Wasiat Api Pangeran Diponegoro di Nadi Keturunannya: Refleksi 200 Tahun Perang Jawa

Kisah Rahadi Saptata Abra, keturunan ke-6 Pangeran Diponegoro. Mengungkap wasiat perjuangan, refleksi 200 tahun Perang Jawa, dan relevansinya bagi generasi muda Indonesia

Budi Arista Romadhoni | Hiskia Andika Weadcaksana
Sabtu, 16 Agustus 2025 | 07:21 WIB
Wasiat Api Pangeran Diponegoro di Nadi Keturunannya: Refleksi 200 Tahun Perang Jawa
Rahadi Saptata Abra, Ketua Umum Paguyuban Trah Pangeran Diponegoro (Patra Padi).

SuaraJogja.id - Darah Pangeran Diponegoro mengalir dalam nadi Rahadi Saptata Abra.

Namun, kesadaran itu tidak datang dari buku sejarah atau dongeng pengantar tidur, melainkan dari sebuah pengakuan langsung sang ayah di suatu sore yang mengubah cara ia memandang dirinya selamanya.

Jauh sebelum itu, selembar lukisan tua Pangeran Diponegoro sudah akrab dengannya, tergantung di dinding kelasnya saat ia masih duduk di bangku sekolah dasar.

Cerita heroik tentang sosok pangeran yang menunggang kuda putih dan memimpin perlawanan terbesar di tanah Jawa itu sudah ia kenal.

Baca Juga:Jogja Marketing Festival 2025: Wadah Sinergi Budaya, Teknologi, Inovasi Penguatan Pemasaran Daerah

Namun, tatapan mata di lukisan itu baru benar-benar bermakna setelah ayahnya mengumpulkan anak-anaknya.

Sang ayah bercerita tentang darah yang mereka warisi, darah yang mengalir dari Pangeran Diponegoro melalui jalur putri Raden Ajeng Impun yang menikah dengan panglima perang Basah Mertonegoro.

"Saya diberi tahu mungkin sekitar kelas 2 atau 3 SD. Waktu itu cuma kaget saja," kata Rahadi saat ditemui Suara.com, Jumat (15/8/2025).

"Nah, tadi kalau ditanya silsilahnya bagaimana. Saya itu keturunan ke-6 dari Pangeran Diponegoro," sambungnya.

Namun, pesan ayahnya begitu jelas. Identitas itu bukan untuk disombongkan, melainkan sebuah wasiat untuk dijaga, laiknya api kecil yang harus terus menyala dalam diam.

Baca Juga:Potret Siswa Al Azhar Jogja Viral, Netizen: 'Sekolah Sambil Healing, Biayanya DP Rumah KPR'

Perjumpaan yang Mengubah Arah

Berbagai kegiatan Paguyuban Trah Pangeran Diponegoro. [Dok: Patra Padi]
Berbagai kegiatan Paguyuban Trah Pangeran Diponegoro. [Dok: Patra Padi]

Sempat berjarak karena kesibukan kuliah dan membangun usaha, Rahadi nyaris terlepas dari lingkaran besar keluarganya.

Rutinitas modern sempat membuatnya lupa akan latar belakang sejarah yang ia sandang. Hingga sebuah panggilan telepon dari saudaranya pada 2014 memanggilnya kembali ke pusaran sejarah.

Ia diajak menghadiri momen bersejarah: penyerahan tongkat pusaka Kiai Cokro dari sebuah keluarga Belanda kepada pemerintah Indonesia di Galeri Nasional. Momen itu menjadi titik baliknya.

"Itu awal saya kecemplung lagi ke trah [Pangeran Diponegoro]," ucapnya.

Dalam acara sakral itu, Rahadi dipertemukan dengan keturunan Pangeran Diponegoro dari berbagai penjuru nusantara, mulai dari Makassar, Ambon, Jakarta, hingga Banyumas.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak