- Pemerintahan Prabowo-Gibran mendapat rapor merah dari BEM KM UGM
- Program MBG yang justru menimbulkan korban bukti dari kurangnya pengawasan
- Pengesahan RUU TNI yang dilakukan tergesa-gesa menjadi fakta bahwa pemerintah tak lagi berdemokrasi
SuaraJogja.id - Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM KM UGM) menilai satu tahun pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka membawa kesengsaraan bagi rakyat.
Dalam laporan bertajuk 'Satu Tahun Indonesia Sengsara', BEM KM UGM menyebut berbagai kebijakan pemerintah justru menjauh dari semangat kepentingan rakyat yang telah dijanjikan saat kampanye.
"Kita mencatat tentang apa saja yang membuat Indonesia satu tahun ini sengsara di antaranya adalah berbagai kebijakan yang memang orientasinya bukan pada kesejahteraan rakyat tapi pada konsolidasi politik supaya Prabowo dan kroni-kroninya, Prabowo dan oligarki yang mendukungnya itu bisa punya kekuasaan yang cukup mapan di negara Republik Indonesia," kata Ketua BEM KM UGM, Tiyo Ardianto, ditemui usai aksi di Bunderan UGM, Senin (20/10/2025).
"Seperti efisiensi, seolah tajuknya besar, tajuknya mulia tapi ada realokasi anggaran yang sebenarnya urusannya bukan kesejahteraan tapi urusannya konsolidasi politik," tambahnya.
BEM KM UGM menggambarkan kepemimpinan Prabowo–Gibran sebagai lanjutan dari drama panggung Pilpres 2024 lalu yang sarat rekayasa kekuasaan.
Baca Juga:Jokowi Ucapkan Selamat Ulang Tahun untuk Prabowo: Semoga Diberi Kekuatan dan Kesehatan Pimpin Negara
Mulai dari Prabowo dengan peran 'gemoy' dengan latar belakang militeristik dan Gibran yang memanfaatkan posisi ayahandanya, Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Namun setelah resmi dilantik pada 20 Oktober 2024, janji memimpin Indonesia dengan komitmen pada 'kepentingan rakyat' tak kunjung terbukti.
"Kenyataannya di tahun pertama kepemimpinan mereka, komitmen tersebut tak kunjung terealisasi," ucapnya.
Malahan, kebijakan efisiensi anggaran berdampak ke warga. Di mana menyebabkan pemangkasan pelayanan publik dan pembiayaan kepentingan masyarakat.
Ada pula pengesahan RUU TNI yang turut disoroti sebab dilakukan secara tergesa-gesa tanpa partisipasi publik. Hal itu dinilai sebagai bentuk kemunduran demokrasi.
Baca Juga:Rahasia di Balik Cacing Tanah: Inovasi IoT Mahasiswa UGM Bisa Ubah Sampah Jadi Pupuk Premium
"Pengesahan hukum atas putusan di atas dilakukan tanpa partisipasi bermakna dari masyarakat, mencerminkan suatu ironi yang enggan untuk mereka akui, bahwa hukum yang ada merupakan alat yang dapat disesuaikan dengan keinginan sang Penguasa," ungkapnya.
Dalam sektor pendidikan, pemerintah Prabowo-Gibran selama setahun ini dinilai manipulatif.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dikritik keras sebab menggerus alokasi pendidikan sebesar 29 persen dari total anggaran.
"Mandatory spending 20 persen hanya dijadikan tameng legitimasi, pemerintah mewarnai pos belanja pendidikan oleh manipulasi 'program pendidikan' yang sama sekali tidak menunjang kualitas penyelenggaraan pendidikan, apalagi menyelesaikan persoalan pendidikan," tandasnya
MBG disebut sebagai program populis untuk kekuatan politik pemerintah.
Kalaupun kita berprasangka baik, MBG merupakan intervensi kesehatan, bukan dorongan pendidikan.