Pengawasan Jebol hingga Daging Sapi Antraks Dijual Bebas, 3 Warga Gunungkidul Terinfeksi

Berbagai kendala mengakibatkan pemkab kesulitan menekan penyebaran antraks.

Muhammad Ilham Baktora
Rabu, 09 April 2025 | 10:59 WIB
Pengawasan Jebol hingga Daging Sapi Antraks Dijual Bebas, 3 Warga Gunungkidul Terinfeksi
Sapi-sapi memakan rumput. (Pixabay)

SuaraJogja.id - Wabah antraks kembali mengancam wilayah selatan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Puluhan ternak dilaporkan mati mendadak di perbatasan Gunungkidul–Jawa Tengah, tepatnya di Kalurahan Tileng, Kapanewon Girisubo dan Bohol, Kapanewon Rongkop.

Ironisnya, sebagian bangkai ternak diduga sempat disembelih dan dagingnya dijual, sehingga berpotensi menyebarkan spora antraks lebih luas.

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Gunungkidul, Wibawanti, mengonfirmasi bahwa kasus antraks telah muncul sejak Februari hingga Maret 2025, dengan total sekitar 20 ekor ternak mati.

Baca Juga:Zona Merah Antraks di Gunungkidul, Daging Ilegal Beredar? Waspada

Berbagai kendala mengakibatkan pemkab kesulitan menekan penyebaran antraks.

"Persoalannya, banyak pemilik yang tetap menyembelih hewan walaupun sudah mati, lalu menjual dagingnya. Mereka khawatir tidak ada pembeli jika tahu hewan mati mendadak. Padahal ini sangat berisiko menularkan penyakit," ungkapnya, Selasa (8/4/2025).

Tiga Warga Terpapar Antraks

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Gunungkidul, Ismono, membenarkan adanya penularan antraks ke manusia. Hingga kini, tiga warga dinyatakan positif, dan dua lainnya masuk kategori suspek.

"Laporan kasus antraks pada manusia muncul dari wilayah Rongkop dan Girisubo," jelas Ismono.

Baca Juga:Gunungkidul Sepi Mudik? Penurunan sampai 20 Persen, Ini Penyebabnya

Ia merinci langkah-langkah yang telah diambil untuk mengendalikan penyebaran antraks pada manusia, antara lain penyelidikan epidemiologi dan skrining pada populasi berisiko.

Kedua pemeriksaan spesimen pada suspek bergejala, selanjutnya edukasi masyarakat tentang risiko penularan dan penanganannya dan pemantauan selama dua kali masa inkubasi (maksimal 60 hari) untuk deteksi dini kasus baru dan Pemberian profilaksis (obat pencegahan) dan pengawasan konsumsi obat bagi populasi rentan.

Ilustrasi sapi yang sehat dan bisa terkena antraks. (Pixabay)
Ilustrasi sapi yang sehat dan bisa terkena antraks. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Gunungkidul kemudian menetapkan wilayah zona merah dan kuning untuk penanganan prioritas. (Pixabay)

Dinas Kesehatan juga telah berkoordinasi lintas sektor dengan Dinas Peternakan, pemerintah kapanewon, dan pihak kalurahan dalam penanganan menyeluruh.

Menurutnya, Wabah antraks ini menjadi peringatan penting bagi warga agar tidak menyembelih atau mengonsumsi daging dari ternak yang mati mendadak.

"Pemerintah daerah berharap masyarakat lebih waspada dan mematuhi imbauan agar wabah tidak meluas," ujarnya.

Sebelumnya dalam salah satu kasus, seekor sapi disembelih di kandang lalu dagingnya dipikul sejauh satu kilometer, sehingga diduga menyebabkan penyebaran spora antraks di lingkungan sekitar.

Dari beberapa sampel yang dikirim ke Balai Besar Veteriner (BBVet), hasilnya positif antraks.

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Gunungkidul kemudian menetapkan wilayah zona merah dan kuning untuk penanganan prioritas.

Tindakan pengobatan telah dilakukan sejak bulan puasa lalu dengan melibatkan 19 tim medis.

Pekan depan, tepatnya mulai 15 April, Dinas Peternakan akan melaksanakan vaksinasi massal pada ternak di wilayah terdampak.

"Kami sudah turun ke lapangan bersama Kepala BBVet dan tim dari provinsi. Ini upaya untuk mencegah penyebaran lebih lanjut," kata Wibawanti.

Soal ganti rugi, ia menyebut Peraturan Bupati (Perbup) tengah dalam proses.

"Sudah sampai ke Sekda dan akan diajukan ke Bupati. Harapannya bisa disetujui, meski ada kendala efisiensi anggaran," jelasnya.

Wibawanti juga tidak menutup kemungkinan adanya keterkaitan jalur distribusi daging dari ternak yang mati.

"Mungkin pembelinya sama, tapi ini masih perlu dikaji lebih lanjut," tambahnya.

Tersebarnya daging suspect antraks itu berawal dari keputusan pemilik sapi yang mendapati sapi-sapinya mati mendadak di Kalurahan Tileng, Kapanewon Girisubo dan Bohol, Kapanewon Rongkop.

Mengingat tidak mau ada kerugian pemilik diduga menyembelih sapi dan menjualnya.

"Karena ketahuan sudah mati dahulu, pembeli tidak mau. Tapi kalau disembelih lebih dulu, ya tidak ketahuan. Ini yang berbahaya," jelas Wibawanti.

Kontributor : Julianto

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak