DPRD DIY Pasang Badan, Lawan Kebijakan PPATK yang Bekukan Rekening Warga Tanpa Bukti

DPRD DIY akan mengirimkan surat resmi kepada lembaga terkait, termasuk OJK, Bank Indonesia, dan Komisi III DPR RI, agar persoalan ini tidak diabaikan.

Muhammad Ilham Baktora
Senin, 04 Agustus 2025 | 14:59 WIB
DPRD DIY Pasang Badan, Lawan Kebijakan PPATK yang Bekukan Rekening Warga Tanpa Bukti
Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto menyampaikan pemblokiran rekening PPATK di Yogyakarta, Senin (4/8/2025). [Kontributor/Putu]

SuaraJogja.id - Kebijakan pembekuan rekening Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) nampaknya sudah dirasakan warga di Yogyakarta. DPRD DIY saat ini sudah menerima lebih dari sepuluh laporan warga yang mengeluhkan adanya pembekuan rekening secara sepihak oleh PPATK.

"Ini murni curhatan masyarakat yang kami terima langsung," ujar Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto, Senin (4/8/2025).

Menurut Eko, dari laporan yang diterimanya, sebagian besar merupakan petani dan ibu-ibu yang harus membeli pupuk dan membayar sekolah anak-anaknya.

Selain itu warga yang tidak bisa membayar biaya kesehatan karena rekeningnya dibekukan mengingat tak adanya transaksi.

Baca Juga:Soal Pemblokiran Rekening Pasif oleh PPATK, BRI Angkat Bicara

Kebijakan PPATK tersebut dinilai sangat merugikan warga. Padahal rekening yang dibekukan itu bukan untuk tindak kejahatan, tapi untuk keperluan sehari-hari.

"Ada yang tabungan pendidikan, ada yang untuk kesehatan, ada juga untuk beli pupuk dan alat pertanian," ujarnya.

Eko menyebut langkah PPATK tersebut telah melampaui kewenangannya dan berpotensi melanggar hak-hak sipil masyarakat.

Padahal pemblokiran atau pembekuan rekening warga oleh PPATK seharusnya dilakukan berdasarkan alasan hukum yang jelas dan bukti yang kuat.

Ia mencontohkan, jika rekening tersebut terkait tindak pidana seperti pencucian uang, pendanaan terorisme, atau korupsi, maka penindakan pemblokiran bisa dibenarkan.

Baca Juga:7 Periode Mengabdi, Anggota DPRD DIY Ini Raih Penghargaan Tokoh Inspiratif Kesejahteraan Sosial

Namun, jika tidak ditemukan unsur kejahatan, maka tindakan blokir seharusnya tidak dilakukan.

"Ketika melakukan pemblokiran, PPATK harus punya argumentasi hukum. Kalau terlibat kejahatan, silakan diblokir. Tapi jangan generalisasi. Jangan sampai uang masyarakat yang sah malah diblokir tanpa alasan yang jelas," tandasnya.

Eko menambahkan, meski pembekuan sudah dibuka lagi oleh PPATK, permasalahan yang dialami warga belum selesai.

Lamanya proses pencabutan blokir atau pembekuan yang semakin memperburuk situasi.

Banyak warga, lanjut Eko yang tidak bisa mengakses dananya sendiri dalam waktu mendesak. Akibatnya, mereka kesulitan membayar sekolah anak, berobat, bahkan menanam kembali hasil pertaniannya.

"Kami mengajak masyarakat DIY untuk menyuarakan hal ini. Sudah saatnya PPATK menghentikan kebijakan ini dan kembali pada aturan hukum yang menjadi pegangan. Jangan sampai masyarakat tidak bisa menyekolahkan anaknya, atau berobat karena rekeningnya dibekukan begitu saja," ujarnya.

Politisi PDI Perjuangan ini menambahkan, mestinya ada dasar hukum yang digunakan PPATK sebagai acuan dalam tindakan pembekuan itu.

Misalnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, serta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Karena itu Eko menyayangkan apabila lembaga seperti PPATK justru bertindak di luar ketentuan.

Apalagi sebagian besar rekening yang dibekukan milik keluarga petani dan pekerja informal.

Nilai nominal dalam rekening tersebut pun tergolong kecil. Namun bagi pemiliknya, uang itu sangat penting.

Jangan kemudian masyarakat yang tidak tahu apa-apa ikut jadi korban. Apalagi ini menyangkut kebutuhan dasar seperti pendidikan dan kesehatan.

"Rp1 pun, kalau tidak ada unsur pidana, tidak boleh diblokir. Ini bukan sekadar soal jumlah uangnya, tapi soal keadilan. Ada yang menabung dari hasil panen, disiapkan untuk bayar sekolah. Tapi pas waktunya mau bayar, uangnya tidak bisa diambil. Karena diblokir, orang tua jadi tidak bisa melanjutkan pendidikan anaknya," ungkapnya.

Eko menyatakan, niat PPATK untuk memberantas judi online atau kejahatan keuangan memang perlu diapresiasi.

Namun ia mengingatkan agar langkah tersebut tetap dilakukan sesuai prosedur hukum dan tidak membabi buta.

Sebab warga yang tidak bisa mengakses rekeningnya sendiri tanpa alasan yang jelas sudah merupakan bentuk ketidakadilan serius.

Selain membuka posko aduan, DPRD DIY akan mengirimkan surat resmi kepada lembaga terkait, termasuk OJK, Bank Indonesia, dan Komisi III DPR RI, agar persoalan ini tidak diabaikan.

"Kita tidak bisa membiarkan ini terus berlanjut. Kami sedang memverifikasi laporan dan akan meneruskan ke pemerintah pusat. Karena PPATK ini wewenangnya di pusat, maka suara masyarakat dari daerah harus sampai," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak