Ia menyebut dalam rencana nasional, pemerintah menargetkan ketersediaan alat diagnosis kanker canggih seperti PET scan paling lambat Desember 2025 di rumah sakit rujukan terpilih. Namun, implementasi masih belum merata hingga ke luar Pulau Jawa.
Padahal anggaran BPJS di Indonesia saat ini paling banyak terserap untuk penyakit kanker selain jantung. Pemerintah setiap tahun mengeluarkan anggaran hingga triliunan rupiah untuk klaim BPJS untuk kedua penyakit itu.
"Kalau kebijakan hanya menyasar pusat-pusat kota, maka yang sakit tetap akan menderita paling parah di pelosok," ujar dia.
Secara global, kanker telah menjadi penyebab kematian yang menyaingi penyakit jantung.
Baca Juga:Kasus Leptospirosis Mengintai Jogja, Pemilik Hewan Peliharaan hingga Pemancing Diharap Waspada
Data GLOBOCAN mencatat 19,9 juta kasus kanker baru di seluruh dunia pada 2022, dengan 9,7 juta kematian.
Di Indonesia, risiko kumulatif seseorang terkena kanker sebelum usia 75 tahun mencapai 14 persen, sementara angka kejadian kanker nasional sebesar 136,9 per 100.000 penduduk.
"Yang penting adalah responsnya. Kita harus memastikan pasien dari Papua hingga Aceh mendapatkan hak yang sama dalam diagnosis dan terapi. Tidak boleh ada perbedaan hanya karena lokasi geografis," tandasnya.
Ketua tim Internasional FKKMK UGM, Dwi Aris Agung Nugrahaningsih menambahkan, kerjasama dengan Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Farmasi, dan Fakultas Psikologi dilakukan untuk membahas manajemen kanker dari sisi medis, psikologis, hingga spiritual.
Melibatkan 107 peserta dari 30 universitas, termasuk dari Thailand, Belanda, Ethiopia, India, China, dan berbagai universitas di Indonesia, sejumlah isu dibicarakan, termasuk kesetaraan akses layanan kanker di seluruh Indonesia.
Baca Juga:Diplomat Muda Tewas Terlilit Lakban: Keluarga Tunggu Kedatangan Jenazah di Yogyakarta
Meski tantangan masih besar, para akademisi dan profesional kesehatan optimistis transformasi layanan kanker dapat dicapai melalui kolaborasi. Selain itu melalui pendidikan interprofesi, dan kebijakan publik yang progresif.
"Strategi kebijakan kesehatan publik yang mendukung pengelolaan kanker secara efektif dibutuhkan," imbuhnya.
Kontributor : Putu Ayu Palupi