Kantor Wakil Rakyat Dikunci, Aspirasi Pendidikan Terkunci? Hardiknas Berujung Ricuh di Yogyakarta

Mahasiswa menyoroti unsur TNI yang mulai masuk ke kampus-kampus yang berujung intervensi, seperti di UIN Walisongo, Semarang kemarin.

Muhammad Ilham Baktora
Jum'at, 02 Mei 2025 | 21:45 WIB
Kantor Wakil Rakyat Dikunci, Aspirasi Pendidikan Terkunci? Hardiknas Berujung Ricuh di Yogyakarta
Puluhan mahasiswa melakukan aksi mendorong gerbang kantor DPRD DIY dalam peringatan Hardiknas di Malioboro, Jumat (2/5/2025). [Kontributor/Putu]

SuaraJogja.id - Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) pada Jumat (2/5/2025) diwarnai aksi unjuk rasa puluhan mahasiswa dari berbagai aliansi di depan gedung DPRD DIY.

Aksi yang semula berlangsung damai berubah memanas saat massa mencoba mendobrak gerbang kantor anggota dewan.

Aksi ini sebagai bentuk kekecewaan atas sikap pemerintah terhadap dunia pendidikan.

Massa tiba di lokasi sekitar pukul 15.13 WIB dan langsung menggelar orasi menyuarakan keresahan terhadap berbagai isu pendidikan di Indonesia.

Baca Juga:Gunungkidul 'Sentil' UNY: Lahan Hibah, Mana Kontribusi Nyata untuk Masyarakat?

"Aksi ini damai, tapi kami kecewa karena tidak diizinkan masuk ke gedung yang dibangun dari uang rakyat," ujar salah seorang peserta aksi, Tiyo Ardianto, Jumat Sore.

Aksi ini memanas sekitar pukul 16.51 WIB. Para mahasiswa berusaha masuk ke area gedung DPRD. Mereka mendorong pagar besi hingga nyaris roboh.

Dalam aksi tersebut, Tiyo menilai pemerintah telah mengabaikan pendidikan sebagai prioritas pembangunan. Apalagi berbagai permasalahan pendidikan saat ini tak kunjung mendapat respons serius dari para pemangku kebijakan.

Tiyo menyampaikan, orasi-orasi dilakukan berbagai elemen untuk menandai betapa pendidikan bukan menjadi prioritas pembangunan pemerintah saat ini meski gerbang para wakil rakyat tetap ditutup.

Mereka menyebutkan saat ini banyak masalah yang harus diselesaikan lalu menjadi pekerjaan rumah bagi pemangku kebijakan.

Baca Juga:Sempat Ricuh di DPRD DIY, Massa Jogja Memanggil Akhirnya Dipaksa Mundur

"Tetapi pemerintah tidak memberikan sikap. Seolah pendidikan bukan prioritas," ujarnya.

Tiyo menambahkan, dalam unjuk rasa kali ini mahasiswa sebenarnya ingin berkomunikasi dengan anggota DPRD. Karenanya mereka berupaya masuk ke gedung DPRD DIY.

Namun protokol DPRD DIY menyampaikan bahwa para mahasiswa dan masyarakat tidak boleh masuk ke gedung DPRD DIY. Karenanya mereka mendorong gerbang gedung tersebut.

"Gedung ini merupakan gedung yang dibangun pakai pajak rakyat dan yang masuk adalah uang rakyat, kenapa kami tidak boleh masuk," ujarnya.

Selain mengkritik program efisiensi anggaran pemerintah di sektor pendidikan, mahasiswa juga menyuarakan penolakan terhadap masuknya militer ke kampus, baik sebagai pengajar maupun mahasiswa.

Mereka menilai kehadiran TNI di lingkungan akademik mengancam kebebasan berpikir dan merusak iklim pendidikan sipil.

Secara nyata TNI sudah masuk kampus, sudah menjalar ke koridor pendidikan. Bahkan menjadi peserta didik di salah satu kampus.

"TNI sudah masuk kampus, bahkan menjadi peserta didik di UGM. Ini adalah catatan buruk bagi dunia pendidikan. Militer masuk kampus tidak sebagai pengajar, tapi juga mahasiswa yang gak bisa melepaskan atribut militeristiknya. Sehingga itu menjadi semacam keresahan bersama," imbuhnya.

Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) menjadi momen di mana perbaikan pendidikan di Indonesia semakin maju. 

Namun, berkembangnya zaman, pendidikan di Indonesia justru terkesan mundur.

Bahkan bergantinya pemerintahan, kebijakan yang diterapkan di ranah pendidikan justru gamang. Misal, tak adanya penjurusan IPA dan IPS saat dipegang Nadiem Makarim, saat ini dikembalikan lagi.

Selain itu tidak adanya Ujian Nasional (UN) dianggap tak memberikan solusi agar siswa siap berada di masyarakat. Meski sudah tak menjadi indikator kelulusan, UN oleh sebagian orang masih dianggap relevan jika diterapkan.

Kondisi pendidikan di Indonesia harus terus dibenahi. Hal itu harus selaras juga dengan kualitas pengajar di Indonesia.

Tuntutan guru untuk meraih sertifikasi dan tuntutan lainnya seakan jadi beban tinggi. Pemerintah memang sudah hadir, namun banyaknya target dari guru tak jarang justru mengabaikan murid atau siswa itu sendiri.

Persoalan ini menjadi dinamika yang ada di pendidikan Indonesia. Saat ini seluruh unsur harus bersinergi untuk membenahi pendidikan di Indonesia.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak