Karenanya PT KAI tidak berhak menggusur 13 bangunan rumah yang ada di RW 01 yang dibangun sekitar 1920.
Warga juga memiliki SKT rumah yang bersertifikat warisan budaya sehingga tidak bisa asal dibongkar.
"Ya Sultan yang punya tanah disini kan [bukan PT KAI]. Kalau sama-sama punya SKT ya harapannya jadi magersari," ungkapnya.
Manager Humas Daop 6 Yogyakarta, Feni Novida Saragih saat dikonfirmasi, pihaknya tengah menelusuri munculnya spanduk-spanduk penolakan penataan kawasan Stasiun Lempuyangan tersebut.
Baca Juga:Kawasan Malioboro Dikeluhkan Bau Pesing, Begini Respon Pemkot Kota Yogyakarta
"Terkait [spanduk penolakan penggusuran], sedang kami telusuri ya," ujarnya singkat.
Secara terpisah, Walikota Yogyakarta, Hasto Wardoyo mengungkapkan, pihaknya sudah melakukan audensi dengan warga RW 01 Bausasran Rabu Pagi.
Pemkot pun akan melakukan mempelajari permasalahan tersebut sebelum mengambil kebijakan.
"Prinsip saya pelajari alas haknya [surat keterangan tanah] dulu, Pemkot akan konsultasi dulu dengan Keraton [Yogyakarta]. Pemkot akan memohon arahan Keraton untuk mempelajari alas hak yang sebenarnya," imbuhnya.
Penataan stasiun sejuta warga Solo-Jogja itu memang sudah direncanakan jauh sebelumnya. Stasiun yang biasa jadi tempat perjalanan warga Solo ke Jogja atau sebaliknya memang sangat membantu penumpang.
Meski sudah berembus rencana itu, warga memang belum sepenuhnya menanggapi karena ketidakjelasan dari PT KAI.
Baca Juga:Tanggapi Langkah Tarif Trump, Wali Kota Jogja: Kuatkan Produk Lokal!
Kendati begitu, warga yang sudah lama tinggal di RW 01 tentunya sudah mengantongi sejumlah bukti penempatan wilayah.
Di sisi lain, tanah yang digunakan warga disebut sebagai Tanah Kasultanan yang hukumnya bisa dibahas di meja hijau jika KAI berambisi merevitalisasi Stasiun Lempuyangan ke depan.
Kontributor : Putu Ayu Palupi