Menariknya, sebagian besar pekerja kreatif tidak menolak AI secara total, tetapi menginginkan sistem yang lebih adil. Banyak yang berharap AI tetap dijadikan alat bantu tanpa menghilangkan peran manusia dalam proses kreatif.
“Aku merasa AI ini bisa mempersonalisasikan aku sebagai kreator, tapi aku merasa AI belum bisa menggantikan peranku sebagai pekerja film karena secara proses kreatif itu dari aku,” ujar Nurrul.
Yearry dan tim peneliti menegaskan bahwa tantangan utama bukan sekadar teknologi, tetapi kondisi sistem kerja yang belum berpihak pada pekerja kreatif.
"Jika sistem kerja dan regulasi tetap stagnan, AI hanya akan mempercepat eksploitasi tenaga kerja kreatif atas nama efisiensi dan inovasi," tutur Yearry.
Baca Juga:Sindikat Curanmor Spesialis Honda Beat di Jogja Dibekuk, Pengirim STNK untuk Dipalsukan Diburu
Fira Nursaifah M