SuaraJogja.id - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman mengalokasikan dana sebesar Rp46 miliar untuk perbaikan dan pemeliharaan jalan rusak pada tahun 2025.
Dana ini digunakan untuk pembangunan sejumlah ruas jalan kabupaten dan peningkatan kualitas infrastruktur dasar.
"Rp46 miliar untuk jalan [tahun ini]," kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (PUPKP) Sleman, Mirza Anfansury, saat ditemui belum lama ini.
Mirza menjelaskan, dari total anggaran tersebut, beberapa ruas jalan prioritas yang akan diperbaiki berada di wilayah Kronggahan ke arah selatan dan kawasan Minggir.
Baca Juga:Driver Ojol di Sleman Tewas Ditikam Penumpang Begal, Polisi Berhasil Amankan Pelaku
Setidaknya ada tiga titik ruas jalan dan satu jembatan yang bakal diperbaiki dengan anggaran itu.
Dengan anggaran Rp46 miliar, kata Mirza, panjang jalan yang dapat dibangun atau diperbaiki tahun ini berkisar 3 hingga 4 kilometer.
Sebab anggaran itu sudah termasuk biaya untuk pemeliharaan.
"Panjangnya 3–4 km, anggaran Rp46 miliar termasuk pemeliharaan," tuturnya.
Dia menambahkan, biaya pembangunan jalan saat ini sudah jauh lebih mahal dibanding beberapa tahun lalu.
Baca Juga:September Selesai, Jembatan Rp3 Miliar Hubungkan Parkir dan Pasar Godean
Kenaikan harga material dan jasa konstruksi membuat anggaran yang tersedia diakui belum mampu menjangkau panjang jalan seperti sebelumnya.
"Padahal Rp150 miliar dulu panjang 1 km itu Rp1,5 miliar, sekarang 1 km sudah hampir Rp4–5 miliar. Jadi kita enggak bisa sepanjang itu lagi," ungkapnya.
Anggaran perbaikan jalan rusak untuk tahun depan, disebutkan Mirza dimungkinkan akan bertambah. Mengingat perbaikan jalan rusak menjadi program prioritas dari Bupati Sleman saat ini.
"Tahun besok agak lumayan 2026 itu sampai Rp150 miliar, karena program bupati," ucapnya.
Hal itu, kata Mirza juga akan termasuk dengan anggaran pemeliharaan.
"Makanya kita juga nanti pemeliharaan rutin kita tingkatkan kalau kemarin masih Rp10 miliar kalau bisa Rp15-20 miliar. Jadi Rp10 miliar termasuk bayar tenaga, bahan sekitar Rp6 miliar, nah mungkin sekitar Rp10-12 miliar," ujar dia.
Untuk diketahui, pada awal 2024, sekitar 86 persen dari 699,5 km jalan kabupaten di Sleman berada dalam kondisi baik–sedang.
Sisanya 1,6 persen rusak berat dan 21,5 persen rusak ringan.
Masalah Utama: Overload Truk & Dampak Proyek Tol
Truk ODOL (kelebihan muatan) material proyek tol Jogja–Solo dan Jogja–Bawen mempercepat kerusakan jalan desa seperti di Prambanan, Seyegan, dan Tempel.
Kerusakan parah (jalan bergelombang, berlubang) terutama terjadi karena frekuensi kendaraan berat dan teknik patching yang belum memadai.
Dampak Harga Material (Pasir & Aspal)
Kenaikan harga pasir, aspal, dan bahan pendukung lain dapat menyebabkan:
Anggaran cepat tersedot – karena harga bahan dasar meningkat, jumlah pekerjaan menjadi terbatas.
Frekuensi perbaikan meningkat – perbaikan jalan harus sering dilakukan jika kualitas terganggu akibat bahan berkualitas rendah.
Efisiensi tergerus – harga tinggi bisa memaksa pemda memilih solusi sementara (patching), bukan renovasi penuh.
Timbul potensi korupsi – anggaran yang terkuras oleh harga mahal lebih rentan diselewengkan.
Kondisi ini justru harus diwaspadai, pasalnya kenaikan harga material termasuk target pembenahan harus diawasi oleh orang yang berkompeten.
Infrastruktur jalan yang sehat adalah fondasi mobilitas, keselamatan, dan ekonomi wilayah.
Jika harga terus naik dan pemda tidak menyesuaikan anggaran, perbaikan akan tertunda atau terbatas.
Overload truk masih menjadi kendala besar yang harus ditertibkan berbarengan dengan pengendalian harga material.
Beberapa saran dan rekomendasi pun sempat dilakukan beberapa pengamat.
Pertama perlu mengkaji ulang Anggaran APBD/DAK agar bisa meng-cover biaya real-time dari kenaikan harga material.
Perkuat mekanisme pengawasan harga pasar lokal—mungkin dengan skema kontrak berbasis indeks harga.
Tertibkan truk ODOL, terutama di ruas jalan desa yang menjadi rute proyek tol.
Prioritaskan tahan lama—menggunakan standar konstruksi yang mengikuti pedoman (termasuk stabilisasi tanah, tebal aspal, dan drainase).
Transparansi proyek—akomodasi masukan masyarakat terkait lokasi rusak dan kesiapan perbaikan.