Viral! Aktivis Greenpeace 'Save Raja Ampat' Dibebaskan Usai Interupsi Konferensi Tambang: Apa Dampaknya?

Jika tak dihentikan tambang nikel akan merusak pulau kecil di sekitar Raja Ampat.

Muhammad Ilham Baktora
Rabu, 04 Juni 2025 | 16:34 WIB
Viral! Aktivis Greenpeace 'Save Raja Ampat' Dibebaskan Usai Interupsi Konferensi Tambang: Apa Dampaknya?
Salah satu aktivis membentangkan penolakan tambang nikel yang rencananya akan dilakukan di sekitar Raja Ampat, Papua. (Instagram)

SuaraJogja.id - Empat aktivis Greenpeace bersama seorang pemudi asal Papua telah dibebaskan oleh kepolisian usai menggelar aksi damai dengan membentangkan spanduk bertuliskan "Save Raja Ampat" dan menyampaikan orasi di lokasi acara Indonesia Minerals Conference & Expo.

Aksi ini berlangsung di sebuah hotel di kawasan Grogol Petamburan, Jakarta Barat, pada Selasa (3/6/2025).

Kapolsek Grogol Petamburan, Kompol Reza Hafiz Gumilang, menjelaskan bahwa keempat aktivis tersebut dilepaskan karena tidak ditemukan unsur pidana dalam aksi yang mereka lakukan.

"Tidak ada unsur pelanggaran hukum dalam aksi tersebut. Mereka sudah dibebaskan sejak kemarin," ujar Reza kepada media pada Rabu (4/6/2025).

Baca Juga:Dalam Tiga Tahun Bantul Dihantui Teror Penembakan, Korbannya Aktivis hingga Remaja

Lebih lanjut, Reza menegaskan bahwa polisi tidak melakukan penangkapan terhadap para aktivis.

Tindakan pengamanan pertama dilakukan oleh petugas keamanan dari panitia acara.

Keempat aktivis kemudian dibawa ke Polsek Grogol Petamburan karena dinilai mengganggu jalannya acara.

"Yang melakukan penangkapan adalah panitia penyelenggara. Kami hanya menerima mereka di kantor kepolisian. Tidak ada proses penangkapan dari pihak kepolisian," imbuhnya.

"Kami hanya mengamankan untuk memastikan acara tetap berlangsung dengan lancar," tambah Reza.

Baca Juga:Kegiatan Aktivis Mahasiswa Jadi SKS, Plt Direktur Belmawa: Itu Sudah Ada Dalam Merdeka Belajar Kampus Merdeka

Sebelumnya, aksi penyampaian aspirasi ini menjadi perbincangan luas di media sosial.

Sejumlah aktivis Greenpeace dan pemudi Papua diamankan setelah melakukan aksi penolakan tambang nikel di wilayah Raja Ampat, saat berlangsungnya acara Indonesia Critical Mineral Expo and Conference 2025 di Hotel Pullman, Jakarta Barat.

Aksi Aktivis Greenpeace Viral dan Dapat Dukungan Publik

Aksi damai ini menjadi viral setelah diunggah melalui berbagai akun media sosial, salah satunya oleh akun Instagram @menanampadi***it. Dalam video yang beredar, terlihat empat aktivis diamankan oleh petugas karena membentangkan spanduk saat Wakil Menteri Luar Negeri Arief Havas Oegroseno tengah berpidato.

"Save Raja Ampat," teriak salah satu peserta aksi saat digiring keluar oleh petugas keamanan.

Menurut penuturan Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, aksi tersebut diinisiasi oleh para aktivis Greenpeace Indonesia bersama empat pemuda asal Raja Ampat.

Tujuan mereka adalah untuk menyuarakan dampak negatif dari ekspansi pertambangan nikel dan proses hilirisasi yang dinilai merusak lingkungan serta kehidupan masyarakat lokal.

Iqbal menegaskan bahwa aksi ini ditujukan untuk mengirim pesan kuat kepada pemerintah, pelaku industri nikel, dan publik bahwa eksploitasi tambang nikel telah menciptakan penderitaan bagi masyarakat di berbagai wilayah terdampak.

