- Kebijakan pemangkasan anggaran dialami juga oleh para seniman komik
- Komunitas seniman komik di Jogja menggelar pameran berisi kritikan ke pemerintah
- Ruang publik tertutup sehingga seniman tak leluasa
SuaraJogja.id - Kebijakan efisiensi besar-besaran yang dilakukan pemerintah nampaknya tak hanya berdampak di sektor ekonomi.
Para pelaku seni di Yogyakarta pun ikut ketar-ketir
Namun laiknya pekerja seni, mereka mengkritik atau menyindir kebijakan tersebut dengan karya.
Sebut saja puluhan komikus dalam Pameran bertajuk "Efisiensi Literasi" dalam rangka Yogyakarta Komik Weeks (YKW) 2025 di Sonobudoyo Yogyakarta, Jumat (10/10/2025).
Baca Juga:Yogyakarta Darurat Kesehatan Mental: Krisis Depresi dan Gangguan Jiwa Mengintai Generasi Muda
Alih-alih sekadar selebrasi visual, dibalik guratan pena dan balon dialog karyanya, para komikus Yogyakarta tengah berbicara tentang keresahan mereka tentang ancaman pengurangan anggaran besar-besaran untuk kegiatan seni dan budaya.
"Ada sedikit rasa khawatir, tapi juga tantangan. Kalau dana pemerintah berkurang, bukan berarti berhenti berkarya. Tapi ini jelas memaksa kami mencari cara lain, sponsor, kolaborasi, apa pun. Komikus Jogja tidak akan diam," papar salah satu kurator Jogja Komik Weeks, Yudha Sandy, saat ditemui usai pembukaan pameran.
Namun di balik semangat itu, tema efisiensi yang diangkat tahun ini terasa seperti pisau bermata dua.
Para komikus memakainya bukan hanya sebagai konsep estetika, tetapi juga sindiran sosial terhadap arah kebijakan pemerintah.
Beberapa karya menampilkan figur birokrat dengan balon kata bertuliskan "hemat demi bangsa" namun diikuti panel penuh keluhan seniman yang kehilangan ruang berkarya.
Baca Juga:Skema Baru Prabowo: Dana Rp200 T Siap Cair, Kampus Jogja Jadi 'Problem Solver' Industri
Ada pula yang menggambarkan gedung kesenian berubah menjadi kafe, atau anak muda yang menggambar di trotoar karena ruang publiknya ditutup.
"Kami membawanya sebagai bentuk bahasa komik. Komik itu efisien, cepat, tepat, dan emosional. Tapi ketika efisiensi dijadikan alasan untuk memangkas kebudayaan, itu jadi ironis," tandasnya.
Ia menambahkan, pemangkasan anggaran seni bukan hanya soal logistik, tapi juga soal regenerasi.
Dulu, sebelum masa efisiensi, peserta Komik Weeks bisa sampai seratus orang lebih.
"Sekarang, dengan dana terbatas, kami cuma bisa menampung 80 komikus. Padahal setiap tahun ada talenta-talenta baru yang harus dibina," tandasnya.
Sementara Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Dian Lakhsmi Pratiwi mengakui efisiensi anggaran nasional memang berdampak pada berbagai kegiatan di daerah, termasuk bidang kebudayaan.