Dia menilai selama ada sistem hukum impunitas terhadap TNI, maka pembicaraan apapun tentang peran TNI menjadi tak relevan dan tak pernah bisa dipertanggungjawabkan.
"Artinya, tidak ada urgensinya membahas perubahan UU TNI," imbuhnya.
Apalagi jika prosesnya dilakukan secara tertutup dan tersembunyi di hotel mewah, yang notabene bukan di rumah rakyat yakni Gedung DPR.
Proses ini secara terang-terangan mengingkari putusan Mahkamah Konstitusi soal pentingnya partisipasi publik yang bermakna dalam pembentukan hukum.
Baca Juga:Jerat Hukum Menanti Pengkritik RUU TNI: Pakar Hukum Soroti Ancaman Kriminalisasi Masyarakat Sipil
"Publik berhak didengarkan, dipertimbangkan dan mendapatkan penjelasan dalam proses pembentukan hukum," tegasnya.
Secara substantif, kata Munjid, Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU TNI menyebutkan perluasaan posisi jabatan yang dimungkinkan bagi anggota TNI aktif.
Termasuk posisi yang memasuki ranah peradilan, tidak mencerminkan prinsip dasar supremasi sipil yakni Pasal 47 RUU TNI.
"Jelas, draft revisi UU TNI tersebut justru akan mengancam independensi peradilan dan memperkuat impunitas/kekebalan hukum anggota TNI," ungkapnya.
"Kami merasakan bahwa, usulan revisi UU TNI tak hanya kemunduran dalam berdemokrasi, melainkan juga merusak tatanan agenda reformasi TNI," tambahnya.
Baca Juga:Kronologi Siswa SD di Sleman Terkena Mercon, Dilarikan ke Rumah Sakit dengan Luka Mengerikan
Menarik kembali peran TNI ke dalam jabatan kekuasaan sosial, politik, dan ekonomi justru akan semakin menjauhkan TNI dari profesionalisme yang diharapkan.
Hal itu bertentangan dengan prinsip negara hukum demokratis dan akan membawa bangsa ini kembali pada keterpurukan otoritarianisme seperti pada masa Orde Baru.
Oleh karena itu, sivitas akademika UGM menyampaikan lima poin penting yang perlu diperhatikan pemerintah.
Pertama menuntut pemerintah dan DPR membatalkan revisi UU TNI yang tidak transparan, terburu-buru, dan mengabaikan suara publik karena hal tersebut merupakan kejahatan konstitusi.
Kedua menuntut Pemerintah dan DPR untuk menjunjung tinggi konstitusi dan tidak mengkhianati Agenda Reformasi dengan menjaga prinsip supremasi sipil dan kesetaraan di muka hukum, serta menolak dwifungsi TNI/Polri.
Ketiga menuntut TNI/Polri, sebagai alat negara, melakukan reformasi internal dan meningkatkan profesionalisme untuk memulihkan kepercayaan publik.