Tambang Nikel Dinilai Merusak Lingkungan dan Memperparah Krisis Iklim

Dalam pernyataannya, Greenpeace menyoroti bahwa aktivitas industri nikel tidak hanya menggunduli hutan, tetapi juga mencemari sungai, laut, dan udara.

Proses produksi nikel masih mengandalkan PLTU captive yang memperparah krisis iklim.

"Ketika pemerintah dan para pengusaha tambang membahas perluasan industri nikel dalam konferensi ini, masyarakat dan lingkungan justru menjadi korban utama," kata Iqbal.

Ia menambahkan bahwa industrialisasi nikel yang meningkat seiring naiknya permintaan mobil listrik telah merusak ekosistem alam di banyak wilayah seperti Morowali, Konawe Utara, Kabaena, Wawonii, Halmahera, hingga Obi. Kini, tambang nikel juga mulai mengancam kawasan Raja Ampat, Papua—wilayah yang dikenal sebagai salah satu kawasan dengan keanekaragaman hayati terkaya di dunia.

Greenpeace: Tambang Nikel Ancam Pulau-Pulau Kecil di Raja Ampat

Greenpeace mencatat bahwa aktivitas pertambangan telah ditemukan di sejumlah pulau kecil di Raja Ampat seperti Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran.

Padahal, menurut UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, pulau-pulau kecil tidak boleh ditambang.

Analisis Greenpeace menyebutkan bahwa aktivitas tambang di tiga pulau tersebut telah menyebabkan pembukaan lahan seluas lebih dari 500 hektare, merusak vegetasi asli, dan memicu sedimentasi di pesisir yang mengancam terumbu karang serta ekosistem laut.

Selain tiga pulau tersebut, dua pulau kecil lainnya—Pulau Batang Pele dan Pulau Manyaifun—juga terancam.

Letaknya hanya sekitar 30 kilometer dari kawasan Piaynemo, yang menjadi ikon pariwisata Raja Ampat dan terpampang di pecahan uang Rp100.000.

Raja Ampat Terancam: Dari Surga Biodiversitas Jadi Wilayah Rawan Konflik

Iqbal menjelaskan bahwa Raja Ampat dikenal luas sebagai 'surga terakhir di Bumi' karena kekayaan hayati yang luar biasa, baik di darat maupun di laut.

Perairannya menjadi rumah bagi 75 persen spesies terumbu karang dunia serta lebih dari 2.500 jenis ikan, sementara daratannya memiliki 47 spesies mamalia dan 274 spesies burung.

Wilayah ini juga telah diakui sebagai global geopark oleh UNESCO. Namun, aktivitas tambang mengancam semua itu.

"Tambang nikel telah mengubah kehidupan kami. Laut yang dulu menjadi sumber penghidupan kini terancam rusak, dan harmoni sosial mulai terganggu," ungkap Ronisel Mambrasar, salah satu pemuda Papua dari Manyaifun yang terlibat dalam aksi tersebut.

Greenpeace Desak Pemerintah Hentikan Industrialisasi Nikel yang Merusak

Greenpeace Indonesia menyerukan agar pemerintah segera mengevaluasi ulang kebijakan hilirisasi dan industrialisasi nikel yang selama ini dianggap membawa keuntungan, namun ternyata berdampak besar terhadap kerusakan lingkungan dan hak masyarakat lokal.

Kebijakan hilirisasi yang digagas sejak masa pemerintahan Presiden Jokowi dan kini dilanjutkan oleh rezim Prabowo-Gibran, menurut Greenpeace, telah menjadi ironi: alih-alih mendorong transisi energi yang adil, justru merusak lingkungan dan menindas komunitas adat.

"Bumi ini sudah cukup menderita akibat krisis iklim. Jangan sampai ambisi industri nikel memperparah kondisi ini," kata Iqbal.

Artikel yang tayang di Jogja.suara.com sudah lebih dulu terbit di Suara.com dengan judul: Tidak Ada Unsur Pidana, Aktivis Greenpeace yang Berorasi Save Raja Ampat Telah Dibebaskan

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak