat terurai juga hanya menambah persoalan.
Namun bagi warga Murangan VII, Triharjo, Sleman, limbah atau sampah plastik yang sering diabaikan masyarakat kini dapat dimanfaatkan. Dengan semangat pemberdayaan masyarakat sampah-sampah plastik itu dapat diolah untuk kemudian menjadi setara dengan bahan bakar minyak (BBM).
Salah satu warga yang terlibat, Husni Heriyanto (45) menuturkan ide tersebut tercetus pada Mei 2023 lalu saat Jogja dilanda daruat sampah. Tak mau tinggal diam, dia dan warga lainnya memutar otak dan melakukan inovasi untuk mencoba mengurangi sampah plastik di wilayahnya.
Kebetulan warga setempat sudah akrab dengan tungku untuk pembuatan arang. Kemudian muncul ide tentang pembuatan alat serupa namun yang digunakan untuk membakar habis sampah-sampah plastik tersebut.
"Beberapa tempat Jogja jadi sorotan satu tahun kemarin [soal sampah] itu ya, saya itu orang asli Jogja, masa ya tidak bisa berguna sama sekali. Jadi ya sebisanya begitu," kata Heri ditemui, Sabtu (29/6/2024).
"Terus kita coba dolanan [mainan], membuat berbagai model [alat], berbagai cara kita coba," imbuhnya.
Selama lebih kurang enam hingga tujuh bulan, Heri dan warga lainnya terus bergantian membangun alat tersebut. Bongkar pasang alat atau mesin itu tidak bisa dihindari untuk mendapatkan alat yang sesuai keinginan.
Hingga sampai pada bulan Agustus 2023 silam alat sederhana buatan warga tersebut selesai dikerjakan. Walaupun belum maksimal 100 persen namun alat itu sudah bisa untuk dioperasikan.
"Memanfaatkan rongsokan. Terus dilas, kalau belum sesuai dibongkar lagi, las lagi, terus begitu. Ya kalau dihitung rongsokan iya biaya total kisaran Rp5-7 juta [untuk] modal bikin alat," tuturnya.
"Kebetulan di sini sudah terbiasa dengan tungku arang yang biasanya tungku posisi di atas, atau pakai tong. Jadi dari bertahun-tahun melihat, kami sudah biasa mendestilasi asap itu, sudah mengerti triknya. Apalagi arang dan plastik sama-sama ada asapnya," imbuhnya.
Sebenarnya, diungkapkan Heri, pembuatan alat itu awalnya hanya akan digunakan untuk membakar habis sampah plastik yang ada. Namun berkat riset dan pengalaman yang dimiliki, warga memanfaatkan alat itu lebih lagi.
"Niatnya hanya ingin membakar habis plastik, tidak ada niatan menjadikan sesuatu," ujarnya.
Heri mengaku belajar secara autodidak dari berbagai sumber bacaan terkait dengan pemanfaat alat atau mesin untuk pengolahan sampah tersebut. Hingga kemudian terbentuklah mesin pemanas yang disebut mesin pirolisis melalui beberapa kali uji coba tadi.
Pirolisis sendiri merupakan proses dekomposisi suatu bahan, dalam hal ini plastik pada suhu tinggi. Hal itu berlangsung tanpa adanya udara atau dengan udara terbatas.
"Kalau dari sampah menjadi asap paling tidak membutuhkan panas hingga 400-450 derajat celsius. Proses pemanasan sampai meleleh, pertama 3 jam tidak panas, terus diperbaiki ya sekitar 40an menit proses pembakaran," terangnya.
Disampaikan Heri, dari kisaran 10 kg sampah plastik campur segala jenis dapat berubah menjadi 5-6 liter bahan bakar setara BBM. Saat ini alat tersebut masih dalam proses pemaksimalan sehingga dapat digunakan secata optimal.
Setidaknya ada 12-20an orang yang terlibat dalam pengolahan sampah tersebut. Mereka secara bergotong royong tengah kembali mencoba menyempurnakan alat tersebut untuk digunakan.
"Rencana operasional lagi minggu depan dengan sudah tidak membutuhkan oli bekas [sebagai pembakaran] tapi dengan tungku bakar. Dibuat seperti tungku arang, kemudian pendinginan pakai air sungai," ujarnya.
Hasil olahan sampah plastik yang menjadi bahan bakar setara BBM itu sudah diuji cobakan ke sejumlah mesin. Termasuk untuk motor maupun alat pertanian milik warga.
"Untuk kendaraan diesel bisa, traktor bisa sudah coba. Traktor lancar, motor masih mbrebet. Sudah banyak yang digunakan mungkin, sekitar 10-15 botol," terangnya.
Heri mengatakan telah mencoba mengirimkan hasil olahan sampah plastik itu ke laboratorium untuk diperiksa lebih lanjut. Namun hingga saat ini belum ada hasil penelitian yang diterimanya kembali
"Sampai sekarang belum keluar tapi sudah dimasukkan. Kita ingin tahu oktan berapa sih?," imbuhnya.
Dia mengaku belum ada pikiran untuk mengomersilkan hasil olahan sampah plastiknya tersebut. Heri menegaskan hal ini untuk kembali dimanfaatkan oleh masyarakat.
"Belum ada pikiran untuk komersil, ini juga hasil sampah masyarakat, jadi ya silakan dimanfaatkan. Rencana kami sih paling tidak menghabiskan sampah dari 1-2 padukuhan dulu," ucapnya.