Ratusan Buruh Geruduk DPRD DIY, Kibarkan Bendera One Piece dan Desak Pemerintah Penuhi Tuntutan

Buruh DIY demo di DPRD, kibarkan bendera One Piece, sampaikan 6 tuntutan, termasuk masalah BUMD, hapus outsourcing, tolak upah murah, dan RUU PPRT.

Muhammad Ilham Baktora
Rabu, 27 Agustus 2025 | 20:38 WIB
Ratusan Buruh Geruduk DPRD DIY, Kibarkan Bendera One Piece dan Desak Pemerintah Penuhi Tuntutan
Ratusan buruh dan pekerja berunjukrasa di kantor DPRD DIY, Rabu (27/8/2025). [Kontributor Suarajogja/Putu]
Kesimpulan
  • Massa buruh menggeruduk Kantor DPRD DIY
  • Aksi damai itu juga mengibarkan bendera One Piece saat orasi dan demo
  • Ada 6 tuntutan yang disampaikan para buruh di lokasi

SuaraJogja.id - Ratusan buruh yang tergabung dalam Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD DIY, Jalan Malioboro, Rabu (27/8/2025) siang.

Massa membawa atribut serikat pekerja, spanduk tuntutan, hingga bendera besar bergambar bajak laut One Piece yang menjadi simbol perlawanan.

Kehadiran bendera bergambar karakter anime populer itu sontak menarik perhatian masyarakat dan wisatawan yang melintas di kawasan Malioboro.

Para buruh mengibarkan bendera tersebut sebagai simbol perjuangan kolektif, layaknya kru bajak laut yang solid melawan ketidakadilan.

Baca Juga:Trans Jogja Terancam! Subsidi Dipangkas, Layanan Bisa Berkurang?

Massa juga sempat melakukan teatrikal singkat yang menggambarkan'pembajakan hak buruh' oleh kebijakan yang dianggap merugikan pekerja.

Aksi diwarnai dengan yel-yel perjuangan, pembacaan puisi perlawanan dan simbol-simbol solidaritas yang ditunjukkan melalui bendera serta atribut serikat pekerja.

Unjuk rasa berlangsung tertib dengan penjagaan aparat kepolisian.

Lalu lintas di kawasan Malioboro sempat tersendat, namun situasi tetap terkendali.

Sekjen MPBI DIY, Irsyad Ade Irawan disela aksi menyampaikan enam tuntutan utama dalam aksi ini.

Baca Juga:Bantah Adanya Korban Meninggal, Polisi Ungkap Kronologi Kericuhan Suporter PSIM vs Persib di Jogja

MPBI DIY juga menyoroti persoalan buruh di tingkat daerah.

Di antaranya kondisi pekerja di BUMD PT Tarumartani 1918. Buruh menilai pembahasan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) masih mandek dan struktur dan skala upah belum diterapkan sesuai aturan.

"Masih banyak pekerja yang merasakan ketidaknyamanan dalam menjalankan aktivitas kerja sehari-hari," ujarnya.

Irsyad menambahkan, perjuangan buruh tidak bisa dilepaskan dari situasi nasional maupun lokal.

Karenanya aksi kali ini merupakan bagian dari gelombang aksi nasional yang digelar serentak pada Kamis (28/8/2025) di berbagai daerah di Indonesia.

Namun di Yogyakarta, massa buruh memilih turun ke jalan lebih awal. Mereka ingin berperan dalam menyuarakan isu-isu lokal sekaligus menyuarakan aspirasi nasional.

"Buruh DIY tidak hanya mendukung agenda nasional, tetapi juga menyoroti masalah nyata yang kami hadapi di perusahaan daerah sendiri. Kami ingin keadilan ditegakkan, baik di Jakarta maupun di Yogyakarta," ujar dia.

Selain Taru Martani, dalam aksi ini massa juga mendesak pemerintah menghapus praktik outsourcing dan menolak upah murah yang selama ini dianggap menekan kesejahteraan pekerja.

Selain itu, mereka meminta penghentian pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan pembentukan Satuan Tugas PHK.

Satgas tersebut bisa mengawasi dan menindak perusahaan yang semena-mena terhadap buruh.

MPBI juga menekankan pentingnya reformasi pajak perburuhan, antara lain menaikkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi Rp7,5 juta per bulan.

Pemerintah pun dituntut menghapus pajak pesangon, pajak tunjangan hari raya, pajak jaminan hari tua, dan diskriminasi pajak yang membebani perempuan menikah.

Desakan agar DPR dan pemerintah segera mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) yang selama bertahun-tahun mandek ikut disuarakan.

Mereka juga meminta agar pembahasan RUU Ketenagakerjaan tidak lagi menggunakan konsep omnibus law yang dianggap merugikan buruh.

"Urgensi pengesahan RUU Perampasan Aset sebagai langkah konkret pemberantasan korupsi yang berdampak luas terhadap ekonomi dan kesejahteraan rakyat," ungkapnya.

MPBI DIY menegaskan akan terus mengawal tuntutan ini, baik melalui aksi massa maupun jalur advokasi kebijakan.

Mereka berharap DPRD DIY meneruskan aspirasi ini ke pemerintah pusat serta membuka ruang dialog yang lebih serius terkait persoalan buruh di Yogyakarta.

Sementara Ketua Serikat Pekerja Taru Martani, Suharyanto menyatakan saat ini para pekerja merasakan arogansi para pimpinan.

Mereka pun tidak lagi nyaman bekerja di pabrik rokok milik Pemda DIY tersebut.

"Ada kebijakan -kebijakan yang sangat membuat tidak nyaman karyawan, contohnya skala upah karyawan yang baru dan lama sama," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Ingin dapat update berita terbaru langsung di browser Anda?