- Kasus Tom Lembong terkait dugaan korupsi yang menjerat namanya dianggap ada miscarriage of justice
- Penjatuhan Tom Lembong sebagai terdakwa dalam korupsi gula adalah kekeliruan hukum
- Tom Lembong diyakini tak berniat jahat dalam menjalankan tugasnya, justru muncul dugaan kriminalisasi terhadap namanya
SuaraJogja.id - Tim ahli hukum dari Centre for Leadership and Law Development Studies (CLDS) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) menilai putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terhadap Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong sebagai bentuk miscarriage of justice atau kekeliruan peradilan yang mencederai prinsip keadilan.
Hal itu diungkap dalam sidang eksaminasi publik yang digelar di Kampus FH UII Yogyakarta, pada Sabtu (11/10/2025) kemarin.
Para akademisi menyebut putusan itu sarat kesalahan dalam pertimbangan hukum.
Sidang eksaminasi itu dihadiri dosen, advokat, dan mahasiswa hukum dari berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta.
Baca Juga:'Kuburan Demokrasi' Dibuat di UII: Mahasiswa Geram, Tuntut Pembebasan Paul dan Aktivis Lain
Adapun eksaminasi dipimpin oleh sejumlah pakar hukum terkemuka, di antaranya Rusli Muhammad, Ridwan, Hanafi Amrani, M. Arif Setiawan, Marisa Kurnianingsih, Ari Wibowo serta Wahyu Priyanka.
Mereka menilai, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat telah keliru menafsirkan tindakan Tom Lembong yang semestinya bersifat administratif menjadi perbuatan pidana korupsi.
"Jika di lihat dari fakta hukum bahwa motif atau tujuan terdakwa [Tom Lembong] selaku Menteri Perdagangan yang mengeluarkan izin persetujuan impor gula, semata-mata hanya menjalankan kebijakan pemerintah dalam rangka menjaga stok gula pasir dan menstabilkan harga gula pasir," tulis hasil eksaminasi tersebut, dikutip, Minggu (12/10/205)
Dalam hasil eksaminasi, para ahli menyatakan bahwa dakwaan dan putusan hakim keliru sebab, menyandarkan pelanggaran pada aturan administratif.
"Oleh karena itu, penilaian dan pengujian terhadap tindakan hukum yang dilakukan Tom Lembong adalah juga menggunakan konsep dan norma-norma Hukum Administrasi," sambungnya.
Baca Juga:Rektor UII Pasang Badan: Jamin Penangguhan Penahanan Aktivis Paul yang Ditangkap di Yogyakarta
Mereka juga menegaskan bahwa tidak ada unsur niat jahat dalam tindakan tersebut. Pasalnya Tom Lembong disebut hanya melaksanakan arahan dari Presiden Jokowi kala itu terkhusus respons atas lonjakan harga pangan.
Eksaminator juga menyoroti bahwa tidak ada bukti adanya kerja sama antara Tom Lembong dan pihak swasta yang disebut dalam dakwaan.
"Tidak ada satupun fakta hukum yang dihadirkan Majelis Hakim dalam pertimbangannya bahwa terdakwa pernah bertemu dengan pelaku peserta yang lain untuk mempertemukan kehendak melakukan kerjasama yang disadari untuk mewujudkan delik," tambahnya.
Selain itu, tim menilai hakim keliru menggunakan laporan audit BPKP sebagai dasar menghitung kerugian negara.
Dalam hal ini, Laporan Hasil Audit dari BPKP semestinya hanya dapat digunakan sebagai supplement saja, tidak digunakan sebagai 'pembuktian' bagi Majelis Hakim untuk menentukan adanya kerugian keuangan negara dalam perkara a quo.
Eksaminator tak lupa mengkritik pertimbangan hakim yang memasukkan ideologi ekonomi sebagai faktor pemberat hukuman.