Nge-Print Batik Segoro Amarto Tanpa Izin? Wali Kota Jogja Siap Kejar Pelanggar Sampai Ujung Dunia!

Langkah tegas ini, menurut Hasto untuk memastikan produksi batik menjadi sarana pemberdayaan warga kota.

Muhammad Ilham Baktora
Selasa, 12 Agustus 2025 | 19:44 WIB
Nge-Print Batik Segoro Amarto Tanpa Izin? Wali Kota Jogja Siap Kejar Pelanggar Sampai Ujung Dunia!
Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo menyampaikan penggunaan Batik Segoro Amarto Reborn dalam peringatan Hari UKM 2025 di Yogyakarta, Selasa (12/8/2025). [Kontri/Putu Ayu Palupi]

SuaraJogja.id - Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, menegaskan larangan keras bagi pihak manapun memproduksi Batik Segoro Amarto Reborn tanpa izin resmi dari Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta.

Sebab motif batik ini merupakan hak kekayaan intelektual (HAKI) yang dimiliki Pemkot, sehingga penggunaannya wajib mendapat persetujuan.

"Tidak boleh orang membatik Segoro Amarto Reborn tanpa seizin Pemkot. Awas kalau ada yang nge-print, saya kejar sampai ujung dunia. Kalau ada yang memproduksi di luar Kota Yogyakarta juga saya kejar," papar Hasto disela peringatan Hari UKM 2025 di Yogyakarta, Selasa (12/8/2025).

Langkah tegas ini, menurut Hasto untuk memastikan produksi batik menjadi sarana pemberdayaan warga kota, khususnya kelompok miskin dan pengangguran.

Baca Juga:Ribuan Seniman "Serbu" Malioboro, Nusantara Menari Hipnotis Yogyakarta

Pemkot menunjuk Koperasi Merah Putih sebagai produsen resmi, dengan target awal memproduksi 5.500 lembar batik untuk seragam seluruh pegawai negeri sipil (PNS) Pemkot Jogja.

Ia menambahkan, sebelum ini seragam PNS memang menggunakan motif Segoro Amarto.

Namun tidak seragam dalam teknik produksi dan asal daerahnya.

Ada batik yang diprint, dicap, hingga batik tulis, bahkan banyak yang dibuat di luar Kota Yogyakarta.

Karenanya melalui kebijakan baru ini, Hasto berharap bisa menyatukan standar produksi sekaligus memastikan semua batik untuk PNS dibuat oleh pengrajin lokal binaan Koperasi Merah Putih.

Baca Juga:Mulai Agustus: Yogyakarta Kerahkan Alat Berat, Normalisasi Sungai Dimulai

"Pasarnya sudah ada, 5.500 PNS. Itu baru PNS, belum kader RT, RW, pamong, BUMD, P3K, dan lain-lain. Kalau semua beli di situ, putaran uangnya banyak sekali," ungkapnya.

Hingga kini, lanjutnya sudah delapan koperasi sanggup memproduksi batik tersebut.

Setelah tahap pertama untuk PNS selesai pada Oktober 2025 yang bertepatan dengan HUT Kota Yogyakarta, Pemkot akan memperluas produksi ke segmen lain, termasuk seragam sekolah.

Untuk jangka panjangnya, Hasto menargetkan sebanyak 65 ribu lembar batik per tahun, menyesuaikan jumlah siswa di Kota Yogyakarta.

Penerapannya dilakukan bertahap, dimulai dari siswa baru di tingkat SMP dan SMA, sementara siswa lama tetap memakai batik sebelumnya hingga lulus.

"Dalam tiga tahun, perputaran produksi akan terus berjalan dan ini akan nglarisi awake dhewe," jelasnya.

Selain kebijakan batik, Hasto juga menggarisbawahi pentingnya ideologi konsumsi lokal bagi warga.

Ia mendorong masyarakat untuk mengutamakan membeli produk dari diri sendiri, tetangga, komunitas, dan UMKM setempat. Produk yang dijual UMKM sebaiknya minim kandungan impor agar konsumsi benar-benar menguatkan ekonomi lokal.

Contoh sederhana dengan memilih air minum produksi Jogja.

Keuntungan dari penjualan produk lokal, menurutnya, bisa dialokasikan kembali untuk program rakyat, seperti pemasangan sambungan rumah tangga gratis.

"Kalau kita pandai mencari rezeki dari sumber-sumber pendapatan kreatif, kita akan sukses," ujarnya.

Sementara Kepala Dinas Perindustrian, Koperasi, dan UKM Kota Yogyakarta, Tri Karyadi Riyanto Raharjo, mengungkapkan program pemberdayaan UMKM di Kota Yogyakarta juga berjalan melalui Nglarisi yang merupakan bagian dari inisiatif Gandeng Gendong.

"Program ini memanfaatkan aplikasi Jogja Smart Service untuk memfasilitasi pemesanan makan-minum rapat OPD dari UMKM lokal," jelasnya.

Sejak diluncurkan pada 2018, Nglarisi telah melibatkan 320 kelompok dengan 3.340 anggota.

Dari jumlah itu, sebanya 685 kelompok di antaranya adalah pemegang Kartu Menuju Sejahtera (KMS).

Hingga Juli 2025, transaksi tercatat Rp879 juta atau 1,7 persen dari total anggaran makan-minum Pemkot sebesar Rp 51 miliar.

Dinas tersebut juga mengembangkan Home Business Camp untuk wirausaha muda, Inkubasi Senior Karang Mitra Usaha, workshop Ecoprint dan Siboli, hingga kemitraan pengolahan sampah melalui program “Mas Jos” (Jogja Olah Sampah).

"Seluruh kegiatan ini diharapkan mampu memperkuat daya saing UMKM, menciptakan lapangan kerja, dan menurunkan angka kemiskinan," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini