Jengah Gelombang Aksi Massa Tak Dihiraukan Elit, Masyarakat Tradisi Jogja Gelar Teatrikal Budaya

Masyarakat Tradisi Yogyakarta (Matra) yang merupakan koalisi masyarakat sipil menilai sejumlah kebijakan yang dilakukan pemerintah saat ini sangat semena-mena

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Jum'at, 21 Februari 2025 | 17:58 WIB
Jengah Gelombang Aksi Massa Tak Dihiraukan Elit, Masyarakat Tradisi Jogja Gelar Teatrikal Budaya
Aksi budaya kritik pemerintah bertajuk 'Kecu Jadi Ratu' yang digelar di depan Istana Kepresidenan Yogyakarta, Jumat (21/2/2025). [Suarajogja.id/Hiskia Andika Weadcaksana]

SuaraJogja.id - Aksi demonstrasi massa masih terus bergulir di beberapa daerah, termasuk Yogyakarta. Setelah kemarin Jogja Memanggil bergulir, kini muncul lagi aksi budaya bertajuk 'Kecu Jadi Ratu' yang digelar, Jumat (21/2/2025).

Aksi ini menyuarakan keresahan masyarakat Indonesia yang sedang dihadapkan dengan berbagai kebijakan pemerintah yang dinilai kian menyengsarakan hajat hidup rakyat kecil. Termasuk kebijakan efisiensi yang membuat derajat kehidupan rakyat terancam. 

Massa itu mengatasnamakan sebagai Masyarakat Tradisi Yogyakarta (Matra) yang merupakan koalisi masyarakat sipil. Mereka menilai sejumlah kebijakan yang dilakukan pemerintah saat ini sudah semena-mena. 

Berdasarkan pantauan SuaraJogja.id di lapangan, aksi itu diikuti puluhan orang. Massa mengenakan baju serba hitam dengan membawa poster bertuliskan Kecu Dadi Ratu. 

Baca Juga:Jatah Ekonomi Kreatif Turun Drastis, Sineas Jogja Tolak Dampak Efisiensi Anggaran Lewat Karya Baru

Ada pula yang membakar kemenyan. Seseorang tampak memakai topeng cakil dengan berdandan seperti seorang raja lengkap dengan mahkota di kepalanya.

Massa berjalan dari Pasar Beringharjo ke depan gerbang Gedung Agung atau Istana Kepresidenan Yogyakarta. Tak lama mereka lantas melakukan aksi teatrikal dengan melemparkan bola-bola plastik kecil ke arah si cakil sambil memukul kentongan.

"Aksi ini memang kami maksudkan menjadi bagian kritik terhadap situasional yang hari ini menggejala yang saya kira seluruh masyarakat Indonesia yang punya nurani, hati dan pikiran tentu sama dengan kita yaitu mengalami kegelisahan," kata koordinator aksi, Rendra Setiawan, ditemui usai aksi, Jumat (21/2/2025).

Disampaikan Rendra, aksi ini sekaligus menjadi respons atas sikap pemerintah atau elit yang tidak menaruh perhatian kepada berbagai gerakan massa di berbagai lokasi.

"Maka cara-cara kebudayaan kita ambil alih jadi ketika suara-suara itu tidak lagi di tanggapi, maka bentuk kritik kami jalan kebudayaan seperti ini, ada melukis, menari, menyanyi. Ini bagian dari kritik kekuasaan yang hari ini situasinya cukup memprihatinkan," ucapnya.

Baca Juga:BMKG Ungkap Penyebab Jogja Terasa Terik, Ingatkan Potensi Cuaca Ekstrem

Ia tak menjelaskan secara gamblang tokoh petruk yang diangkat dalam aksi kali ini. Namun Rendra menyinggung soal obsesi penguasa yang meski sudah tidak memerintah tapi masih sering cawe-cawe.

"Sosok yang dulunya direpresentasikan sebagai Petruk yang bijaksana yang amanah yang memperhatikan kaum kecil banget. Ternyata itu pelan-pelan terbuka ini topengnya bahwa dia bukan Petruk, dia kecu, perampok. Sehingga pementasan ini sebagai bagian dari bentuk kritik," tuturnya.

"Kami tidak menunjuk si A si B tapi seluruh masyarakat Indonesia tahulah Petruk yang sebenarnya siapa yang kecu sebenarnya itu," imbuhnya.

Rendra bilang bukan tak mungkin pihaknya akan mengadakan aksi susulan setelah aksi kali ini. Tentunya dengan massa yang lebih banyak namun tetap mengusung format kesenian dan kebudayaan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak